59. Berangkat Bersama

2.5K 145 2
                                    

Pagi ini Kiki sudah lebih baik. Hidungnya masih sedikit perih, tapi berkat ia obati semalam sudah sedikit mendingan. Rupanya obat dari Rena lumayan juga.

"Dek, nanti berangkat sama Fahmi, ya. Ayah ada urusan sama Om Bowo."

Kiki yang sedang mengunyah nasi goreng pun tiba-tiba menghentikan aktivitasnya.

"Kenapa nggak diantar Abang aja?" Tanya Kiki.

"Abang nggak ada kelas hari ini. Males mandi males ke mana-mana." Jawab Ken acuh.

"Ishh!"

"Kenapa memangnya kalau bareng Fahmi? Bunda lihat sekarang jarang bareng Fahmi. Marahan?" Tanya Amira.

"Ha? Eng-enggak. Kiki nggak marahan sama Fahmi. Iya, nanti Kiki bareng Fahmi." Kiki memilih untuk mengalah dan melanjutkan sarapannya.

Cepat-cepat Kiki menghabiskan nasi gorengnya. Dia meneguk susunya dengan cepat.

"Kiki berangkat. Nanti keburu ditinggal Fahmi." Kiki mencium tangan orang tuanya, juga Ken.

"Assalamu'alaikum." Kiki meraih tasnya di kursi.

"Wa'alaikumussalaam." Jawab mereka serempak.

"Hati-hati." Ucap Amira.

Kiki berdiri di depan gerbang rumahnya. Dia menatap gerbang di depannya, gerbang rumah Fahmi. Benarkah ia harus berangkat bersama Fahmi pagi ini? Bagaimana jika Fahmi ingin berangkat bersama Naina?

Tiba-tiba deru motor terdengar mendekat ke arahnya. Kiki menoleh, matanya menyipit. Seperti mengenal motor itu, pikirnya.

Motor besar berwarna putih itu berhenti di depan Kiki.

"Bangkit?" Panggil Kiki pelan saat empu motor itu membuka helmnya.

"Lo nungguin gue, ya?"

Dahi Kiki bergelombang mendengar ucapan Bangkit.

"Padahal gue nggak bilang kalau mau jemput lo, eh lo nya udah nunggu. Naik!"

"Ta-tapi,"

"Lo nggak mau berangkat bareng gue?"

"Bukan gitu,"

"Lo udah janjian sama orang?"

"Eng-enggak."

Mana mungkin Kiki janjian dengan seseorang. Siapa orangnya? Nandes? Tidak mungkin. Nandes ada pemadatan jam ke 0, tentu saja dia sudah di sekolah. Fahmi? Lebih tidak mungkin. Jika harus memilih antara Kiki atau Naina, Kiki rasa Fahmi akan memilih Naina.

"Ya udah ayo."

Tidak ada pilihan lain. Keenan tidak bisa mengantarkan Kiki, Ken juga begitu. Dari pada dia harus bersama Fahmi, lebih baik dia bersama Bangkit.

"Bangkit?"

Panggil Kiki ketika mereka di perjalanan.

"Hm?"

"Kenapa jemput Kiki?"

"Gue kepikiran sama luka lo, ya gimanapun gue harus tanggung jawab, kan?"

Kiki mengangguk dan tersenyum.

"Bangkit!!!"

"Apa sih teriak-teriak!"

"Jangan kenceng-kenceng bawa motornya!"

"Kenapa?!"

Mereka saling berteriak karena setelah Bangkit memberi tahu alasan kenapa ia menjemput Kiki, Bangkit menambah kecepatannya. Hal itu membuat suara mereka kabur terbawa angin.

K E E Y A R A [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang