Fano mengambil alih korek api dan sebotol minyak gas dari tukang kebun dirumahnya yang baru saja akan membakar dedaunan rontok di halaman. Fano akan menyertakan beberapa kenangan yang sudah terkumpul dalam satu kardus. Kenangan yang seharusnya terang, namun nyatanya sangat suram. Bahkan lebih buruk dari kata suram.
Memikirkan itu semua membuat Fano merasa malu saja. Pria itu tersenyum kecut, memandang kardus dalam dekapannya dengan penuh benci sebelum benar-benar jatuh diantara tumpukan daun. Dalam hitungan detik, Fano menumpahkan minyak dalam botol dan menciptakan kobaran api disana.
Pandangan mata Fano sayu menatap tajam pada benda yang perlahan hangus terselimuti api, menerawang jauh kedalamnya, banyak benda yang diberikan Lola padanya. Semua, apapun yang berhubungan dengan Lola sudah Fano kumpulkan dalam satu kardus. Ia tak mau melihat itu semua. Tepat di hari pada saat Fano mengetahui kejahatan wanita itu, Fano membersihkan semua itu dan berjanji akan membakarnya ketika ia bisa membuat wanita tersebut mengatakan kejahatannya melaui mulutnya sendiri.
Setelah menunggu sesaat sampai semua sampah itu hancur sebagian. Fano berbalik hendak masuk kedalam rumah lagi. Namun sudut matanya saat ini menangkap sesuatu dan membuat kakinya berhenti melangkah. Fano menoleh sepenuhnya, medapati Diva disana berdiri sedang menatapnya. Tanpa disadari Fano, gadis itu sudah ada sejak tadi dan menyaksikannya membakar benda itu.
"Diva?" Fano mengernyit sesaat, kemudian melangkah mendekati gadis itu. "Mau ketemu Sandra?"
Diva hanya mengangguk. Beberapa saat diam, sampai kalimatnya selanjutnya membuat Fano mengangkat kedua alisnya. "Dan mau ketemu lo juga, Kak."
"Gue?"
"Hm." Diva beralih menatap ke arah kobaran api yang membakar materi. "Ngapain tadi disana?"
"Bakar-bakar."
"Dalam kardus itu berisi barang-barang pemberian Lola?" Dengan kecepatan layaknya sinyal 4G, Diva bertanya tanpa basa-basi membuat Fano langsung mengernyit.
"Lo masih kesel sama gue?" Memang tidak nyambung dari pembahasan sebelumnya, tapi Fano benar-benar ingin melontarkannya.
"Enggak juga."
"Pakek juga?"
"Iya, karena rencana lo sama Dava udah buat air mata gue keluar cuma-cuma."
"Oh ya?"
"Tapi, semua itu cukup keren." Lanjut Diva cepat diikuti senyum kecilnya dan mampu mengundang senyum tipis Fano.
"Bagaimanapun gue yang salah. Jadi gue minta maaf."
"Udahlah, lupakan. Malahan kalau boleh reka adegan boleh diulang lagi tuh." Diva berkata dengan sumringah.
Fano terkekeh sesaat sampai suaranya kembali menjadi serius. "Tapi gue gak mau lihat lo nangis lagi."
Sontak garis wajah Diva langsung berubah. Ia membalas tatapan Fano yang cukup hangat itu, detak jantungnya berpacu sedikit cepat.
"Lo sendirian kesini?" Tanya Fano memecah keheningan.
"Hm. Sebenarnya sama Dava, tapi dia ada urusan dadakan."
"Yaudah, masuk gih!" Fano mempersilahkan Diva masuk dan berjalan terlebih dahulu. Dibelakangnya , Diva tak bisa berhenti tersenyum sambil terus menatap punggung Fano.
That is really annoyed feel.
Saat sudah benar-benar memasuki rumah, entah kenapa senyuman Diva belum juga reda. Tetapi pergerakan Fano yang tiba-tiba berbalik badan membuat kedua matanya reflek membelak dengan ekstra tenaga menutupi senyum sialan di wajahnya itu. Sebenarnya Fano sadar akan hal itu, tapi wajahnya dibuat sebiasa mungkin agar Diva tidak gugup.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cassandra (SUDAH TERBIT)
Teen FictionMenjadi pribadi yang ceria mampu menyamarkan rasa sakit dalam kehidupan. Pernahkah kalian melihat sosok yang tertutup namun sangat ceria? Cassandra, dia adalah sosok itu. Sandra tak bisa bahagia disaat salah satu bagian dari keluarganya begitu memb...