🎐MAGENTA | 7🎐

65.6K 3.7K 34
                                    

Semalaman, Magika tidak bisa tidur dengan nyenyak. Berulang kali ia terjaga hanya untuk mengecek ponselnya. Ia benar-benar mengharapkan setelah Magenta menyimpan nomornya cowok itu akan menelponnya, atau paling tidak mengiriminya pesan.

Namun hingga pagi menjelang, apa yang Magika harapkan tak kunjung terealisasi. Magenta tidak ada mengiriminya pesan sama sekali. Ini membuat Magika sedikit kesal, jadi untuk apa Magenta meminta nomornya kemarin? Hanya untuk koleksi saja gitu?

Dengan wajah yang ditekuk Magika mengoleskan lip tint ke bibirnya agar tidak terlihat pucat, kemudian gadis itu meraih ranselnya lalu turun ke lantai satu untuk sarapan pagi.

"Good morning every bo-------" Magika menghentikan ucapannya, kakinya pun ikut berhenti bergerak. Matanya membulat seolah tak percaya ketika melihat sosok manusia yang tengah duduk santai di sofa ruang keluarganya sambil mengunyah roti isi.

"Genta! Lo kok di sini?" tanya Magika heran, meski begitu nada keterkejutannya masih terdengar jelas. Bayangkan saja, belum pernah terbayang sebelumnya Magenta akan berkunjung ke rumahnya di waktu yang sepagi ini.

"Gi, sini sarapan dulu," ucap Mala, Mama dari Magika.

Magika pun langsung berjalan menuju mamanya yang berada di meja makan.

"Ma, kenapa ga bilang aku kalau ada dia?" bisik Magika sambil melirik Magenta.

"Eh? Mama kira kalian udah janjian sebelumnya."

Magika menggeleng. Jelas mereka sama sekali belum membuat janji sebelumnya. Kehadiran Magenta di sini adalah kejutan yang tak pernah Magika duga sebelumnya.

"Ceritain dong Gi, itu siapa? Pacar kamu?" Mala menarik turunkan alisnya.

Mendapat pertanyaan itu seketika pipi Magika memanas, warnanya berubah menjadi semu kemerahan tanpa bantuan blush on. Magika mengulum senyum malu menatap Mala mamanya.

"Doain aja bisa jadi menantu mama." Magika tersenyum, gadis itu lalu berdiri dan mengecup pipi mamanya. "Udah, Gika berangkat dulu ya ma."

"Iya, nak Genta. Tante titip Gika ya."

Magenta menoleh, cowok itu kemudian maju mendekat lalu mencium tangan Mala, "Iya tante. Tenang aja."

"Lo ngapain ke rumah gue? Tanpa bilang lagi."

"Bukannya seneng?" Magenta menaikkan sebelah alisnya sambil menyerahkan helm biru milik Magika.

Magika menghela nafasnya, jantungnya terasa di pompa ribuan kali lebih cepat dari sebelumnya. Iya benar dia menyukai hal itu, sangat sangat malahan. Tapi disini pertanyaannya, kenapa harus? Kenapa setiba tiba ini?

"Mau sampe kapan berdiri di situ? Mau nunggu sampe Selena Gomez jadi istri gue? Buruan naik, keburu telat!"

"Iya!" Magika bergegas untuk naik ke boncengan belakan motor Magenta.

Sepanjang perjalanan jantung Magika terus saja berdebar kencang, suasana ini benar-benar jauh lebih akward daripada yang kemarin. Di perjalanan, Magika cenderung lebih banyak melamun. Ia tidak memperhatikan jalanan sama sekali, sampai-sampai ia baru sadar kalau ia tidak diantarkan ke sekolah oleh Magenta. Cowok itu justru menghentikan motornya di depan sebuah rumah sederhana yang letaknya di pinggir jalan.

"Turun lo!" ucap Magenta.

"Kenapa?" tanya Magika bingung. Jelas gadis itu bingung, ya bagaimana tidak bingung coba. Dia pikir dia akan diantar sampai sekolah, nah sekarang kenapa ia justru diminta turun di sini? Di depan halaman rumah yang bahkan tidak ia ketahui pemiliknya siapa.

"Turun, buruan." Perintah Magenta sekali lagi, dan kali ini Magika menurut. Gadis itu turun dengan raut wajah bingung. "Lo gue anter sampai sini."

"Loh kenapa? Kan belum sampai sekolah?"

MAGENTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang