JANGAN menilai buku dari sampulnya.
Naja kini mengakui pepatah itu dengan sepenuh hati.
Leo ternyata tidak se-cute saat mereka berkenalan tadi.
Saat Leo kini berpindah jabatan dari teman-yang-baru-dikenal menjadi pelatih-gym-intensif bagi Naja, Leo mewujudkan sifat dari arti namanya, macan. Galak, kejam, sadis, atau apa sajalah!
Terakhir kali Leo tersenyum adalah sejam lalu, saat menyerahkan pakaian khusus gym yang entah sejak kapan sudah tersedia dengan ukuran yang pas pula dengan tubuh Naja (atau disini memang ada jual?) dan Naja juga tidak mau berpikir panjang-panjang darimana asal baju yang kini ia kenakan.
Saat ini, Naja sudah seperti kuli yang disuruh ngaduk semen pake sendok penggorengan, mengenaskan! Oh, jangan bayangkan capeknya seperti apa.
Dengan keringat sebiji salak (jagung sudah terlalu mainstream), baju basah kuyup, napas terengah, Leo sama sekali tidak mau bermanis-manis padanya.
Sejak tadi Naja melakukan push up, sit up, up up lainnya yang ia kerjakan separuh mampus diakibatkan berat badannya yang... Innalillahi, bahkan tadi saat push up Naja sama sekali tidak bisa menaikkan punggungnya.
Naja malah nempel dilantai seperti paus kedampar.
Belum lagi, saat sit up Naja harus bangkit dan menekuk perut buncitnya secara paksa, ditemani Leo yang dengan kejamnya menduduki kaki Naja dengan tujuan tubuh gadis itu tetap pada posisi sit up yang benar.
Ini mah.... Penyiksaan! Hancur sudah akhir minggu Naja! Saat ini Naja berharap, Mama meneleponnya sambil marah-marah dan menyuruh Naja pulang.
Jika biasanya Naja ogah-ogahan pulang mendadak saat sedang keluar rumah, maka Naja akan pulang dengan senang hati hari ini.
Sayang, tanda-tanda Mama akan menelpon, belum tampak sama sekali.
Saat ia berkata bahwa Mama mungkin khawatir padanya, Noni menjawab dengan santai, "Udaaahh, tenang aja. Tadi udah diizinin pulang sore! Jangan alasan!"
Naja jadi menyesal, jadi Sate Umar semalam itu cuma pancingan manis saja?
Noni? Jangan ditanya, karena akan mengakibatkan Naja berubah menjadi orang dengan sifat hasad stadium empat secara mendadak.
Cowok itu duduk diujung sana, menyandar di sofa yang empuk, dibawah terpaan AC, ditemani jaringan Wi-Fi yang tadi Naja dengar-dengar, kencang sekali hingga rasanya buffering hanyalah kata-kata mitos.
Dengan sepasang headset yang menyumpal kedua telinganya, cowok itu sibuk menatap layar ponsel sambil sesekali menganggukkan kepala (mungkin saja menikmati alunan lagu yang ia putar).
Tak lupa, dengan segelas jus alpukat dan semangkuk kentang goreng yang ntah darimana dipesan oleh cowok itu.
Sialaaannn, Naja iri setengah mati!
"Hei! Naja! Yang fokus! Katanya mau kurus?" Sergah Leo membuyarkan pandangan Naja pada Noni.
"Iya, iya. " Jawabnya dengan suara mencicit yang mengenaskan.
Naja menyeka keringatnya yang lagi-lagi mengalir, kali ini Naja sedang berjalan perlahan diatas treadmill.
"Pelan-pelan... Jalan... terus lari." Instruksi Leo.
Naja mengarahkan pandangannya lurus-lurus kedepan, menggenggam pegangan treadmill kuat-kuat, perlahan namun pasti langkahnya berubah cepat.
Dan kini Naja setengah berlari.
KAMU SEDANG MEMBACA
Me & Fat Burner
ChickLitIni kisah Naja yang berdiri diantara orang sempurna. Kakaknya yang perfect dan bekerja sebagai model, adik laki-lakinya yang tampan dan cool sebagai pemain basket kawakan. Masalah Naja hanya satu, ia gendut. Kelebihan berat badan. Dan membuatnya keb...