62. Bertaruh (Part 1)

543 44 5
                                    

NAJA memandang suasana sekeliling, suasana yang sudah beberapa kali ia alami dan rasakan. Dan ia sudah mulai terbiasa.

Terbiasa?

Dari dulu sangat ingin ia coba, dan begitu penasaran mendengar cerita Nasha, yang sudah berpengalaman dan sering kali berada didalam posisi ini. Wajah, rambut dan tubuhnya sudah banyak sekali diacak sana sini (dalam artian kata positif, dirias gitu lho -,)

Naja pernah mendengar Nasha yang mengeluh pegal, waktu acara modelling spesial Hari Kartini, karena wajib mengenakan konde.

Dan mengeluh rambutnya rusak ketika harus dicat pink untuk pemotretan.

Lamunan Naja terpecah, karena Dendy yang kehebohan sendiri merias wajahnya.

"Kalo diliat-liat ya, kamu ini mukanya polos banget, gak pernah make up macem-macem ya, Naja?" tanya Dendy dengan suaranya yang bahkan lebih lembut dari Nasha.

Alhamdulillah, bahasa aneh dan sebagainya yang tadi ia sahut waktu awal-awal hilang, cuma ketinggal nada centilnya aja. Yah, better lah.

Padahal sih karena Dendy lagi serius ngerias Naja, kalo kecentilan dan pecicilan, takutnya alis Naja malah mencong atau gimana gimana. Jadi, kalem dulu.

"Hehehehe. Lebih tepatnya gak pande."
Jawab Naja jujur. Terkadang ia pengen juga sih, kayak cewek kebanyakan lainnya, pake ini dan itu, cuma ya gimana.

Syukur-syukur Nasha sudah memberi tahu bedak yang bagus untuknya, gak melulu bedak bayi seperti yang ia pakai sebelum-sebelumnya. Dan akhirnya Naja juga tau, bedak bayi malah tidak bagus untuk kulit dewasa.

Tapi, alasan terbesarnya selain gak bisa adalah mager. Yang pake bedak seadanya aja sering keteteran pas mau berangkat kuliah, gimana kalo dandan? Hadeuh. Bisa bisa sampe dikampus, teman sekelasnya sudah pada bubar.

"Ini Naja dari mana? Kok kayak lagi training gitu?"

Bahu Naja merosot lemas, Naja jadi keinget urusan di Disnaker, yang ia tidak tau kini sampai nomor antrian berapa.

Ia berharap, hari ini waktu berjalan lambat untuk antrian kampusnya.

Naja tidak berharap banyak untuk hari ini, jikapun tidak sempat kesana lagi, setidaknya masih ada tahun depan, tapi tanggung jawabnya disini akan kebodohannya kemarin sudah ia lunasi.

Tidak berharap menang juga ataupun peluang di dunia modelling kedepannya. Ia hanya meminta hasil yang terbaik, ia hanya berusaha sebisanya.

"Oh itu, dari dinas. Ngurus magang."

Tidak disangka, Dendy tertarik, "Oh ya? Magang dimana? Kantor? Jadi akuntan?"

Naja menggeleng, "Di Jepang."

"Wah, jauh banget. Emang Naja bidangnya apa?"

"Mesin."

Dendy seketika takjub, "Waah, keren banget. Jarang lho cewek doyan bagian Mesin. Jadi nanti kerja disana ya?"

Naja seketika manyun, doyan? Doyan apaan, dari awal mulanya masuk juga karena lari dari kumpulan para cewek-cewek, mana rumus perhitungan yang bikin sakit kepala, bagian dan sistem mesin, terus kerusakan-kerusakannya. Belum lagi kalo praktek salah prosedur aja, bisa berabe dan bikin satu kelas kerepotan, resikonya kalo gak celaka ya mesinnya yang rusak, dan ganti kerusakan ke pihak kampus tuh mehongnya selangit, berhubung mesin yang dipake praktek juga dari pabrikan luar negeri.

Saking seringnya, udah biasa aja kalo jari kejepit mesin, atau kesetrum. Palingan lemes doang bentar, abis tu gak kenal kata kapok. Pokoknya anak Mesin tuh tahan banting dan tahan gebuk.

Tapi, meski banyak hal yang sulit, Naja mulai mencintai  jurusan yang ia kira tadinya hanya sekedar pelarian.

