"Fan!"
"Hm?"
"Gue jadi penasaran sama yang namanya Divalika itu. Sepanjang gue nyusul kalian berdua ke kantin. Gue lewat kelas sepuluh, semuanya pada ngomongin keberanian dan kepandainnya."
"Jangan ngomongin tuh cewek, Bek. Males gue!"
Beki tak peduli dengan ucapan Fano. Ia sudah terlanjur penasaran.
"Lo ditamper kayak gimana sih waktu itu Fan? Apa Divalika adalah cewek yang pertama kali berani ngelayangin tangannya ke pipi lo?"Perut Fano rasanya sudah tak minat lagi untuk makan setelah apa yang di ucapkan Beki. Rahangnya bergetar.
Memang dia pernah berkata pada Ciko dan Beki bahwa ia akan membalas dendam pada cewek yang mempermalukannya di depan orang banyak. Di hari yang sama. Fano teringat akan masa kecilnya dulu.
Saat itu, Fano masih berumur 9 tahunan. Ia berjalan perlahan menuju bundanya yang sedang terisak dan memeluk selimut dengan eratnya.Fano selalu ikut meneteskan air mata jika melihat bundanya menangis. Fano tahu betul apa penyebab Ibundanya menangis seperti ini. Ia tahu jika ayahnya dan staff perempuan itulah yang membuat bundanya menangis hari-hari ini.
Bocah laki-laki itu meneteskan air mata tak tega melihat ibundanya ini.
Bunda Fano menghentikan isakannya saat melihat putra kecilnya itu tiba-tiba sudah ada di ranjangnya dengan air mata mengalir deras di pipinya.Wanita itu kembali pilu dan memegang kedua pipi Fano sambil berkata, "Nak, berjanjilah!"
"Apa bun?" ucap Fano lirih.
"Berjanjilah kau tak akan pernah menyakiti seorang wanita. Saat kau besar nanti, jangan pernah mengkhianati Wanita. Jangan pernah kau menyakiti wanita walaupun sekecil apapun. Bunda mohon, berjanjilah sebelum bunda benar-benar pergi!"
Saat itu Fano diam sejenak, kemudian berkata, "Fano berjanji, Bun. " Fano berusaha menahan air matanya.
"Bunda mau pergi kemana? Bunda mau meninggalkan Fano dan kak Rifal?"
Tak ada jawaban. Rosa langsung memeluknya sambil menangis. Bocah kecil itupun juga ikut menangis di dalam pelukan sang bunda.
Setiap Fano mengingat pesan terakhir bundanya satu hari sebelum bundanya meninggal, ia selalu sedih.
Dihari saat ia kena tamparan 2 wanita, yakni Rachel dan Diva. Malamnya ia merenung dan bahkan menyesal karena telah mendorong Rachel tanpa sadar paginya. Rachel menanyakan tentang Sandra pada saat dirinya sedang kacau memfikirkan apa yang dilakukan semalam dalam keadaan mabuk.Pertanyaan Rachel ketika itu bertepatan dengan hatinya yang bergerumuh mengingat bagaimana bundanya mati mengenaskan. Maka dari itu, ia langsung meluapkan apa yang di hatinya tentang kebenciannya pada Sandra dan ibunya Sandra. Karena ia anggap dua orang itulah penyebab bundanya wafat.
Pesan terakhir bundanya selalu terdengar jelas di telinganya. Pesan itu adalah pesan yang paling berharga bagi Fano. Pada malam itulah Fano mencoba melupakan apa yang siswi baru itu lakukan, namun sampai sekarang ia masih kesal. Tapi Ia mengurungkan niatnya untuk membalas dendam walaupun hatinya masih tak terima. Intinya Fano membenci Diva yang telah mempermalukannya di depan orang banyak.
Ucapan Beki membuat Fano benar-benar mengingat wanita bernama Divalika itu lagi. Ia melemparkan tatapan tajamnya pada lelaki yang duduk di depannya itu. Beki bisa melihatnya.
"Jangan marah, Fan, gue kan cuma tanya. Lo beneran mau balas dendam sama Diva?"
Kali ini Beki tidak hanya mendapat tatapan datar itu dari Fano. Ciko yang sedari tadi sibuk di ponselnya juga menatapnya dengan tajam. Tatapan Ciko seolah kesal sendiri dengan Beki ini. Beki melemparkan seribu pertanyaan pada Fano. Beki akhirnya berhenti bercerocos saat melihat 2 temannya sedang menatapnya horor.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cassandra (SUDAH TERBIT)
Novela JuvenilMenjadi pribadi yang ceria mampu menyamarkan rasa sakit dalam kehidupan. Pernahkah kalian melihat sosok yang tertutup namun sangat ceria? Cassandra, dia adalah sosok itu. Sandra tak bisa bahagia disaat salah satu bagian dari keluarganya begitu memb...