Terhitung dua hari sejak kemarin Kiki di rumah sakit. Bukan waktu yang lama, tapi Kiki sudah bosan dibuatnya.
Hari ini, Kiki tidak masuk sekolah. Keadaan sekolah masih sama. Ada atau tidaknya Kiki, sama sekali tidak berpengaruh. Tapi keberadaan Kiki memberi pengaruh besar bagi segelintir orang, terlebih jika Kiki tidak masuk seperti ini.
Nandes yang notabennya kelas XII sedang disibukkan oleh pengayaan dan lesnya untuk menghadapi UN juga ujian masuk perguruan tinggi. Presentase untuk memikirkan Kiki sangat kecil, meskipun bukan berarti melupakan Kiki. Bagaimanapun, Kiki adalah adik kelas yang membuatnya jatuh sejatuh-jatuhnya, pada pandangan pertama.
Nandes tidak memiliki akses kepada Kiki saat ini, dia bahkan tidak memiliki nomor sahabat Kiki, Ira. Dia hanya memiliki nomor Kiki, dan Kiki tidak memberi kabar apapun. Hal itu menjadikan Nandes tidak tahu keadaan Kiki, bahkan dia tidak tahu jika Kiki sedang tidak baik-baik saja.
Lain dengan Nandes, lelaki dengan rahang tegas yang menjabat sebagai kapten tim futsal itu memiliki akses yang sangat luas kepada Kiki. Fahmi, dia mengerti betul bagaimana keadaan Kiki sekarang. Hanya saja Fahmi tidak mengerti bagaimana cara untuk menemui Kiki. Pastilah Kiki tidak akan biasa saja ketika melihat Fahmi. Fahmi tahu gadis mungilnya itu, dia tahu betul jika Kiki penakut. Dia sangat takut jika melihat Fahmi marah.
"Lo yakin nggak mau jenguk dia?" Tanya Abas saat mereka di kantin.
Fahmi hanya diam dan terus menikmati cilok kuah, makanan yang jarang Fahmi beli. Biasanya, dia membeli cilok kuah untuk Kiki, dan dia memilih menu lain seperti bakso, siomay, dan lainnya. Fahmi hampir tidak memiliki makanan kesukaan, semua makanan akan Fahmi makan dengan lahap.
"Mending lo jenguk deh, Mi. Emang nggak pengen tahu keadaannya?" Timpal Satya.
"Gue udah tahu."
Abas menghela nafas kesal.
"Tapi kan lo belum tahu sendiri. Siapa tahu dengan lo jenguk, Kiki jadi cepet sembuh."
"Mi?!" Abas yang diabaikan pun merasa kesal.
"Sumpah ya lo kalo kaya gini ngeselin banget!"
"Ck! Sensitif banget lo kaya cewek PMS!" Satya menjitak kepala Abas.
"Ya abisnya kzl!"
"Alay!" Celetuk Fahmi.
Fahmi berdiri untuk kembali ke kelas.
"Gue nggak peduli ya, Mi. Lo harus jenguk dia!" Abas terus mengoceh dalam perjalanan ke kelas.
"Mi?! Bangke!"
"Mi! Gue nggak mau tahu ya!" Abas terus mengejar Fahmi dan menceramahi Fahmi.
Fahmi hanya diam dan terus berjalan.
"Gimanapun ini gara-gara lo." Satu kalimat Abas membuat Fahmi menghentikan langkahnya.
"Gue cuma pengen belain dia." Ucap Fahmi dingin dengan tatapan tajam terarah pada Abas.
Abas tertegun.
"Ta-tapi kan dia kemarin udah nggak apa-apa, lo juga udah ketemu dia di kantin, kan?" Abas tak mau kalah.
"Iya. Gue ketemu dia di kantin sama cowok lain!" Ucap Fahmi penuh penekanan.
"Cowok lain yang lo maksud, Nandes?" Tanya Satya yang sejak tadi memilih diam.
Fahmi hanya mengedikkan bahu dan kembali melangkah.
Wahyu tidak terlihat bersama mereka karena dia masih kesal dengan Fahmi, begitu pun Thole, dia memilih ikut dengan Wahyu.
"Mi, lo nggak bisa gitu dong. Apa masalahnya kalau Kiki sama Nandes? Lo sendiri juga sama Naina, kan?"
"Itu beda."
"Di mana bedanya? Sama aja. Jangan egois lah, Mi." Abas masih terus membujuk Fahmi.
"Gue nggak egois."
"Ck. Lo egois Mi, lo kemarin uring-uringan gegara lihat Kiki sama Nandes kan? Tapi lo lupa kalau lo sendiri juga sama Naina."
"Gue uring-uringan bukan karena itu." Jawab Fahmi datar, meskipun sebenarnya itu juga salah satu alasan. Terlebih saat Nandes menarik Kiki untuk menjauh dari hadapan Fahmi, rasanya saat itu Fahmi ingin menghajar Nandes sampai Nandes kehilangan kesadarannya.
"Ya terus?"
"Bukan urusan lo."
"Ck. Jelas urusan gue lah. Kita dulu selalu bareng-bareng, Mi. Gue, Satya, Wahyu, Thole, Lo, sama Kiki. Ira juga sih kadang-kadang. Gue pengen kita kaya dulu lagi, Mi. Nggak kaya gini. Lo sama Kiki sendiri-sendiri, Wahyu sama Thole nggak ada di sini. Emang lo nggak ngrasa kehilangan gitu?" Abas terus mengoceh sampai mereka tiba di kelas, dan duduk di bangku masing-masing.
Wahyu dan Thole tidak ada di sana, entah mereka sedang di mana. Kelas sudah sedikit terisi, baru beberapa siswa yang di kelas karena waktu istirahat memang belum habis.
"Bener kata Abas, Mi." Satya kembali angkat suara.
"Gue nggak ngerti sih apa yang bikin kita kaya gini, semuanya terlalu alus sampai gue nggak sadar. Tiba-tiba udah gini aja." Ucap Satya.
"Gue sih tahu lo Mi, gue tahu gimana lo sama Kiki. Ya terserah lo sih kalau masih nggak mau jenguk dia. Gue nggak nyangka aja gitu, seorang Fahmi bisa nggak peduli sama Kiki. Kalau emang gegara Naina, lo bego. Ya gimana ya, gue sendiri nggak tahu sih kriteria cewek lo kaya gimana. Lo kan selama ini deket sama Kiki doang, ya siapa tahu Kiki bukan kriteria lo, lo sama Kiki cuma sebatas sahabat. Terus Naina datang, dan ternyata dia kriteria lo. Bisa aja sih. Wajar kalau emang Naina tuh tipe cewek yang lo pengen, dia cantik, imut-imut gitu, pipinya tembem, gue aja suka gemes. Tapi lo kan belum kenal dia Mi, ibarat lo tuh baru tahu namanya. Beda sama Kiki, lo udah tahu dia luar dalamnya. Bahkan udah pernah mandi bareng, lo tahu sifat Kiki, apa kesukaannya, apa yang nggak dia suka, bahkan di antara kita berlima cuma lo yang paling tahu tentang Kiki. Saran gue sih, jangan sampai orang yang baru lo kenal kemarin bikin lo lupa sama orang yang udah bertahun-tahun sama lo." Ucap Abas panjang lebar.
Satya hanya melongo melihat Abas, dibalik sifatnya yang genit dan playboy ternyata Abas menuruni kebijakan Mario Teguh, mungkin Abas adalah titisan Mario Teguh. Abas Teguh. Ah, kurang pas. Mario Abas? Ya terserah kalian, menurut kalian lebih pas yang mana.
"Ka, Tika, bagi minum dong! Tenggorokan gue kering banget!" Abas tiba-tiba berteriak memanggil Tika teman sekelasnya.
Tika memberikan botol minumnya yang tinggal setengah.
"Gue habisin ya?"
Tika hanya mengangguk, dia sedang menyalin catatan milik Astri. Tika sedang tidak ingin diganggu.
Abas meminumnya dengan cepat, tidak menyisakan barang setetes pun.
Satya terbahak melihatnya.
"Haus juga, lo?"
"Haus anjir! Nyeramahin Fahmi sampe dehidrasi tapi tetep aja kacang." Dengus Abas.
"Emang bangke tuh bocah." Satya terkekeh.
Di depan, Fahmi hanya diam. Diam-diam dia meresapi apa yang Abas katakan. Fahmi sebenarnya ingin menjenguk Kiki, tapi dia terlalu takut. Dia takut jika Kiki berubah. Dia takut Kiki tidak menerima kehadirannya.
Tanpa Fahmi sadari, dia telah banyak merubah Kiki. Dia telah membuat Kiki terbiasa tanpanya. Berangkat tanpanya, pulang tanpanya, ke kantin tanpanya, bahkan sekedar menyapa saja Kiki sungkan, semuanya berubah menjadi canggung.
Semua telah berubah, lambat laun Kiki menjadi Kiki yang lain jika di depan Fahmi. Beberapa kali mereka bertemu, dan hanya bisa saling tatap. Sesulit itukah untuk menetap?
______
Maaf baru bisa update, kemarin paketan abis 😅
Enjoy ya sayangg
KAMU SEDANG MEMBACA
K E E Y A R A [Completed]
Teen FictionInsyaaAllah lucu 😂 InsyaaAllah ndak nyesel kalo baca. DILARANG KERAS PLAGIAT CERITA SAYA!!!!!!! Kalian boleh membaca, tapi tolong, jangan diplagiat. Author nulisnya juga nggak gampang, perlu berbulan-bulan buat selesaiin cerita ini. Jadi tolongg, s...