Nyatanya, ia betah saja hingga hari ini.
Ia menyadari, ia mulai merasa jurusan yang ia pilih itu sudah menjadi bagian hidupnya yang ia sukai.

"Naja? Naja melamun mulu, nanti kesambet lho."

"Eh iya, kerja disana. Maklum belum sarapan, hehehe."

Obrolan Dendy yang ringan membuat waktu terasa cepat berlalu, wajah Naja dan rambut Naja sudah selesai ditata.

Tinggal outfit saja yang dipakaikan. Dan diurus oleh mbak-mbak yang ntah siapa namanya.

Terdengar kisruh diluar ruang rias, antrian pertama yang baru selesai pemotretan. 

Ternyata baju yang dikenakan Naja tidak hanya sehelai, ada beberapa yang harus Naja kenakan dibeberapa sesi yang berbeda pula.

Naja segera diboyong ke ruang outfit, disana tampak beberapa stylish mondar-mandir membawa setelan pakaian.

"Kita ganti baju disini?" tanya Naja panik.

Si mbak tadi keliatan sedang memilah-milah baju dari gantungan, si mbak langsung terkekeh, "Ya enggak dong. Ada ruang lagi didalam. Ayo kita ganti."

Naja tersipu malu, ya wajar saja kan.  Abisnya dia pernah dengar dari Nasha, kalo udah ada lomba tuh ruang ganti jadi penuh, dan semua orang sibuk, jadi bakal ganti di satu ruangan.

Ya walaupun Nasha bilang ruang cewek untuk cewek dan begitu juga sebaliknya, tetep aja ga enak gitu lho buka-buka baju didepan orang ramai walau sesama cewek.
"Ayo, Naja. Mbak bantu gantiin."

"Nggg...  Boleh Naja aja yang ganti sendiri, Mbak? Malu."

Yap, kemarin dan kemarin Naja juga mengganti bajunya sendiri. Hanya nanti selesai mengganti ia tetap dibantu merapikan oleh stylish.

"Oke, nanti kalo kesulitan bilang Mbak ya. Dan jangan lama, gantian sama yang lain."

Naja mengacungkan jempol ke si mbak dan buruan ngacir ke ruang ganti.

Waktu yang berlalu mengiringi Naja memakai baju yang disodorkan si mbak tadi.

Naja terpukau melihat dirinya di cermin.

Gak ada soundtrack mellow.

"Aku siapa? Kamu siapa?"

***

Reja memandang Naja dari kejauhan.

Naja cantik, sangat cantik.

Bukan berarti Naja tidak pernah cantik, Naja selalu cantik baginya.

Hanya kali ini lebih cantik daripada biasanya.

Naja yang berjalan diatas panggung dengan penuh percaya diri, berlenggak-lenggok penuh pesona.

Seolah Naja yang biasanya terbang ntah kemana.

Aura Naja begitu terpancar, bukan Aura Kasih, tapi aura kecantikan yang seolah sebelumnya sembunyi dibalik sifat Naja yang minderan di setiap harinya.

Reja nyaris ngences melihat Naja diatas sana, dibawah sorot kerlap-kerlip lampu panggung, semakin mendukung semua mata yang terpukau akan Naja.

Reja lupa rasanya bertapak pada bumi ketika Naja perlahan memandang kearahnya, melambai dan mengedipkan mata penuh pesona.

Lalu, tiba-tiba Naja perlahan turun panggung dan menghampiri Reja dengan langkah anggun.

"Ja, hari ini gue nyatain didepan semua orang dan dunia, gue sayang sama lo, Ja. Gue nyaman sama lo. Gue pengen kita lebih dari temen."

Reja terbuai mendengar suara Naja yang lembut, berbeda dari Naja yang biasanya berbicara padanya dengan intonasi kayak kernet angkot.

Reja tak dapat berkata-kata, ia lantas berdiri dan menyambut Naja dengan pelukan. Diiringi tepuk tangan dan riuh sorak sorai dari sekeliling mereka.

Erat, lembut, penuh cinta, berbeda daripada pelukan gemas yang selama ini ia beri pada Naja.

Reja mendongakkan wajah Naja dengan lembut, seolah saling paham akan bahasa tubuh, Naja memejamkan matanya.

"Gak sia-sia gue bangun dari tidur gue, ngebolos kuliah, dan nemenin Naja disini." lirih Reja dalam hati sesaat sebelum....

***

-VHANIA-
Published on July 8th, 2021

Me & Fat BurnerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang