🎐MAGENTA | 26🎐

52.1K 2.9K 58
                                    

Setelah sesi latihan berakhir, Magenta langsung bergegas membereskan barang-barang miliknya dan berniat untuk langsung meninggalkan ruang latihan.

"Gen, bawa motor?" tanya Magika.

Magenta menatap Magika sejenak, pertanyaannya sudah ketebak. Basa basi yang ujungnya pasti minta tumpangan pulang. Klise.

"Gak bawa," jawab Magenta jujur.

"Terus pulang naik apa?"

"Mobil."

"Ah gitu, gue bareng dong."

Bener kan tebakan Magenta tadi, Magika basa basi hanya untuk mencari tebengan. Ingin menolak tapi sepertinya percuma, Magika ujungnya pasti akan memaksa untuk diberi tumpangan. Alhasil karena gak mau ribet Magenta mengiyakan aja permintaan Magika.

"Gue gak langsung pulang nanti, gimana?" tanya Magenta ketika mereka mulai memasuki area parkir.

"Gak masalah, gue ikut kemanapun lo pergi. Asal sama lo gue pasti seneng," ucap Magika dengan senyum mengembang.

Magenta hanya memutar bola matanya jengah. Aneh sekali Magika kan perempuan, kenapa juga dia harus ngegombal seperti itu. Sorry ya, tidak semudah itu meluluhkannya hanya dengan gombalan receh semacam itu.

Tangan Magika terukur untuk membuka pintu mobil sedan hitam yang terparkir rapi di parkiran sekolah itu. Namun ketika ia membukanya, gadis itu membuka lebar mulutnya ketika melihat siapa yang sudah terlebih dahulu berada di dalam.

"La---ras?"

Gadis berambut panjang yang kini tengah make up tersebut menoleh ke arah gadis ber rambut panjang yang kini berada di luar dengan tatapan yang sama kaget nya. "Magika, lo ngapain di sini?"

"Magika mau bareng pulang," ucap Magenta yang kini sudah berada di kursi kemudi.

"Ah gitu." Laras menganggukan kepalanya. "Duduk belakang ya, gue udah terlanjur pewe di sini." Gadis itu mengukir senyuman di wajahnya.

Magika mengangguk, ia lantas menutup pintu depan dan berpindah ke pintu belakang. Ia duduk di sana sendirian, seolah ia adalah asisten yang sedang diajak jalan-jalan oleh majikannya.

Iya, sampai sengenes itu rasanya. Magenta dan Laras terlibat obrolan seru yang tidak dimengerti Magika sama sekali. Jadi ia ingin ikut nimbrung pun sungkan karena takut gak nyambung.

Gadis yang mencepol asal rambutnya itu hanya menunduk, menatap ponsel untuk menghilangkan kebosanan. Mobil yang ia tumpangi ternyata berhenti di sebuah pusat perbelanjaan yang cukup besar dan terkenal di ibu kota.

Ketika mereka turun dari mobil, Laras meminta Magika dan juga Magenta untuk membawa barang-barang gadis itu. Laras berjalan di depan sedangkan Magika dan Magenta di belakang.

Di sini lah Magika merasa menjadi kacung yang sebenarnya. Kesel tapi gak bisa berbuat apa-apa karena melihat Magenta dengan mukanya yang legowo itu.

"Gen, kenapa malah kita disuruh suruh gini sih?" bisik Magika karena Laras hanya berjarak beberapa langkah dihadapannya. "Berasa ratu banget apa itu anak." Magika ngedumel gak terima.

Magenta terkekeh melihat Magika dengan muka kesalnya. "Dia emang gitu."

Magika bergidik jijik. Mendengar ucapan Magenta, ia bisa menarik kesimpulan bahwa cowok di sebelahnya ini sepertinya sudah sering diperlakukan begini oleh Laras.

Yang bikin Magika kesal, kenapa Magenta diam saja diginiin? Memang Laras pikir dia siapa seenaknya saja nyuruh nyuruh.

"Lo kalau gak ikhlas, sini biar gue yang bawa. Kebetulan tangan gue nganggur sebelah."

MAGENTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang