48. Bukan Kiki

2.4K 149 1
                                    

Dengan terpaksa Kiki mengekori Keenan. Dia ingin menolak untuk ikut ke rumah Fahmi, tapi Kiki tidak tahu alasan apa yang tepat yang harusnya ia gunakan. Karena memang aneh rasanya jika seorang Kiki menolak untuk ke rumah Fahmi. Biasanya Kiki di sana sampai larut, bahkan Amira harus berteriak-teriak menyuruhnya untuk pulang dan mandi.

"Assalamu'alaikum." Keenan mengucapkan salam.

"Wa'alaikumussalaam." Suara Niken terdengar sedikit berteriak dari dalam.

"Keenan? Kapan pulang? Ayo masuk." Niken membuka lebar pintu rumahnya.

"Kemarin sore sampai rumah. Somad mana?"

"Somad lagi di belakang. Kiki, kamu lama banget nggak ke sini. Mama kangen lho." Niken mengelus pipi halus Kiki dengan ibu jarinya.

Kiki hanya tersenyum kikuk. Oh my God, ini pertama kali Kiki kikuk di depan Niken yang sudah seperti Mamanya sendiri.

"Ini kue dari Bunda, Ma. Kiki taruh dapur ya?"

"Bundamu itu selalu repot-repot gini." Niken menggeleng.

"Taruh piring sekalian terus bawa sini." Pinta Niken.

Kiki mengangguk, mengiyakan.

"Masih suka burung dia?" Keenan bertanya kepada Niken.

"Mana pernah dia nggak suka sama burung, Nan." Niken terkekeh.

"Kubuatkan minum dulu. Sebentar lagi Somad juga selesai. Dari tadi bolak balik terus, kebanyakan makan sambel dia."

Keenan tergelak. Tetangganya itu memang tidak tahan dengan pedas, namun selalu makan makanan pedas secara berlebihan. Tidak pernah kapok.

"Kiki?" Panggil Niken lembut saat Kiki sedang menata kue di piring lebar yang berada di depannya.

Kiki menoleh.

"Kenapa Kiki nggak pernah ke rumah Mama lagi, hmm?" Niken mengelus rambut panjang Kiki yang terurai di punggungnya.

"A-ah, PR Kiki akhir-akhir ini banyak Ma."

Niken tampak berpikir.

"Biasanya Kiki ngerjain PR bareng sama Fahmi. Ah tapi mungkin terlalu banyak ya, jadi nggak sempat ngerjain bareng Fahmi."

"Lagi kalau kamu ngerjain PR sama Fahmi bukannya selesai malah jadi berantakan PR kamu." Tambah Niken.

Kiki hanya terkekeh mendengarnya.

"Soalnya kata Kacung sama Ayah, kalau nilai Kiki turun, Kiki bakalan diajak berlayar sama Ayah terus diceburin ke laut biar dimakan hiu." Kiki mengingat-ingat.

Kali ini Niken yang tekekeh.

"Ya udah belajar yang benar biar nggak dibuang di laut." Niken tertawa sembari mengambil gula pasti dengan sendok makan, untuk membuatkan Keenan teh.

Kiki sebenarnya ingin bertanya kepada Niken tentang Fahmi. Keberadaan Fahmi. Kenapa batang hidung Fahmi tidak terlihat. Kiki juga ingin berlari menaiki tangga yang menghubungkan dua lantai di rumah itu. Rasanya Kiki ingin pergi ke lantai dua, masuk ke kamar yang bernuansa Arsenal dan merebahkan tubuhnya di kasur empuk itu. Kiki rindu harum maskulin yang langsung menyeruak ketika pintu kamar itu dibuka. Wangi maskulin khas Fahmi, sangat manly.

"Ma.." Panggil Kiki pelan.

"Iya, sayang?" Niken yang tengah mengaduk tehnya sama sekali tidak mengalihkan pandangannya dari empat gelas yang berisi teh di depannya.

"Nggak ding." Kiki memamerkan deretan gigi putihnya.

Niken menoleh, "Ada apa?"

Kiki hanya nyengir dan menggeleng.

Dia berjalan sedikit berlari dengan sepiring kue di tangannya.

Niken menatap Kiki heran. Tidak pernah Kiki seaneh itu. Kenapa dia jadi pendiam? Biasanya dia langsung teriak-teriak ketika di rumahnya. Tapi kali ini tidak, Kiki yang biasanya terus mengoceh dan menanyakan hal-hal aneh yang bahkan tidak perlu ditanyakan, kini menjadi sedikit pendiam, seperti membatasi dirinya. Bahkan Kiki tidak jadi melanjutkan ucapannya, bukan Kiki sekali.

____

Gatauuu lg mood bgt buat nulis. Jadi hari ini update dua part.

Seneng nggaaaaak? 😍

K E E Y A R A [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang