Setelah mengantar Naina pulang, Fahmi langsung pulang ke rumahnya. Fahmi memang bukan tipikal anak yang suka nongkrong tidak jelas. Jika tidak ada keperluan, dia lebih baik pulang dan istirahat. Meskipun begitu, Fahmi bukan anak yang kuper dan tidak memiliki teman. Teman Fahmi banyak karena dia mudah bergaul, tentu saja dengan laki-laki karena teman wanita Fahmi hanya satu, sebelum Naina datang. Entahlah sebenarnya Naina teman Fahmi atau bukan.
"Assalamu'alaikum."
Fahmi mencium tangan kedua orang tuanya. Kebetulan Somad dan Niken duduk di teras. Somad sedang membersihkan kandang burungnya seperti biasa, sedangkan Niken hanya duduk menemani Somad sesekali membuka pembicaraan.
"Wa'alaikumussalaam."
Fahmi langsung tidur terlentang di teras rumahnya. Dingin. Cukup menyegarkan karena di luar matahari sedang tinggi.
"Masuk, makan dulu!" Perintah Niken.
"Iya, Ma." Fahmi justru menutup matanya.
"Ganti baju, Fahmi!" Kali ini ada penekanan disetiap kata.
"Iyaaa." Fahmi menjawab dengan malas.
Fahmi masuk untuk mengganti pakaian. Dia belum lapar, jadi langsung kembali ke teras bergabung dengan orang tuanya.
"Nggak latihan?"
"Nggak, Pa. Libur dulu kata Pak Handoko."
"Iyalah. Masa latihan terus. Sesekali libur biar bisa istirahat."
"Ini juga kan libur, Pa."
Fahmi dan orang tuanya terus berbincang seputar sekolah Fahmi dan hal-hal ringan lainnya.
Terdengar deru motor yang mendekat ke arah mereka. Awalnya Fahmi acuh karena rumahnya tidak terletak di ujung jalan komplek, mungkin saja itu pemilik rumah setelah rumah Fahmi.
Fahmi terus bercerita kepada kedua orang tuanya sampai motor yang berderu itu berhenti di depan rumahnya. Dia tidak ingin bertamu ke rumah Fahmi karena motor itu jelas berhenti di seberang jalan depan rumah Fahmi. Motor besar warna putih berhenti di depan rumah nomor 08.
Gadis mungil yang duduk di jok penumpang terlihat kesusahan saat turun. Tapi dia berhasil turun dengan mencengkeram pundak pengemudinya. Gadis mungil itu Kiki, sahabat sekaligus tetangga Fahmi.
Kiki menghadap ke rumah Fahmi. Fahmi bisa menangkap arah pembicaraan mereka dari mimik wajah Kiki. Sepertinya pengemudi itu ingin mampir karena beberapa kali Kiki berkata jangan dengan wajah yang seperti memohon.
Fahmi ingin tahu siapa pengemudi itu. Jika saja Fahmi melihat wajahnya, tentu Fahmi langsung mengetahuinya. Sayangnya, pengemudi itu menghadap Kiki dan membelakangi Fahmi. Fahmi hanya bisa melihat bentuk kepala dan model rambutnya saja. Rambut warna coklat tua dengan jambul yang berantakan, tubuhnya tegap, dia cukup tinggi, kira-kira se-Fahmi. Hoodie warna abu-abu muda melekat di tubuhnya. Celana yang dipakainya berwarna abu-abu, tapi Fahmi tidak tahu dia sekolah di mana.
Tatapan Kiki dan Fahmi bertemu sebelum akhirnya pengemudi misterius itu pergi dari rumah Kiki. Dia mengenakan kembali helm fullface-nya. Lagi-lagi membuat Fahmi tidak tahu wajahnya.
Kiki masih berdiri di tempatnya. Dia menatap Fahmi lekat, begitu sebaliknya. Rasanya dada Kiki sesak. Hatinya nyeri ketika dia mengingat ucapan Ira jika Fahmi tidak ingin berbicara dengan Wahyu dan justru memilih untuk mengantarkan Naina pulang. Bahkan sekedar mendengarkan ucapan Wahyu saja Fahmi tidak sempat. Padahal Wahyu ingin memberitahu Fahmi bahwa dirinya sedang sakit.
Kiki merasa sudah tidak berarti lagi. Muhammad Fahmi sudah tidak seperti dulu lagi. Fahmi yang dulu selalu di samping Kiki, kini dia membiarkan Kiki berjalan sendiri. Fahmi yang dulu selalu menjaga Kiki, kini dia membiarkan Kiki menjaga dirinya sendiri. Padahal Fahmi tahu, Kiki gadis lemah. Dia gadis kecil yang selalu membutuhkan Fahmi untuk di sampingnya, melindunginya. Kiki lemah, dia butuh Fahmi yang kuat.
Mungkin Fahmi terlalu kuat sampai dia terlalu sulit untuk digapai oleh Kiki yang lemah. Kiki terlalu lemah sehingga dia tidak mampu bertahan, tidak mampu menahan kekuatan Fahmi.
Cukup lama dia menatap Fahmi, tiba-tiba cairan bening lolos dari matanya. Kiki sudah tidak bisa menahannya lagi. Tabiat Kiki sebagai gadis yang cengeng dan manja memang benar adanya. Semua tahu itu, termasuk Fahmi.
Fahmi tidak bisa melihat air mata Kiki, namun dia bisa melihat jika bahu Kiki sedikit bergetar. Itu menandakan dia menangis. Fahmi terus menatap Kiki. Kiki mengusap matanya dengan kasar dan masuk ke rumahnya. Dia tidak mau terlalu lama terjebak dalam situasi menjijikan seperti ini. Kiki benci menangis. Kiki tidak suka menangis di pinggir jalan meski di depan rumahnya. Kiki tidak mau Somad dan Niken tahu jika dia sedang menangis. Terlebih lagi, Kiki tidak ingin Fahmi tahu jika dia sedang sakit, sakit hati dan raganya.
"Kiki emang cengeng. Tapi Kiki nggak mau nangis di depan Fahmi!" Kiki berlari masuk ke rumahnya.
Dia tidak menyapa anggota keluarga yang lain. Baginya akan lebih baik jika keluarganya tidak tahu tentang tangisan ini. Terlebih Ayah dan Abangnya, jangan sampai mereka tahu. Keenan dan Ken sudah susah payah menjaga Kiki, mereka tidak akan rela jika ada orang yang membuat peri kecilnya menangis. Peri kecil yang dengan susah payah mereka jaga, mereka bahagiakan, peri kecil yang dengan jiwa raga mereka lindungi.
"Kiki diantar siapa, Mi?" Tanya Niken.
Sepertinya Niken dan Somad tidak tahu jika Kiki menangis karena jarak yang cukup jauh.
"Nggak tahu." Fahmi langsung masuk ke rumahnya.
Fahmi masuk ke rumah karena dia ingin melihat Kiki dari balkon kamarnya. Dia tahu Kiki baru saja menangis. Tapi dia tidak tahu apa penyebab gadis mungilnya menangis, Fahmi tidak tahu jika Kiki tahu semuanya.
Fahmi duduk di kursi yang ada di balkonnya. Dia terus menatap pintu di depannya. Pintu yang berada di seberang jalan. Fahmi menunggu Kiki, setidaknya sekedar Kiki membuka jendela kamar atau pintu balkonnya. Itu sudah lebih dari cukup.
Dalam diam Fahmi terus memikirkan lelaki yang mengantarkan Kiki pulang. Dia bukan Nandes, lalu dia siapa? Bukannya Fahmi rela jika Nandes mengantar Kiki pulang, tentu saja Fahmi tidak rela. Kehadiran Nandes saja cukup menghambat ruang gerak Fahmi, apa lagi jika ada orang yang baru. Fahmi bisa tidak berkutik dibuatnya. Namun bukan Fahmi namanya jika ia menyerah dan memilih pergi.
"Jangan ada orang lain lagi, Ki. Tolong. Gue mohon, jangan. Gue nggak suka mereka dekat sama lo. Gue nggak suka, Ki."
"Bertahan Ki, bertahan sebentar lagi. Gue cuma butuh balikin semua kepercayaan diri gue. Tunggu sebentar lagi, Ki. Gue mohon sabar. Jangan pergi, jangan pilih yang lain."
"Jangan kasih celah buat mereka. Jangan biarin mereka masuk. Tunggu sampai semuanya jelas, dan kita sama-sama lagi."
Fahmi terus berkata dalam diam. Perasaan Fahmi campur aduk. Semua terasa semakin rumit dan sulit. Semakin banyak yang ingin dekat dengan gadis mungilnya. Fahmi tidak rela, tentu saja dia tidak terima. Fahmi pernah bilang hanya ada empat lelaki yang boleh dekat dengan Kiki; Keenan, Somad, Ken, dan dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
K E E Y A R A [Completed]
Teen FictionInsyaaAllah lucu 😂 InsyaaAllah ndak nyesel kalo baca. DILARANG KERAS PLAGIAT CERITA SAYA!!!!!!! Kalian boleh membaca, tapi tolong, jangan diplagiat. Author nulisnya juga nggak gampang, perlu berbulan-bulan buat selesaiin cerita ini. Jadi tolongg, s...