35

1.9K 91 16
                                    

Sesuatu yang hangat menempel diperutnya, Imelda mengeliatkan tubuhnya dengan malas. Otaknya masih setengah sadar karena belum bangun sepenuhnya. Lalu, ia merasa setuhan lembut disisi tulang rusuknya, kali ini ada yang tajam menusuk kulitnya. Imelda tersentak dari tidurnya. Ia kemudian mengerang geli karena yang tajam itu adalah janggut Tio mengesek perutnya.

"Akang..?" gumam Imelda dengan suara serak, ia berusaha bangun dari posisi berbaring tapi tangan besar Tio menahan dadanya. Well, telapak tangan besar Tio mendarat ditempat yang tepat. Kepala Imelda terhempas kembali ke bantal. "Kang.. In.. Intan..?" bisik Imelda waspada karena tadi ada Intan tidur ditengah-tengah mereka. Tio tidak merespon, lelaki ini sibuk dengan menciumi pusar Imelda dengan gemas dan menjulurkan lidahnya untuk merasakan kulit halus disana. Imelda menarik rambut suaminya karena tidak merespon pertanyaan darinya. Tio membalas tarikan rambut tersebut dengan meremas salah satu bukit indah milik istrinya itu membuat Imelda tersentak. "Kang.. Stop..!" desak Imelda.

Tio menarik wajahnya dari perut istrinya yang putih mulus ini. Ia tadi terbangun karena gerakan Intan mengeser-geser tangannya. Dengan cepat, ia menggendong anaknya untuk dipindahkan ke kamarnya sendiri. Setelah mengantar Intan, ia kembali ke kamar tidurnya dan melihat kalau baju tidur istrinya ini sudah terangkat sampai ke perut menampakkan tubuh mulusnya. Tentu saja tubuhnya langsung bereaksi melihat hal tersebut. Ia melihat jam di dinding yang menunjukkan pukul 4.15 fajar. Well, tepat sekali untuk serangan fajar.

"Apa kamu ingin tambahan waktu...?" tanya Tio dengan dagu ditumpangkan diatas perut rata Imelda, ia tadi melihat ada bekas sayatan samar seperti bekas operasi. Apa istrinya ini pernah dioperasi pada bagian perut?

"Bukan.. Hmm.. Mana Intan..?" Imelda mencoba untuk tidak terengah karena dagu suaminya yang mengelitik sisi bawah perutnya. Ia menggangkat setengah tubuhnya untuk melihat Tio.

"Intan..?" Tio pura-pura linglung perihal Intan, ia lalu menyeringai lebar, mengangkat tubuhnya sehingga menampakkan tubuh tanpa busana yang membuat mulut istrinya terbuka. Tio terkekeh senang karena ia berhasil mengalihkan perhatian Imelda dari anaknya. "Intan baik-baik saja.. Apa kamu suka karena bisa melihat Alu..? Teman seperjuanganku ini..?" Tio pun berkacak pinggang memperlihatkan tubuhnya yang sehat pada sang istri.

Imelda melotot menatap tubuh yang terpapar keren didepannya ini, mulutnya membuka dengan air liur mengumpul seolah ia anak kecil yang 'ilearan'. Tubuh suaminya benar-benar bikin wanita panas dingin. Ia yakin kalau teman seperjuangan Tio itu siap untuk kegiatan diatas tempat tidur. Pikiran kotor terbesit didalam otaknya. "Apa.. Hmm.. Alu senang..?" suara Imelda seperti mencicit. Matanya nanar menatap tubuh suaminya itu.

Tio yang berkacak pinggang itu menggoyangkan pinggulnya, "Yah.. Dia senang.. Apalagi ini waktunya sarapan pagi.." setelah berkata seperti itu, Tio menjatuhkan tubuhnya ke ranjang, menarik Imelda berguling sehingga istrinya itu berada diatas. "Ahhh.. Inilah tempat yang tepat untuk kita.." desah Tio dengan suara berat.

Imelda tercekat, gaun tidurnya yang tadi berada dipinggang tidak bisa menutupi tubuh suaminya yang sekarang menekan pas diujung pinggulnya. Ia merasa terbakar saat ini juga. "Hmm... Apa kali ini kita tidak diganggu lagi..?" tanya Imelda dengan pipi panas. Telapak tangannya terulur mengusap perut Tio yang terasa hangat tersebut.

Tio mendesah. Ia mengangkat tangan kanannya, diletakkan di bawah kepalanya. Ia menatap wajah istrinya yang baru bangun tidur. "Aku jamin kita tidak diganggu setidaknya sampai dua jam ke depan..."

Imelda kali ini menyeringai malu. Ia tidak menampik ingin sekali menyentuh tubuh sang suami. Tapi, ia tidak tahu harus mulai dari mana.

Tio yang membaca raut wajah Imelda segera paham. Tangan kirinya memegang telapak tangan kanan sang istri.

PELAJARAN NADA CINTA {Geng Rempong : 14}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang