77. Penolakan.

2.7K 159 1
                                    

Kiki masih menangis di teras rumahnya. Menangis di samping Fahmi. Sudah setengah jam Kiki menangis di teras, padahal lukanya sudah Fahmi obati.

"Udah dong, Ki nangisnya." Fahmi jengah.

"Sakit." Cicit Kiki.

"Kan udah gue obatin."

"Tapi masih sakit."

"Nggak ada yang instan Ki. Sebentar lagi juga sembuh."

Kiki tidak berniat menanggapinya.

Kiki masih terus menangis, tidak ada yang Fahmi lakukan selain menunggu Kiki menghentikan tangisannya. Dibujuk pun tidak berguna. Kiki hanya akan berhenti jika dia lelah dan ada sesuatu yang lain yang mengalihkan perhatiannya. Seperti tadi, saat Kiki menangis karena Keenan berangkat, Fahmi mencoba menghiburnya. Tapi naas karena berujung dengan menyakiti Kiki dengan luka yang lain.

"Besok gue final." Fahmi mencoba mengalihkan fokus Kiki dari rasa sakitnya.

Kiki masih menangis.

"Lo nggak mau tanya apa gitu?"

"Nggak. Kiki lagi nangis!"

Fahmi terkekeh.

"Ya udah. Gue cuma pengen lo nggak jauh-jauh dari gue. Soalnya banyak cewek dari sekolah lain yang bakalan genit sama gue."

Kiki mendelik.

"Fahmi masih ingat kan, kalau Kiki nggak boleh dekat sama Kak Nandes?"

"Hm."

"Berarti Fahmi tahu kan harus ngapain?"

"Apa?" Fahmi pura-pura tidak tahu.

"Fahmi nggak boleh dekat sama yang lain!" Kiki meninju lengan kekar Fahmi.

Fahmi terkekeh dan mengelus lengannya, yang tentu saja tidak sakit.

"Iya-iya. Gue selalu inget." Fahmi mengacak rambut Kiki.

"Besok, Fahmi harus sarapan sebelum berangkat."

"Biar kuat?"

"Biar menang!"

Fahmi hanya mengangkat sebelah alisnya. Mungkin sarapan sebelum bertanding sama ampuhnya dengan minum susu kotak sebelum bertanding, sama-sama membuat Fahmi menang!

Kiki sudah tidak menangis, dia sibuk menceramahi Fahmi tentang apa yang harus Fahmi lakukan saat dan sebelum bertanding. Seperti sarapan dari rumah, jangan ganjen, jangan sok ganteng, jangan sok keren saat berhasil mencetak gol, dan sebagainya.

Tiba-tiba, deru motor terdengar mendekat ke rumah Kiki. Pintu gerbang Kiki yang terbuka membuat motor itu leluasa masuk.

Seorang lelaki jangkung turun dari motornya dan melepas helm yang ia kenakan.

Fahmi menatap tajam objek di depannya.

"Baru tahu, tamu masuk tanpa dipersilahkan." Fahmi berdiri dari duduknya.

Nandes, lelaki yang bertandang ke rumah Kiki itu hanya diam.

"Hai, Kee!" Nandes justru menyapa Kiki.

"Eh, ha-hai Kak." Kiku terbata membalasnya.

Kiki masih duduk, lututnya perih jika digunakan untuk berdiri.

"Lutut lo, kenapa?"

"Engg-enggak apa-apa. Ta-tadi jatuh."

"Ngapain ke sini?" Tanya Fahmi dingin.

Fahmi benar-benar tidak bisa bersikap lembut kepada kakak kelas yang menjadi saingannya ini. Bagaimanapun, Fahmi hanya siswa kelas XI yang masih labil, dan belum bisa mengontrol emosinya.

K E E Y A R A [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang