🎐MAGENTA | 17🎐

56K 3.2K 17
                                    

Dengan wajah yang begitu sumringah, Magika berjalan di koridor sekolah sembari menenteng sesuatu di tangan kanannya. Gadis berambut panjang itu hendak menuju ke kelas Magenta, untuk memberi cowok itu makanan.

Sejujurnya Magika agak tidak enak ketika Magenta bilang ia adalah orang yang tidak tahu terimakasih, apalagi dengan intonasi yang sepertinya benar-benar serius. Jadi hari ini ia membawa makanan, hitung-hitung balas budi baik Magenta kemarin.

"Hai Gen!" sapa Magika ketika ia sudah berada tepat di sebelah cowok itu.

Magenta melepas earphone yang menyumpal di telinganya. Cowok itu berdecak kesal, ia merasa Magika pasti akan membuat harinya menjadi suram hari ini.

"Geser dong," ucap Magika, dan tepat seperti yang diintruksikan. Cowok itu bergeser ke bangku di sebelahnya, tempat dimana Jo biasa duduk.

"Ngapain?" tanya Magenta dengan muka malas.

"Mau kasih ini." Magika meletakkan bungkusan yang ia bawa diatas meja.

Sejenak Magenta menatap bungkusan itu, jika ia tebak isinya sepertinya adalah makanan. Namun, untuk apa juga Magika memberinya makanan? Apa motivasi yang mendasarinya?

"Apaan?" tanya Magenta. Walau sebenarnya dugaannya sudah benar benar kuat namun ia masih harus memastikannya kembali.

"Ini nasi goreng dan telur mata sapi spesial dari Magika untuk Magenta." Magika tersenyum sambil membuka bungkusannya lalu ia sodorkan tempat makan berbentuk kepala anjing itu ke hadapan Magenta.

"Pertanyaanya, kenapa lo ngasih gue ginian?" Mata Magenta tiba-tiba saja memicing ketika sebuah spekulasi begitu saja melintas di kepalanya. "Tunggu, jangan bilang lo mau ngebunuh gue pake racun?"

Magika membuka mulutnya, ia menatap Magenta dengan tatapan  tidak percaya. Setelah semua perjuangannya pagi ini, dengan semudah itu Magenta justru menuduhnya macam-macam.

Apa tadi katanya? Mau meracuni Magenta? Astaga, yang benar saja. Mana mungkin tega Magika membunuh orang yang ia cintai, dan lagipula Magika benar-benar masih menyayangi kehidupan remajanya. Ia mana rela kehidupan remajanya yang bebas dan indah ini harus berpindah ke dalam jeruji besi yang dingin dan menyedihkan itu. Membayangkannya hal semacam itu terjadi saja ia tidak kuat, apalagi jika harus menjalaninya.

"Hargain gue dikit aja bisa gak sih?"

"Nggak," jawab Magenta cepat, dan ini membuat Magika semakin kesal dibuatnya.

"Asal lo tahu, gue bikin itu sendiri. Gue cuma mau berterima kasih atas bantuan lo kemarin. Dan satu lagi, gue gak mungkin membunuh lo dengan racun atau apapun. Karena gue masih waras untuk nggak membunuh orang yang gue sayangi," ucap Magika serius, gadis itu kemudian berdiri dan pergi meninggalkan Magenta yang masih terperangah dengan kata-kata Magika.

Perasaan bersalah langsung menyelimuti batin cowok itu. Sedikit banyak ia merasa bahwa tindakannya pada Magika memang sudah sedikit keterlaluan. Ia tidak seharusnya melakukan sesuatu yang dampaknya akan menyinggung gadis itu. Namun apa boleh buat, semua sudah terlanjur terjadi.

"Magika mukanya kenapa ditekuk gitu? Lo apain dia?" tanya Jo yang baru saja datang di kelas. Sebelumnya ia sempat berpapasan dengan Magika yang tengah berjalan keluar dari kelasnya, sebuah kesimpulan dapat Jo tarik. Apalagi alasannya kalau bukan karena Magenta?

Tidak ada jawaban yang keluar dari mulut Magenta. Cowok itu menghela napas berat. Tangan kanannya meraih kotak makan berbentuk kepala anjing tersebut, ia memandanginya dengan raut wajah yang sulit di ekspresikan. Yang jelas disana tergambar berjuta perasaan bersalah.

"Well kalau lo gak mau cerita. Tapi kalau lo memang salah, sebaiknya lo minta maaf sama dia." Jo menepuk pundak Magenta beberapa kali.

🎐🎐🎐

MAGENTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang