70. Fahmi Kembali?

2.5K 150 0
                                    

Bel istirahat berbunyi.

Sorak sorai memenuhi seluruh kelas di SMA Laskar. Begitu juga kelas Fahmi. Abas dan Thole yang paling keras berteriak.

"Bas, kantin yuk."

"Beli tempe goreng, yuk!" Tambah Thole.

"Biasa ya, gue pantatnya." Abas berdiri dari duduknya.

"Siap. Gue kepalanya."

"Terus badannya?" Wahyu bertanya.

"Satya aja." Tuding Abas.

"Ogah! Lembek!" Jawab Satya.

"Nanti kalau masih anget, renyah kriuk kress!" Thole bernyanyi seperti di iklan salah satu tepung.

"Korban iklan, anjir!" Satya menjitak kepala Thole.

"Receh, Thol!" Cibir Abas.

"Anjir!" Bukannya membalas jitakan Satya, Thole justru menjitak Abas.

"Mi? Lo nggak ke kantin?" Tanya Wahyu.

Persahabatan antara lelaki dengan lelaki memang lebih mudah. Mereka tidak pernah marah dalam kurun waktu yang lama. Berbeda dengan persahabatan wanita. Wanita lebih rempong dan alay!

"Kantin, kok." Jawab Fahmi.

"Fahmi?" Panggil Naina dari samping.

"Kantin?" Tanyanya.

"Hm. Mau bareng?" Tawar Fahmi.

Naina mengangguk antusias.

Wahyu dan yang lainnya menatap malas keduanya.

"Males deh gue kalo dia ikut ke kantin." Celetuk Abas.

"Sama." Thole mengiyakan.

"Tapi gue mau jemput Kiki dulu. Ikut?"

Wahyu dan yang lainnya tersenyum puas. Pelan-pelan Fahmi sudah kembali menjadi Fahmi yang dulu. Fahmi yang selalu perhatian dengan Kiki. Fahmi yang selalu menjemput Kiki di manapun Kiki berada. Fahmi yang selalu mengajak Kiki ke kantin, bukan apa-apa, Fahmi hanya ingin memastikan bahwa gadis mungilnya tidak telat makan.

Wajah Naina sedikit tertekuk.

"Iya." Akhirnya Naina tersenyum, senyum palsu.

Fahmi masuk ke kelas Kiki dengan Naina di belakangnya. Dia berjalan ke meja Kiki dengan tenang.

"Ayo ke kantin." Ajak Fahmi.

"Fahmi ke sini jemput Kiki?"

"Hm."

Mata Kiki berbinar. Meski Naina di belakangnya, Kiki tetap senang.

"Lo ke sini jemput Kiki, tapi sama Naina. Hahaha." Ira tertawa sumbang.

Naina menatap Ira dengan tatapan sinis.

"Ira.." panggil Kiki memperingatkan.

"Kenapa Ki? Gue bener kan? Lo jangan terlalu baik gitu. Kan jadi dibegoin terus."

"Ira. Fahmi nggak pernah kaya gitu."

"Susah ngomong sama lo. Udah ayuk ke kantin." Ira menarik tangan Kiki meninggalkan Fahmi dan Naina.

"Ira, tungguin Fahmi dulu. Fahmi kan ke sini jemput Kiki." Kiki berhenti di depan pintu kelasnya.

"Yuk!" Kiki terlonjak saat lengan atasnya disentuh oleh tangan yang kekar.

Dia mendongak ke samping, menatap wajah yang lebih tinggi darinya. Wajah tampan yang sedang menunduk dan tersenyum kepadanya. Fahmi, lelaki berwajah tampan yang sedang merangkul Kiki.

Ira tersenyum puas. Sedangkan Naina kembali menekuk wajahnya.

"Gue nggak akan biarin lo pergi lagi." Fahmi mengacak rambut Kiki dengan tangannya yang sebelah.

Fahmi dan Kiki berjalan di depan dengan tangan Fahmi yang masih bertengger di lengan Kiki.

Naina berjalan di belakangnya, bersama Ira.

"Ngapain lo tadi ikut Fahmi? Nyakitin diri sendiri aja." Ira berbisik di telinga Naina.

Naina hanya diam. Sama sekali tidak berniat merespon.

"Mending jauhin Fahmi. Dari pada lo makan ati."

"Sayangin diri lo, kalau bukan lo siapa lagi? Fahmi? Haha. Mimpi."

"Dan, jangan pernah ganggu mereka." Ira menatap dua punggung di depannya. Punggung yang sangat kontras. Yang satu tinggi tegap. Yang satunya kecil, jauh lebih kecil.

"Mereka udah bahagia, jauh sebelum lo ke sini." Ira menatap Naina sinis.

"Gue bukan orang yang gampang nyerah." Naina menatap Ira.

"Oh, silahkan. Silahkan berjuang. Kalau lo mau waktu lo kebuang sia-sia. Good luck, girl!" Ira menepuk bahu Naina dua kali.

Naina diam. Begitu juga Ira. Mereka berjalan di belakang Fahmi dan Kiki dalam diam.

Sedangkan dua orang di depannya, beberapa kali tampak tertawa bersama. Beberapa kali Kiki mendongak menatap Fahmi dan berujung dengan Fahmi yang mengacak rambutnya, menyentil jidat lebar Kiki, atau sekedar membawa kepala Kiki ke dekapannya. Dekapan yang singkat. Namun cukup membuat hati seseorang di belakang mereka terbakar.

K E E Y A R A [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang