88. Bangkit

2.8K 161 0
                                    

Bel istirahat berbunyi nyaring. Fahmi masih berada di kelas bersama sahabat-sahabatnya.

"Bas, lo jemput Kiki ya. Ajakin dia ke kantin. Gue ada urusan."

"Lah? Ngapa dah?" Tanya Abas.

"Ada. Gue duluan."

Fahmi pergi meninggalkan kelasnya.

"Fahmi ada urusan apa, sih?" Tanya Wahyu.

"Nggak tahu. Sama selirnya kali." Celethuk Abas.

"Ck! Nggak mungkinlah. Dodol! Selirnya aja masih di sini." Satya melirik Naina.

Thole terbahak, "Tau ah. Kantin yuk! Laper nih."

Abas dan Wahyu pergi ke kelas Kiki untuk menjemput Kiki dan Ira. Satya dan Thole ke kantin lebih dulu. Mencari tempat duduk.

Fahmi menuruni tangga dengan setengah berlari. Dia harus menemui seseorang. Ada sesuatu yang harus ia luruskan.

Fahmi masuk ke sebuah kelas, namun kelas itu tidak menunjukan tanda-tanda keberadaan orang yang dia cari.

Fahmi celingukan di depan kelas itu, mengedarkan pandangannya.

Mata tajamnya melihat seseorang yang sedang bermain basket. Siang-siang seperti ini, bermain basket sendiri. Dasar aneh.

Fahmi berjalan ke arah lapangan basket. Beberapa murid lalu-lalang karena memang ini waktu istirahat.

Fahmi merebut bola basket yang ada di tangan orang itu, lalu memasukkannya ke dalam ring. Fahmi memang kapten futsal, dia semacam spesialis futsal. Tapi bukan berarti Fahmi tidak bisa basket. Bahkan Fahmi bisa volly, badminton, renang, dan berbagai cabang olahraga lainnya. Begitulah Fahmi. Cenderung lebih pandai dibidang olahraga dari pada akademik.

"Boleh juga." Ucap orang itu.

Fahmi hanya tersenyum kecut, dia berjalan ke pinggir lapangan yang teduh, diikuti orang itu.

Fahmi duduk di pinggir lapangan, dan orang itu duduk di samping Fahmi.

"Ada apa? Sampai kapten futsal Laskar gangguin gue basket. Ngajak berantem lagi?"

"Sensitif lo, kaya cewek PMS." Fahmi terus memainkan bola basket dengan tangannya.

"Gue udah bilang, gue nggak doyan batang lo."

"Gue juga nggak mau kasih batang gue ke lo."

"Ya terus ngapain lo ke sini?"

"Sedekat apa lo sama Kiki?"

"Gue baru tahu kalau ternyata Fahmi sebegini posesif."

"Gue posesif karena gue jaga apa yang jadi milik gue."

"Sampai kapanpun dia tetep milik lo. Nggak perlu seposesif ini."

Fahmi hanya tersenyum kecut menanggapinya.

"Gue sama Kiki nggak sedekat itu. Gue bahkan cuma sebatas tahu namanya. Lo nggak perlu takut kalau Kiki bakal berpaling ke gue."

"Gue nggak takut."

"Emang seharusnya gitu. Toh, Kiki nggak suka cowok berantakan."

"Kalau lo rapi, dan Kiki suka sama lo?"

"Gue nggak bakal rapi cuma biar Kiki suka sama gue. Gue sama Kiki cuma teman. Gue peduli sama dia karena dia cewek pertama yang mau jadi teman gue. Itu aja."

"Terus gue harus percaya dari mana?"

"Ya terserah lo. Gue juga nggak butuh kepercayaan lo. Gue peduli sama Kiki karena dia nggak kaya orang di luar sana, nggak kaya lo, yang cuma nganggep gue sebelah mata. Yang selalu nilai gue Bangkit Si Brandalan. Cuma Kiki yang nganggep gue sebagai manusia, sebagai orang baik. Walaupun gue tahu, gue jauh dari kata baik, gue jauh dari apa yang Kiki pikirin."

K E E Y A R A [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang