🎐MAGENTA | 8🎐

64.8K 3.3K 27
                                    

"Bikin proposal buat dies natalies sekolah!"

Suara itu membuat Magika yang tengah fokus terhadap ponselnya mendadak menatap kearah orang yang mengajaknya bicara. Di hadapannya berdiri Rendy, si ketua osis yang terkenal akan sifatnya yang sangat kaku dan juga ketus.

Entah bagaimana ceritanya Rendy ini bisa terpilih menjadi ketua Osis. Padahal Magika yakin tipe-tipe orang seperti Rendy ini pasti tidaklah di sukai oleh lingkungan sekitar. Mungkin semua sifat buruknya akan termaafkan jika memiliki wajah tampan, namun disini masalahnya Rendy terlalu pas pasan jika harus dikategorikan tampan. Jadi, apa yang orang lihat dari dirinya?

"Telinga lo masih berfungsi kan?!" ketusnya kembali.

"Iya, proposal nya di tujukan ke siapa?"

"Kepala Sekolah lah! Menurut lo siapa lagi? Mang ujang?!" ucap Rendy dengan nada ngotot.

Magika menghela napasnya sambil memutar bola matanya jengah. "Eh, nge gas banget si Lo dari tadi? Kalau lo itu motor, baru masuk gigi udah jemping duluan kali lo!"

Semua yang berada di ruangan ikutan tertawa mendengar celetukan asal dari Magika. Dilain sisi mereka juga heran darimana Magika bisa mendapat keberanian yang sedemikian besar untuk menjawab ucapan Rendy seperti itu.

Suara tawa kemudian seketika mereda ketika Rendy mengedarkan tatapan mematikannya ke setiap penghuni ruangan. Tatapan tajam itu kemudian beralih kepada Magika yang masih setia menatap cowok itu dengan tampang yang datar, gadis itu benar-benar terlihat biasa saja. Seolah ia memang telah terbiasa mendapatkan tatapan yang semacam itu.

"Besok, gue tunggu jam 9 di kelas gue!" ucap cowok itu dengan nada memerintah, lalu kemudian cowok itu memutar balikkan badannya dan pergi meninggalkan ruang Osis yang benar benar hening.

Magika menghela nafasnya, ia benar-benar tidak menyukai sifat cowok yang satu itu. Iya dia tahu bahwa Rendy adalah ketua, cowok itu adalah pemimpin di sini. Tapi bukankah seharusnya dia bisa bersikap lebih baik dari itu?

Seperti yang biasa ia lakukan, ia akan melimpahkan tugasnya kepada sekertaris osis nomor dua yaitu Disa. Dan ya, seperti yang bisa Magika tebak. Gadis berhijab itu tidak menolak sama sekali. Dengan anggukan mantap gadis itu mengiyakan permintaan Magika.

Setelah itu Magika memilih untuk pergi meninggalkan ruang OSIS untuk mencari udara segar, namun ketika telah sampai di luar bukan udara segar yang Magika dapatkan. Melainkan udara menjadi pengap seketika saat meliha Magenta melintas di depannya bersama Laras.

Posisi mereka yang saling berdekatan satu sama lain membuat Magika menjadi panas. Serius, itu membuatnya terbakar api cemburu. Tanpa pikir panjang lagi Magika memilih untuk mengikuti ke dua orang tersebut dari arah belakang.

Mereka berdua ternyata bergerak menuju kantin, Magika menghentikan langkahnya sejenak hanya untuk membiarkan kedua orang tersebut duduk dan memesan makanan. Baru setelahnya giliran Magika yang memesan makaman.

Gadis itu membawa sepiring siomay nya menuju meja yang jua di tempati oleh Magenta dan juga Laras. Kontan Magenta dan juga laras saling menatap heran akibat kehadiran Magika.

"Hai Gen," sapa Magika dengan seulas senyum di wajahnya.

"Hai," balas Magenta agak ragu, cowok itu kemudian melihat sekeliling untuk memastikan alasan Magika bergabung di mejanya. Yang Magenta lihat banyak sekali meja kosong di sana, dan pertanyaanya sekarang. Dari sekian meja kosong itu, kenapa Magika harus memilih meja ini yang jelas-jelas sudah terisi?

"Tempat lain kayanya masih banyak yang kosong deh." Laras berucap, atau lebih tepatnya menyindir Magika.

"Gue maunya duduk di sini, masalah? Emang kantin ini punya nenek moyang lo? Bukan kan?" Magika menaikkan sebelah alisnya.

MAGENTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang