Imelda menenangkan dirinya didapur bersama Intan dan sang babysitter. Entahlah kenapa ia langsung mengangkat Intan dan membawanya ke dapur, seolah ia butuh kekuatan dari sang balita.
"Tea..cher..? Num.. Num..?" Intan menunjukkan botol mineral yang berisi air diatas meja.
Imelda tersenyum paham. Ia mengambil botol mineral itu, membukanya lalu menyodorkan pada Intan dengan perlahan membantu balita itu minum.
"Apa Intan sudah makan..?" tanya Imelda pada babysitter yang duduk disalah satu kursi didapur.
"Sudah teteh.. Tadi ada nasi dan kaldu ayam. Assisten rumah tangga teteh Janet yang mempersiapkan makanan untuk semua anak-anak.." jawab babysitter tersebut sopan. Babysitter itu terlihat berusia sekitar 18 tahun dan paham perihal mengasuh dan merawat balita.
"Baiklah.. Makan sudah, minum sudah, bobo siang juga sudah tadi kan..?" ujar Imelda sembari memainkan rambut Intan dengan gemas.
"Ya.. ya.." seru Intan terlonjak-lonjak dipangkuan Imelda dengan senang.
Imelda tertawa, segera saja masalah dengan ayah sang balita sejenak terhapus dari benaknya karena terhibur dengan ulah mengemaskan anak ini.
Sekitar 15 menit bergurau dengan Intan, Tio muncul diambang pintu dapur.
"Intan.. Kita harus pulang nak..?" ujar lelaki itu tegas dan berjalan ke arah Imelda untuk mengambil anaknya yang duduk tertawa dipangkuan wanita yang sudah menolak lamaran darinya ini.
Imelda dan Intan terdiam berbarengan. Babysitter terlihat ingin berdiri dikursinya.
"Fan.. Kamu beres-beres dulu tas dan perlengkapan Intan dikamar anak-anak..?" pinta Tio pada Fani, si babysitter yang baru 2 minggu ia dapatkan dari yayasan khusus untuk membantu dirinya jika ibunya tidak bisa mengasuh anaknya.
Fani langsung berdiri dari posisi duduk dan berderap ke arah kamar tidur anak-anak tanpa banyak bicara. Babysitter ini terlihat sangat segan dan sedikit takut dengan pembawaan dingin Tio ini.
"Ayah.. Num..?" ucap Intan dengan menyeringai sembari mau mengambil botol mineral diatas meja.
"Tidak nak.. Ayah tidak haus.. Kita harus pulang.. Ayoo.. Ikut ayah.. ?" Tio mengulurkan tangannya ke arah Intan.
Intan memandangi ayahnya dengan ekspresi bingung orang dewasa, kemudian sang balita menoleh ke arah Imelda masih dengan ekspresi yang sama.
Imelda yang diam dipandangi Intan tidak bisa menghalangi ketika sepasang lengan Tio terulur dan mengambil anak tersebut.
Tio memisahkan Intan dari wanita yang merunyamkan hidupnya dalam waktu yang singkat.
"Tea.. Cher..?" panggil Intan pada Imelda yang duduk terdiam.
"Ya..?" respon Imelda dengan mendonggakkan kepalanya karena memang Tio posisinya lebih tinggi dari dirinya yang sedang duduk.
"Kiss...?" tukas sang balita dengan mulut yang sudah dimonyongkan membuat Imelda tersenyum geli karena balita ini mudah sekali melumerkan suasana.
Mulut Tio berkedut ingin tersenyum karena ulah anaknya ini. Ia mengamati Imelda yang berdiri mendekati mereka. Intan menggapai Imelda namun tidak dilepaskan oleh Tio untuk mencium Imelda.
Imelda mendekati tubuh panas Tio yang sedang mengendong anaknya itu. Memanjangkan lehernya untuk menjangkau Intan.
"Muaccchhh...!" suara Intan yang mencium mulut Imelda membuat sang guru terkikik. Intan pun tertawa senang. Sedangkan, Tio menahan diri karena harum yang menguar dari tubuh wanita ini membuat tubuhnya tegang dan memanas. Segera saja pikirannya teringat dengan kejadian didalam toilet menambah tubuh bagian bawahnya mengejang.
"Diam kamu 'alu'.. Tidak usah bergerak-gerak.." desis Tio tanpa sadar.
"Alu..?" Imelda nyeplos tanpa sadar juga mempertanyakan apa yang dikatakan oleh Tio.
Tio tersentak. Lehernya terasa panas dan wajahnya antara mau tertawa, meringgis atau malu malah membuat Imelda bingung. Ada apa dengan Tio?
Tio menarik Intan dengan tegas. Ia tidak menjawab pertanyaan Imelda karena tentu saja itu tidak bisa jawab. Ada gurauan dulu antara dirinya dan Ira perihal alu dan lesung ketika mereka memadu kasih. Well, alu tentu saja bagian tubuhnya yang masih berkedut tidak jelas didalam celana jeans miliknya ini.
"Tidak.. Aku tidak bilang apa-apa.. Ayo nak.. " Tio mengabaikan Imelda yang berdiri dengan wajah sedikit tersinggung karena diabaikan.
"Bye.. Muachh.." Intan mengangkat tangannya memberikan kissbye pada Imelda membuat sang guru tersenyum kecil dan mengangkat tangannya.
Tio pergi dengan langkah pelan tapi tegas. Hatinya berdenyut nyeri seolah meninggalkan sesuatu lebih tepatnya seseorang. Tidak.. Jangan kamu pikirkan terus wanita itu batin Tio kesal. Toh, wanita itu sudah menolak niat baik kamu untuk dinikahi. Kalau memang kejadian ditoilet itu tidak berarti bagi sang guru. Well, tidak masalah. Tio menarik napas berat. Sebenarnya, itu jadi masalah dirinya karena ia merasa tidak mampu membangkitkan hasrat sang guru pada gairah. Ia pun menghembuskan napas lagi dengan berat. Intan mengulurkan tangannya menepuk-nepuk bahu sang ayah seolah menyemangati Tio untuk lebih bersabar.
"Iya nak.. Terima kasih banyak untuk dukungannya.." gumam Tio lalu menemui keluarga Haris dan Janet di ruang keluar untuk permisi pulang.
Imelda yang masih didapur mengusap wajahnya dengan lelah bercampur sedih. Ia sudah kehilangan ciuman pertamanya gara-gara lelaki berwajah masam itu. Ia saja masih merasa gelenyar-gelenyar hangat karena apa yang dilakukan oleh Tio itu pasti mampu membuat para wanita tidak akan turun dari tempat tidur dalam waktu singkat. Dan, ia sudah tepat menolak niat baik dari ayah Intan ini karena ia sangat tahu kalau dirinya pasti tidak akan bisa membahagiakan lelaki itu jika mereka sampai menikah.
"Yah.. Lebih baik seperti ini.. Saya juga tidak ingin akang Tio nantinya merasa tertipu karena sudah menikahiku.." Imelda menarik napas panjang dengan berat. Telapak tangannya meraba ke arah perutnya dengan perasaan sedih. "Tidak apa-apa.. Semuanya akan baik-baik saja.."
****

KAMU SEDANG MEMBACA
PELAJARAN NADA CINTA {Geng Rempong : 14}
RomanceTio Suwandi, 29 tahun, seorang duda anak satu. Selalu sibuk dengan urusan bisnis laundry dan tentu saja mengurus anaknya. Ia tidak peduli dengan urusan cinta lagi karena hatinya sudah mati bersama kepergian sang istri yang tiada. Imelda Marli, 24 ta...