30. Tanda Tanya

2.1K 245 9
                                    

NAJA mengaduk-aduk teh hangat manis dihadapannya dengan lesu.

Reja yang menekuni diktat disampingnya melirik Naja, "Kenapa, Ndut?"

Naja cepat-cepat menggelengkan kepalanya, "Gak papa kok, Ja!"

Reja mengedikkan bahu, bersikap tenang. Meski sejujurnya ingin sekali ia cerca Naja dengan jutaan tanya, termasuk soal kemarin.

Namun Reja memilih diam.

Mereka sudah bertengkar dan tidak teguran beberapa kali akhir-akhir ini, dan Reja menyesal akan itu.

Ini yang Reja takutkan, persahabatan tenang mereka goyah karena masalah yang tiba-tiba menerpa, meski ia tahu, tiada laut tanpa badai.

Maka itu, menghindari keributan sepertinya lebih baik, sebab ia tidak siap terluka lebih parah dari ini.

Naja sendiri juga bimbang, sebab Reja bergelagat aneh hari ini. Seorang Reja menekuni diktat diluar jam kuliah?

"Oh ya, Ja. Lo kemarin dateng ga yang pas gue misscall berulang kali itu?"

Reja tercekat, namun tetap berusaha tenang, "Yang Lo SMS gue minta jemput, kan?"

Naja mengangguk cepat.

Reja tersenyum pahit.

Gue dateng, Na. Gapake mandi, gapake lirik kiri kanan.

"Nggak. Gue kebangun pas sore."
Jawab Reja datar.

Naja menghela napas, jauh dari harapannya.
Ia kira Reja bakal datang.

Ya, hal yang mustahil memang. Mana mungkin Reja bangun dari tidur terus langsung tancap gas?

"Lo naik apaan? Maaf deh gue ga bisa anterin."

Naja terdiam, menimbang-nimbang untuk memberi jawaban seperti apa.

Jujur atau tidak?

"Naik taksi. " Jawab Naja akhirnya, tak lupa ia paksakan senyum diwajahnya agar Reja lebih yakin.

Jawaban yang Naja rasa lebih baik. Tanpa ia tahu, rahang Reja mengeras, genggamannya mengetat seolah diktat itu bisa ia hancurkan.

Reja mengalihkan pandangannya ke arah lain.

Membuat Naja menundukkan kepala, menyadari kemungkinan bahwa Reja mengetahui kebohongannya.

Dan menyadari lagi-lagi Reja aneh. Biasanya Reja bakal kepo kemana ia dan apa urusannya, namun Reja memilih mengatupkan bibir rapat-rapat.

Kenapa mereka harus seperti ini? Jauh. Asing. Bahkan saling membohongi.

Oksigen di rongga dada Naja perlahan menipis.

"HAI HAI HAIIIII!"

Fiona muncul diantara mereka dan merenggut teh hangat Naja tanpa minta izin dahulu.

Namun kening cewek tomboi itu segera berlipat melihat kedua manusia yang kini seolah berbicara dengan bahasa arca.

"Kenapa lo berdua? Habis kecopetan bareng?"

Fiona melirik Reja dan Naja yang ia rangkul dikiri dan kanan secara bolak balik.

"PAAN SIH LO?"  Sergah Reja dan Naja berbarengan, tanpa dikomando.

Keduanya berpandangan, namun kembali saling membuang pandangan.

Fiona terkekeh, masih tidak peka dengan keadaan yang sama sekali ga cocok buat ngelawak.

"Barengan juga nih? Cocwit ah."

Dengusan bete lagi-lagi keluar dari lubang pernafasan Naja dan Reja.

Me & Fat BurnerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang