Tio stop disamping ruko tempat dirinya berbisnis sekaligus menetap. Terlihat tidak memenuhi standar karena ia belum mampu untuk membeli rumah terpisah dari lokasi tempat dirinya membuka usaha laundry. Ia turun dan langsung berlari ke arah pintu penumpang yang ternyata sudah dibuka oleh sang guru. Tio mendengus.
"Apa kamu tidak bisa menunggu..?" tanya Tio dengan wajah sangar tidak pernah tersenyum ini.
"Menunggu..? Saya tidak mau menunggu. Lagian saya bisa sendiri.." jawab Imelda santai seraya menggangkat bahunya. Ia menutup pintu mobil dengan hentakan mantap.
Tio menghela napas panjang. Ia menyuruh Imelda untuk jalan duluan.
Kedua baru saja berjalan ke arah pintu, suara bocah berteriak senang menyambut kedua orang ini.
"Ayaaaaahhhhh... ?!"
"Teaa..cher.. Imelll..?!"
Bu Wiwin dibelakang Intan tergopoh mengejar cucunya ini.
Tio melompat mengejar Intan yang mau menabrak Imelda.
"Hupsss...?!" Tio mengangkat Intan dengan cepat sebelum menabrak Imelda.
"Ayaaahh.. Au tea..cher..Imel..?" Intan merengek, tangannya menggapai tubuh sang guru.
Imelda tersenyum, ia mendekati Tio yang mengendong sang bocah cantik ini.
"Hai..?" sapa Imelda lembut. Hatinya berdenyut karena cintanya pada anak-anak selalu seperti ini.
Tio mematung, tangan Intan terulur ingin ikut Imelda. Sang guru paham maksud bocah tersebut.
"Sini sayang.. ?" Imelda menatap wajah Tio yang mengernyit seolah terkejut dengan panggilan kasih ini.
"Ayah..?" pinta Intan pada ayahnya.
Tio mengulurkan Intan pada Imelda dengan pelan, bu Wiwin mengamati dengan mata berkaca-kaca. Ia rasa jodoh anak tirinya ini sudah datang.
Intan memeluk Imelda ketika sudah digendong.
"Angii.." desah Intan dileher Imelda menyatakan harum tubuh sang guru.
Imelda menyeringai karena ucapan cedal Intan. Ia pun mencium rambut anak cantik Tio ini.
"Kamu juga wangi...?" balas Imelda lalu menciumi leher Intan yang berbau bedak bayi dengan bercanda membuat sang balita tertawa senang.
Tio menatap takjub interaksi antara anaknya dengan sang guru. Tubuhnya menegang. Si*l! Tio mengutuk Imelda yang begitu alami keduanya melakukan hal itu. Seolah mereka sudah kenal sangat lama.
"Oma.. oma.. ?" Intan berseru memanggil neneknya dengan senang.
"Iya sayang.. Oma di sini.. Ayo kita masuk dari samping saja..?" ajak bu Wiwin pada semuanya.
Tio mengangguk, Imelda mengawasi usaha laundry milik lelaki ini yang masih beroperasi. Mungkin shift sore yang bekerja sekarang pikir Imelda kagum dengan kerja keras sang lelaki sangar dari ayah sang balita yang ia gendong ini. Intan terlihat mengusel-usel bahu Imelda seolah wanita ini ibu kandungnya.
Bu Wiwin berjalan duluan, Imelda melangkah dengan hati-hati sedangkan Tio menjaga keduanya dari belakang.
"Atu.. Atu.. Intan ayang tea..cher..?" Intan sudah menyanyi saja seperti nyanyian yang pernah balita ini dengar di video. Bu Wiwin sering memutarkan lagu anak-anak untuk melatih pendengaran dan kosakata cucunya ini.
"Oohh.. Pintar sekali kamu nak.. Saya juga sayang Intan.." balas Imelda supaya Intan senang.
Tio merasa dadanya sesak melihat perlakuan kasih sayang Intan pada wanita yang baru saja dikenalnya ini. Ia tidak mau anaknya merasa sedih ketika nanti sang guru tidak ada disini.

KAMU SEDANG MEMBACA
PELAJARAN NADA CINTA {Geng Rempong : 14}
RomanceTio Suwandi, 29 tahun, seorang duda anak satu. Selalu sibuk dengan urusan bisnis laundry dan tentu saja mengurus anaknya. Ia tidak peduli dengan urusan cinta lagi karena hatinya sudah mati bersama kepergian sang istri yang tiada. Imelda Marli, 24 ta...