"Fahmi?"
"Fahmi!"
Fahmi yang baru mendengar namanya dipanggil pun menoleh.
"Sorry?" Fahmi memastikan.
"Gu-gue panggil lo dari tadi." Ucap Naina ngos-ngosan.
"Sorry gue nggak denger."
"Lo mau ke mana?" Tanya Naina.
"Oh, ini. Gue mau ke kelas Kiki. Nganterin minum."
Naina menatap sebotol mineral di tangan Fahmi.
"Emang Kiki nggak ke kantin?"
"Nggak. Dia ada tugas dikumpul nanti pas masuk."
"Lo manggil gue ada apa, ya?" Fahmi bertanya.
"Oh, engg-enggak. Tadinya sih mau ngajakin lo ke kantin, tapi lo malah mau ke kelas Kiki. Gue ikut boleh? Soalnya gue nggak tahu mau ke mana."
Fahmi hanya mengisyaratkan jawabannya dengan anggukan.
"Lo deket lagi ya sama Kiki?" Tanya Naina saat di perjalanan.
Fahmi terkekeh.
"Bukannya gue deket sama Kiki dari dulu ya?"
"Eh.." Naina jadi bingung sendiri.
"Lo lagi nggak berpikiran kalau selama ini kita deket 'kan?" Fahmi mengangkat sebelah alisnya.
"Gue udah sempet mikir gitu." Batin Naina.
Naina hanya diam, tidak menjawab pertanyaan Fahmi.
"Na? Lo oke?"
"Ah.. oke, kok."
"Mi? Lo yakin masih mau sama Kiki?"
"Maksud lo?" Fahmi menghentikan langkahnya.
"Kan Kiki udah pernah sama Nandes, sama Bangkit juga."
"Kok gue nangkepnya lo bilang Kiki bekas Nandes sama Bangkit ya. Dan pertanyaan lo tentang masih mau sama Kiki itu kesannya kek Kiki nggak pantes gitu buat gue." Wajah Fahmi berubah menjadi datar. Selama ini dia berusaha terbuka dengan Naina, tapi kali ini Naina benar-benar keterlaluan.
"Gu-gue nggak maksud gi-gitu, kok." Naina salah tingkah karena tatapan Fahmi.
Fahmi tersenyum samar. Dia memegang pundak Naina.
"Yang perlu lo tahu, gue sama Kiki emang deket dari dulu. Jauh sebelum lo ke sini dan masuk ke kehidupan gue, bantu ngurus hidup gue kaya yang lo bilang waktu itu. Gue terimakasih banget sama lo. Seenggaknya lo udah mau dengerin gue selama ini. Lo udah mau ngalihin perhatian gue dari Kiki. Gue ngehargain tawaran lo itu. Tapi kalau lo pengen kita lebih dari sekedar teman, gue nggak bisa."
"Ta-tapi.. Fahmi.." Naina berkaca-kaca.
"Na, lo cantik. Lo bisa dapetin apa yang lo pengen. Kenapa lo harus milih gue dari sekian banyak cowok yang pengen sama lo."
"Gue nggak selalu dapet yang gue pengen. Nyatanya gue nggak dapetin lo!"
"Na.." Fahmi menenangkan Naina.
"Gue milih lo karena lo beda. Lo baik, lo selalu jaga perasaan orang yang lo sayang."
"Gue nggak sebaik yang lo pikir, Na. Gue emang selalu berusaha buat jaga perasaan orang yang gue sayang. Dan sekarang gue lagi berusaha buat jaga perasaan Kiki."
"Sesayang itu lo sama Kiki, Mi?" Tanya Naina dengan suara parau.
Naina sudah menangis. Dia tidak peduli jika seluruh sekolah tahu bahwa dia menyukai Fahmi. Dia selalu berusaha menjauhkan Fahmi dan Kiki dari balik layar. Naina, dia yang berhasil membuat Fahmi dan Kiki seperti ini. Naina datang menawarkan diri kepada Fahmi. Fahmi yang sedang kalut pun akhirnya menerima uluran tangan Naina.
Dia tidak peduli, toh tidak ada salahnya suka dengan Fahmi. Fahmi memang pantas digandrungi seluruh siswi di sekolahnya. Termasuk Naina.
"Iya. Gue sayang banget sama Kiki. Semua orang juga tahu kalau gue sayang sama dia." Ucap Fahmi dengan lantang.
"Tapi sampai kapan lo mau kaya gini, Mi? Kiki bahkan sama sekali nggak peka!"
"Bukan Kiki yang nggak peka. Emang gue yang selama ini nggak ngomong apa-apa ke dia."
"Kenapa sih, Mi lo selalu belain dia!"
"Na, lo apa-apaan sih? Gue nggak mau berantem cuma karena masalah sepele kaya gini."
Naina menatap Fahmi nyalang. Sepele? Ini perihal hati dan Fahmi menganggapnya sepele?
"Sepele lo bilang?! Lo ngapain sih, Mi sama dia? Dia nggak peka. Dia cuma cewek bego yang sok polos!"
"Na.. udah! Berhenti jelek-jelekin Kiki. Mau lo jelek-jelekin Kiki kaya gimanapun, kalau lo nglakuinnya di depan gue, lo salah. Salah besar. Gue lebih tahu dia dari pada lo. Jadi tolong, udah! Jangan bikin gue muak, bahkan buat jadi temen lo."
"Ma-maksud lo?" Suara Naina melemah.
"Kita masih bisa temenan, Na. Nggak melulu soal status yang selama ini lo kejar."
"Gue nggak ngejar status sama lo! Gue ngejar lo, Mi.." Naina semakin menangis.
"Sorry gue harus ke kelas Kiki." Fahmi mencoba pergi dari hadapan Naina. Dia sudah muak.
"Lo pergi dari sini, gue bakal bikin lo nggak bisa lihat Kiki lagi!" Ucap Naina penuh penekanan disetiap tetes air matanya.
"Lo lagi nggak main-main kan?" Fahmi mengangkat sebelah alisnya.
"Gue nggak pernah main-main, Fahmi!" Naina menyeringai.
"Ya baguslah. Semoga aja lo nggak lupa kalau gue Muhammad Fahmi Musfiq Amrulloh." Fahmi mengeluarkan smirk-nya, terlihat begitu tampan, namun sangat menyeramkan.
Fahmi seperti iblis yang siap menghabisi siapa saja yang ada di hadapannya. Fahmi menatap gadis dengan rambut sebahu itu. Cantik, tapi psikopat.
Ada sedikit penyesalan di hati Fahmi. Kenapa dia masuk dalam situasi di mana ada gadis psikopat di dalamnya. Fahmi jadi berpikir, kenapa dia tidak dari dulu saja mengakui semuanya. Mengakui perasaannya kepada Kiki. Dengan begitu, dia tidak perlu berurusan dengan gadis di depannya ini.
Fahmi melenggang pergi dengan langkah lebarnya.
Fahmi muak. Dia pikir, Naina bisa menjadi teman baik baginya. Setidaknya Fahmi bisa bertukar cerita atau berkeluh kesah dengannya, Fahmi pikir mereka bisa berteman baik.
Ternyata Naina terlalu mengambil hati atas semua kedekatan ini.
Tapi Naina tidak sepenuhnya salah. Takdirnya wanita memang terlalu membawa perasaan. Dan laki-laki seperti Fahmi datang dengan segala kebaikannya, yang ternyata hanya karena pemeran utama sedang tidak bisa berlaga. Ah, siapa yang salah?
KAMU SEDANG MEMBACA
K E E Y A R A [Completed]
Novela JuvenilInsyaaAllah lucu 😂 InsyaaAllah ndak nyesel kalo baca. DILARANG KERAS PLAGIAT CERITA SAYA!!!!!!! Kalian boleh membaca, tapi tolong, jangan diplagiat. Author nulisnya juga nggak gampang, perlu berbulan-bulan buat selesaiin cerita ini. Jadi tolongg, s...