Minggu pagi itu Sandra bersepeda dengan rambutnya yang dikuncir kuda dan tak lupa handuk kecil mengalung dilehernya. Hijau pepohonan yang menyegarkan mata, membuat Sandra nyaman bersepeda.
Jalan ini merupakan jalan yang tepat dan nyaman digunakan untuk berolahraga, entah itu bersepeda maupun jogging. Jalannya sepi dan bisa dihitung dengan jari jika ada kendaraan bermotor yang lewat.
Setelah cukup jauh bersepeda, gadis ini tampak lelah sehingga menepi dan beristirahat untuk mengisi tenggorokannya yang kering.
"Huft," Sandra menyeka keringatnya yang bercucuran di dahi.
Dibukalah botol berisi air mineral yang dibawanya. Kali ini Sandra benar-benar haus. Dia mendongak dan akan meminum, Tapi belum setetespun air itu menetes kedalam mulutnya, tiba-tiba seseorang bersepeda sangat mepet dan menyambar tangan gadis itu.Yang terjadi, bukannya mengalir di tenggorokan, air tersebut tumpah sehingga membasahi kaos yang dipakainya.
"Sial!" dengus Sandra.
"WOY! PUNYA MATA GAK SIH?! Jalan masih lebar, gak bisa nengah dikit apa?!" teriak Sandra dengan marah sekaligus lelah.
Cowok berkaos putih polos tersebut masih terus mengayun sepedanya seolah-olah tak mendengar apapun.
"LO JUGA GAK PUNYA TEL-" Sandra tak melanjutkan kata-katanya ketika melihat earphone yang menyumpal di telinga cowok tersebut.
Sambil menyipitkan mata, Sandra melemparkan botol tak berisi itu dengan harapan mengenai sasaran.
"Aw!"
Botol tersebut tepat mengenai sasaran. Cowok tersebut langsung berhenti dan mengelus kepalanya sambil meringis.
"Botol siapa ini, woy!?"
"Lo punya mata gak sih?!" Sandra menunjuk cowok itu dengan tajam.
"Barusan lo kan yang lempar tuh botol?!" cowok tersebut malah balik bertanya.
"Iya, gue, kenapa? Telinga lo gak kedengeran?"
"Telinga gue normal."
"Lo lihat," Sandra menujukkan jalan sekitar dengan tangannya, "jalan masih lebar. Lo pikir ini jalan milik nenek lo sehingga lo seenak jidat menguasai jalan? Lo juga gak merasa bersalah sama sekali setelah nyenggol tangan gue!"
"Lo gak jatuh kan? Yaudah." jawab cowok itu dengan santainya.
Sandra melotot kesal. "Lo gak liat gue lagi pegang botol tadi, hah? Gue haus banget dan gue gak bisa minum gara-gara lo."
"Emangnya gue tau kalau lo lagi haus?" ujar si cowok dengan wajah tanpa dosa.
Sandra melotot tak percaya sembari menggeratkan gigi-giginya sangat kesal. "Lo itu udah numpahin air yang hendak gue minum.Gue dari tadi udah gak minum dan sial banget ketemu orang macam lo!"
"Lo mau gue ganti rugi gitu?"
"Ya. Lo harus tanggung jawab, dong."
"Tapi gimana ya, air gue tadi udah gue habisin." nada yang sangat menjengkelkan itu membuat kelelahan Sandra berlipat ganda.
"Dasar cowok segelan, lo!"
"Apa? Segelan?" cowok itu tertawa. "Lo pikir gue barang?"
"Segelan berarti songong. Ya, lo itu songong banget. Maaf kek, lo malah ngelak aja dari tadi."
"Orang gue gak sengaja."
"Sengaja gak sengaja lo itu udah buat orang lain menderita-"
"Oke, gue minta maaf! Puas?" potong cowok tersebut dengan cepat. Ia menunjukkan senyum lebar terpaksanya kemudian. "Udah kan, gue udah minta maaf? Lo udah buang-buang waktu gue. Sekarang gue boleh pergi?"
"Minta maaf lo gak ikhla.!" gumam Sandra pelan namun penuh penekanan. Tenggorokannya semakin meronta-ronta meminta air. Tatapan Sandra begitu tajam menatap cowok yang tidak dikenalnya itu.
"Ah, bodo amat yang penting gue udah minta maaf. Nih botol lo!" ucap si cowok sambil memberikan botol pada Sandra dan kembali memasang earphone yang sempat dia lepas tadi.
"Semoga gue gak ketemu lagi orang gila kayak lo!" Sandra berteriak kesal.
"AMIIIN!" teriak cowok itu membuat Sandra melebarkan mata dengan emosi menggebu-gebu.
"Dasar segelan! Dasar sombong!"
Cowok tersebut hanya melambaikan tangan tanpa menoleh dan mengayuh sepedanya semakin jauh. Sandra mendengus frustasi. Ia menaiki sepedanya dengan kasar lalu berputar balik hendak pulang. Niatnya untuk ke Perpustakaan Kota sudah hilang. Ia hanya ingin minum sekarang.
***
Aroma kentang goreng dari dapur menghipnotis dua pemuda ini, mereka adalah Rifal dan Fano yang tak lain adalah kakak dari Cassandra.
Rifaldi Bramasta Risalnodi, yang saat ini kuliah namun juga menduduki karier sebagai model aksesoris pria. Rifal memang pantas karena bola mata biru miliknya yang sangat indah dan sangat tampan melebihi ayahnya--Mahesa Risalnodi.
Fano Agahisa Risalnodi, pemuda 3 tahun lebih muda dari Rifal yang saat ini duduk di kelas 11, SMA Jaya Puspita. Fano adalah pria yang tertutup terutama saat bersama dengan keluarganya. Senyuman jarang terukir di wajahnya, terkecuali dengan orang-orang tertentu. Semua orang tau kalau Fano adalah pria dingin, mereka sampai menyebutnya sosiopat.
Kentang goreng buatan bi Dewi adalah makanan favorit Fano dan Rifal sejak kecil. Saat ini mereka berada di ruang yang sama. Fano sibuk dengan laptopnya, sedang mengerjakan tugas yang besok dikumpulkan. Sedangkan Rifal, pria itu sepenuhnya menikmati aroma dan sabar menunggu sembari berbaring dengan mata terpejam di shofa panjang. Tak ada yang membuka percakapan sedari tadi, hubungan 2 saudara ini selalu seperti itu. Tak ada yang mau menurunkan ego masing-masing.
BRAK!
"Astaughfiruallah!" Rifal kaget dan langsung bangun dari sandaran. Sedangkan Fano hanya menoleh tanpa minat dan semakin tak minat lagi ketika tau siapa yang menimbulkan suara itu.
"Sandra, pulang-pulang itu salam, ngapain kamu?" tanya Rifal kalem namun tampaknya hanya angin lewat bagi adiknya itu. Lebih tepatnya, Sandra tidak mendengar Rifal berbicara. Bahkan gadis itu langsung berjalan cepat menuju kamarnya dengan wajah penuh keringat dan jelas terlihat sangat lelah.
"Aaargh... benar-benar manusia sombong. Bersepada sejauh itu gak ada guna sama sekali, udah pegel, haus, gak jadi ke perpustakaan lagi. Ini semua gara-gara tuh cowok! Lihat aja kalau sampai ketemu lagi gue pecel-pecel tuh orang!" monolog Sandra sepanjang kakinya melangkah menaiki tangga menuju kamarnya.
Mulut Rifal menganga, begitu juga bi Dewi yang sampai berhenti mengaduk kentang di penggorengan. Baru pertama kali mereka lihat Sandra seperti itu, terlihat aneh, namun lucu.
"Kenapa tuh anak?" kata Rifal heran. "Ah, mungkin dia lelah," suara Rifal menyusut bersamaan dengan kedua matanya yang membulat sempurna, "ya ampun, Bi! Itu kentangnya gosong!"
"Ya ampun, maaf, nak. Wah, ini ma udah gosong."
Bibir Fano dan Rifal langsung menekuk ke bawah, padahal mereka sudah 2 jam menunggu cemilan favorit rasa jagung manis itu.
"Selalu cari perhatian dan bikin masalah!" gumam Fano kesal. Harapannya tadi setelah menuntaskan tugas yang menyusahkan ini bakalan menyantap makanan lezat itu. Tak berminat lagi, Fano langsung menutup laptopnya dan beranjak ke kamarnya.
"Udah, nak Fano, gak boleh gitu. Bi Dewi buatin lagi ini ya." ucap wanita paruh baya itu dengan lembut pada kedua anak majikannya itu.
"Baiklah, Bi. Kami tunggu." ucap Rifal santai.
"Males!" kata Fano tegas sebelum menghilang di balik pintu.
Bi Dewi hanya bisa pasrah melihat sikap Fano yang pemarah dan tidak sabaran. Sifat itu mulai ada pada diri Fano sejak Sandra masuk dalam keluarga Risalnodi.
Beginilah keadaan rumah Risalnodi. Bi dewi wanita paruh baya yang bekerja disana selama kurang lebih 21 tahun, dialah seorang wanita yang berjasa. Seluruh keluarga Risalnodi sangat menghormatinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cassandra (SUDAH TERBIT)
Teen FictionMenjadi pribadi yang ceria mampu menyamarkan rasa sakit dalam kehidupan. Pernahkah kalian melihat sosok yang tertutup namun sangat ceria? Cassandra, dia adalah sosok itu. Sandra tak bisa bahagia disaat salah satu bagian dari keluarganya begitu memb...