40

48.7K 2.1K 93
                                    

Chapter 40 :D

Gak nyangka aku bakalan sampai di part ini. Aku pikir ceritanya bakalan kandas di tengah jalan. haha

Tapi makasi lo buat para readers yang selalu setia nungguin part-part berikutnya. Dan makasi juga yang selalu ngasi vote-nya buat MTMH. Tanpa kalian apalah artinya karya ku.

Aku udah panjangin ceritanya loh, part ini aku buat 1500 kata. Jadi yang masih bilang pendek kayaknya minta ditabok nih.

Selamat membaca.

***

Begitu jam menunjukkan pukul 5 pagi. Reyhan dengan cepat menyudahi tidur nyenyaknya. Reyhan membuka matanya dan mendapati Nina masih tertidur pulas disampingnya. Untuk sesaat Reyhan menatap Nina.

"Nyenyak banget tidurnya." Gumam Reyhan sembari menyingkirkan anak rambut yang menutupi dahi Nina.

Merasakan sentuhan diwajahnya, Nina menggerakkan tubuhnya sambil bergumam pelan. Namun sentuhan itu tak membuatnya bangun dan membuka mata. Ia hanya bergerak sedikit kemudian menyamankan posisi tidurnya lagi.

Reyhan yang melihat itu tersenyum. Ingin rasanya ia berlama-lama menatap wajah cantik istrinya itu. Namun dengan cepat ia urungkan. Karena saat ini ia harus bersikap seperti rencana sebelumnya. Reyhan dengan pelan bangkit dari tidurnya agar tidak membangunkan Nina. Dan ia harus cepat bersiap-siap untuk pergi lagi.

**

Cahaya matahari yang menembus kaca jendela, yang saat ini tepat sedang menyinari Nina membuatnya terbangun dari tidur nyenyaknya. Nina meringis begitu sinar terang itu seakan menghantam wajahnya.

Ia menegakkan tubuhnya dengan malas. Menatap sekeliling kamarnya seolah sedang mencari sesuatu. Bukan seolah, namun ia memang sedang mencari sesuatu. Ia mencari keberadaan Reyhan. Namun tak ia temukan sama sekali.

"Apa dia gak pulang?" gumamnya.

Nina menghembuskan nafasnya kasar ketika ia menyadari Reyhan ternyata tidak pulang semalam.

Ada rasa kecewa menyelimuti hatinya. Semalam sebelum tidur, ia berharap Reyhan pulang dan berada disampingnya. Memeluknya erat. Namun ternyata harapan itu tidak berpihak padanya.

"Apa kamu sebegitu marahnya sama aku?" gumamnya lagi.

Nina mengambil ponsel yang ada diatas nakas. Menatap layarnya berharap ada telpon atau pesan balasan dari Reyhan. Namun lagi-lagi harapannya itu merupakan harapan yang menyakitkan bagi seorang Nina.

Ditengah pemikiran-pemikiran negatifnya, perlahan butiran bening berjatuhan melewati pipinya. Nina menangis. Menangis karena Reyhan mulai mengabaikannya.

**

Hari ini Nina awalnya berniat untuk tidak sekolah saja. Namun karena hari ini adalah hari pelajaran matematika, jadi ia memutuskan untuk masuk sekolah. Dengan harapan di sekolah nanti ia bisa bertemu dengan Reyhan.

"Bik. Apa semalam Reyhan pulang?" Tanya Nina begitu mendudukkan pantatnya dikursi meja makan.

"Bibik gak tahu non." Balas bik Isah yang saat ini sedang menuangkan susu digelas.

"Reyhan bener-benar marah bik." Nina menangkup wajahnya dengan kedua tangan.

"Gak mungkin mas Reyhan marah sama non. Wong mas Reyhan kelihatannya sayang gitu sama non."

Mendengar ucapan bik Isah, hati Nina sedikit lega.

"Mending sekarang non makan sarapannya, terus berangkat sekolah." Sambung bik Isah lembut.

My Teacher My Husband (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang