7. Anterin Beli Celana Dalam

3.5K 205 2
                                    

"Abah?!" Suara Kiki terdengar begitu nyaring di dalam rumah dua lantai itu.

"Kiki, jangan teriak-teriak gitu."

"Abah mana, Ma?"

"Papa lagi keluar. Kamu itu jangan panggil Abah dong, panggil Papa biar sama kaya Fahmi. Ndeso banget kan kesannya kalau Abah." Jawab Niken, Mama Fahmi.

"Itu kan pangilan sayang Kiki buat Abah Somad." Kiki meringis.

"Fahmi mana, Ma?" Kiki celingukan mencari keberadaan sahabatnya.

"Di atas. Sana samperin. Jangan ganggu Mama, berisik suara kamu itu."

"Ih, Mama mah gitu. Nggak sopan tahu!" Kiki mendengus dan berlalu mencari Fahmi.

Niken hanya terkekeh dibuatnya. Niken ingin sekali memiliki anak perempuan, namun sampai sekarang ia belum dipercaya oleh-Nya. Tapi, keberadaan Kiki cukup menjadi pelipur dirinya. Niken sudah menganggap Kiki sebagai anaknya sendiri, tidak jarang Niken memberikan hadiah-hadiah kecil untuk Kiki, meskipun bukan dihari spesial baginya.

"Fahmi, Kiki masuk ya?"

"Jangan dulu!"

Kiki menurut. Kiki berdiri di depan pintu dengan lambang Arsenal yang begitu besar. Kiki sudah biasa melihat lambang itu, lambang itu dibuat oleh Fahmi sendiri beberapa tahun lalu. Fahmi membeli cat dan mengecat pintu kamarnya sesuai keinginannya.

"Masuk." Perintah Fahmi.

"Fahmi abis ngapain?" Tanya Kiki saat dia sudah di dalam.

Kiki langsung merebahkan dirinya di kasur berukuran single dengan sprai, sarung bantal guling, juga selimut bergambar Arsenal. Di tembok depan tempat tidur ada lambang Arsenal yang begitu besar. Di lemari Fahmi ada banyak stiker yang berbau club sepak bola kesayangannya itu. Banyak miniatur-miniatur yang berhubungan dengan Arsenal di kamar itu, mulai dari beberapa miniatur di meja belajar, lampu tidur, bahkan bingkai foto Fahmi-pun bergambar Arsenal. Di kamar Fahmi memang ada beberapa foto Fahmi dengan keluarganya, juga Kiki, entah itu sendirian atau berdua dengan Fahmi.

"Mandi."

"Lo udah mandi?" Tanya Fahmi.

Kiki hanya mengangguk.

"Fahmi, anterin Kiki dong."

"Kemana?"

"Cari celana dalam."

Mata Fahmi membulat sempurna. Dia tidak percaya dengan apa yang dikatakan gadis mungil ini barusan.

"Sakit lo ya?"

"Enggak. Kiki sehat."

"Lo ngapain nyuruh gue nganterin lo beli celana dalam? Mikir jorok lo, ya?"

"Kiki enggak mikir jorok, tahu!" Kali ini Kiki yang terkejut ketika dituduh demikian.

"Kiki pengen cariin celana dalam buat Bang Ken.  Fahmi tuh yang mikir jorok!"

Wajah Fahmi sedikit memerah karena malu. Bagaimana bisa dia berpikiran sejauh itu. Sepolos-polosnya Kiki, mana mungkin dia minta untuk diantarkan membeli celana dalam.

"Gue nggak mikir jorok." Fahmi membela diri.

"Ngaku deh! Kiki bilangin Abah ni."

"Ngaduan lo!"

"Bodo. Kiki bilangin nih ya. Ab-" ucapan Kiki terpotong karena Fahmi membekap bibirnya.

"Fahmi takut banget ya Kiki aduin ke Abah? Padahal Abah nggak ada di rumah." Kiki terbahak.

Sila! Lagi-lagi Fahmi dikerjai gadis mungil itu.

Fahmi tidak menanggapinya. Dia langsung berdiri menyambar kunci motor yang tergeletak di meja belajar dan bergegas turun. Kiki langsung berlari menyusul Fahmi.

"Mau kemana?" Tanya Niken.

"Keluar. Nganterin Kiki."

"Jangan pulang malam."

"Hm."

"Dada Mama Niken!" Kiki melambaikan tangan.

"Hati-hati, Ki."

"Siaaap!" Kiki teriak dari teras. Lihat, Kiki berteriak dari teras pun masih terdengar sampai dapur. Luar biasa sekali bukan? Pasti teriakan itu juga didengar oleh Bundanya, Amira.

K E E Y A R A [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang