🎐MAGENTA | 24🎐

53.6K 2.9K 7
                                    

Hari senin yang cerah Magenta kembali masuk ke sekolah. Di hari ini ada beberapa perubahan yang terjadi di sekolahnya, seperti beberapa bagian cat dinding sekolah yang di perbaharui, adanya tambahan bunga-bunga di pekarangan sekolah dan satu lagi yang cukup mengejutkan baginya. Rendy mengundurkan diri dari jabatan ketua OSIS, padahal jabatannya baru akan usai satu bulan lagi.

Di koridor sekolah, ketika Magenta berjalan sendirian ia sempat bersimpangan dengan Rendy. Rendy memberi tatapan mematikan kepada Magenta, alhasil Magenta pun juga menatap cowok itu dengan cara serupa. Namun tidak ada apapun yang terjadi setelahnya meskipun Magenta tangannya masih gatal untuk menonjok cowok itu.

Cowok yang hari ini memakai hoodie merah itu mengulurkan tangan kanannya untuk memutar handle pintu ruang yang biasa ia gunakan bersama band nya untuk berlatih. Hari ini ia akan memulai sesi latihan rutinnya kembali. Ketika melangkahkan kakinya masuk ia mendapati tatapan tidak suka dari Vino dan juga Jo yang sudah terlebih dahulu ada di sana.

"Kenapa?" tanya Magenta, alisnya terangkat sebelah.

Jo berdecak kesal melihat Magenta dengan wajah innocent nya itu. "Lo bilang mau ke toilet lima menit, dan sekarang udah lewat setengah jam Gen. Lo kemana sih?"

"Lumutan tau gak kita nunggu lo," ucap Vino dengan pandangan lurus ke arah ponselnya yang kini dalam posisi landscape.

Magenta nyengir kuda, cowok itu menggaruk belakang kepalanya. "Sorry, gue tergoda bau mie ayam tadi. Jadi ke kantin dulu," ucapnya sambil cengengesan.

Jo dan Vino hanya menghadiahi alasan Magenta itu dengan putaran bola mata, kemudian mereka pun memulai latihan mereka. Seperti biasa, Magenta di posisi Vokalis, Jo sebagai pemain drum, dan juga Vino sebagai gitaris.

Acara Dies Natalies sekolah akan berlangsung dalam hitungan minggu, dan Band The Rythm terpilih sebagai salah satu pengisi acara oleh karenanya mereka berlatih lebih lama hari ini. Rencana, mereka nanti akan membawakan dua lagu nanti. Lagu pertama adalah empty spaces yang di populerkan oleh James Arthur, dan yang ke dua adalah There no Way yang di populerkan oleh Lauv berduet dengan Julia Michaels.

"Menurut lo gimana kalau untuk lagu ke dua kita ngajak satu orang cewek buat duet sama lo Gen? Biar penampilan kita agak beda aja gitu." Vino memberi saran sambil meletakkan Gitar nya.

Magenta mengangguk. "Terserah aja sih, tapi siapa?"

Keheningan cukup panjang terjadi setelahnya, masing-masing dari mereka berpikir siapakah gadis yang tepat untuk diajak berduet dengan band mereka.

"Gimana kalo Vania," ucap Jo antusias, Magenta dan Vino kompak berpandangan satu sama lain dengan sebuah pikiran yang sama.

"Vania? suara dia emang oke?" tanya Magenta.

Bukannya mau meremehkan, merendahkan atau apa. Ia ingin band nya memberikan yang terbaik pada saat acara dies natalies itu, jadi ia tidak mungkin akan sembarang merekrut orang.

"Lagipula, seandainya suara itu anak bagus, memang dia bisa kooperatif sama kita? Ya lo tahu aja lah man, dia itu anaknya gimana," ucap Vino.

Magenta mengangguk, ia menyetujui ucapan Vino. Semua orang tahu Vania itu orang yang seperti apa. Gadis ber rambut sebahu itu dikenal sebagai ratu es dari IPA 5, gadis itu jarang atau bahkan hampir tak pernah bersosialisasi dengan yang lainnya. Jadi, Magenta agak ragu gadis itu akan setuju dengan wacana ini.

"Vania biar gue yang ngurus. Gue bakal pastiin dia setuju."

Magenta kembali mengangguk, setelahnya cowok itu meraih tas ranselnya yang ia letakkan di sofa. Cowok itu berdiri dan hendak akan meninggalkan studio, namun langkahnya harus terhenti akibat celotehan Jo.

"Bagus banget, datang terakhir pulang duluan. Gak tahu diri dasar," cibir cowok bermata minimalis tersebut.

Magenta hanya terkekeh, ia tidak menanggapi sedikitpun cibiran dari Jo.

🎐🎐🎐

Penyelenggaraan Dies Natalies sekolah semakin dekat, semua anak OSIS menjadi sibuk. Begitu pula dengan Magika, entah bagaimana ceritanya ia tiba-tiba saja bisa ditunjuk oleh salah satu guru yang merupakan penanggung jawab acara ini sebagai wakil ketua panitia.

Tentu awalnya ia menolak mati-matian penunjukan tersebut. Jelas Magika tidak ingin repot. Yang ia inginkan adalah hanya duduk manis sambil menonton, bukan malah sibuk di belakang panggung mempersiapkan ini dan itu. Tapi apalah daya, beragam alibinya tidak sama sekali digubris.

"Gi, kalo pengajuan sponsornya ke perusahaan ini aja gimana?" tanya Dani, cowok itu selaku ketua panitia disini.

Magika menoleh menatap layar ponsel Dani yang kini menampilkan nama salah satu perusahaan yang bergerak di bidang makanan. "Terserah, gue ikut aja," jawab Magika, ia malas untuk ribet. Jadi ia iyakan saja segala usulan dari Dani supaya semuanya cepat selesai.

Magika menatap jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya, sudah pukul lima sore. Ia ingin pulang segera, merebahkan tubuhnya di kasur yang empuk. Namun jelas ia tidak bisa, ia masih harus menanti sampai masalah sponsor fix.

"Cie berduaan aja, pacaran lo berdua?" sebuah suara berat tiba-tiba saja memecah keheningan yang tercipta.

Magika mendongak menatap si pemilik suara berat yang tak asing di telinganya tersebut. "Genta, lo kok masih di sini?"

"Kenapa? Gue ganggu kencan kalian, iya?" Alis cowok tampan itu terangkat sebelah.

"Apa sih, siapa yang kencan coba," sahut Magika tidak terima.

Jelas Dani hanyalah sebatas sahabatnya. Sahabat baiknya. Jika ada orang yang sangat ingin Magika kencani, orang itu adalah Magenta. Perasaan Magika belum berubah untuk cowok di hadapannya ini meski belum ada tanda-tanda cowok itu membalas perasaanya. Sedetik setelahnya, kening Magika berkerut menatap Laras yang tiba-tiba saja hadir diantara mereka bertiga.

"Genta, lo jadi anter gue kan?" tanya gadis cantik berambut panjang tersebut.

"Jadi kok. Kita jalan sekarang?" Magenta menatap dalam mata Laras.

Jelas perasaan Magika sakit melihat cara Magenta mentap Laras, ia cemburu melihat cara Magenta memperlakukan Laras. Namun ia tidak dapat berbuat apa-apa, ingin ia marah dan mengungkapkan ketidak sukaannya. Namun ia sadar, ia bukan siapa-siapa.

"Gue duluan ya," ucap Laras sambil tersenyum manis, gadis itu lantas menarik lengan Magenta dan pergi dari sana.

Magika menghela napasnya kasar, semenyakitkan ini ternyata ketika melihat orang yang ia cintai justru jalan sama perempuan lain.

"Gue kan udah pernah bilang, itu anak berdua pasti ada something."

Magika menoleh menatap Dani, gadis itu mengangguk membenarkan. Kemungkinan itu sangat besar, sepengetahuannya mereka memang berteman dekat sejak SMP, bahkan sampai SMA. Jadi kemungkinan mereka menyimpan rasa satu sama lain sangatlah besar.

"Udah sore Gi, mendingan lo pulang aja deh. Apa perlu gue anter?" tawar Dani.

"Ga usah, gue bawa motor sendiri kok." Magika mengulas sebuah senyum di wajahnya.

"Yaudah, hati-hati."

🎐🎐🎐

MAGENTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang