30

1.4K 84 3
                                    

Tio sedang sibuk mengawasi para staff yang bekerja di laundry. Ada yang sedang marker pakaian pelanggan, washing towel, pressing sheet dari hotel rekanan. Ruangan laundry ini terdengar riuh bersemangat lantaran juga suara musik yang diputar membuat mereka tidak stress dalam bekerja. Tio hanya bisa mendengus menahan tawa karena staffnya sangat senang bekerja sambil bernyanyi. Ia lalu masuk ke kantornya untuk memeriksa semua laporan pemasukan beserta pengeluaran.

Sudah hampir satu minggu ini Tio terlihat tenang, agaknya ia tidak terlalu memikirkan lagi penolakan dari Imelda. Anaknya juga tidak rewel untuk bertemu dengan wanita itu. Ia tambah bahagia. Hidupnya memang satu setengah tahun belakangan ini terlihat suram, jiwanya juga terasa hampa tanpa mendapatkan perhatian dari seorang wanita. Tio duduk dikursi dengan pikiran melayang, melamunkan mendiang istrinya yang cantik dan panas. Ia merindukan bagaimana mengusap lembut kulit istrinya. Tio tahu awalnya sang istri selalu memperhatikan kakak tirinya, Benny. Namun, ia juga berkeyakinan kalau istrinya mempunyai perasaan padanya. Dan, ia sangat menyesal serta menyanyangkan sikap istrinya yang terbuai oleh rasa benci pada Gita, istri dari kakak tirinya itu. Yah.. Itu cerita masa lalu.  Sekarang ia akan lebih fokus pada anak dan bisnisnya saja. Sekelebat banyangan wanita merasuk dalam pikirannya ketika ia menandai pengeluaran chemical.

"Sudahlah alu.. Jangan ikutan tegang. Kamu ini tidak sopan. Wanita itu sudah menolak kita, apa kamu tidak gengsi..?" Tio menggerutu pada tubuhnya yang langsung saja mengeras ketika ia teringat pada Imelda.

Tio tidak mengubriskan tubuhnya yang membandel dibawah sana, ia terus memperhatikan laporan. Ketika suara ketukan dikantornya terdengar. Tio hampir terlonjak dari kursinya.

"Yah.. Siapa..?!" seru Tio dengan suara kesal karena menganggu kerjanya.

"Maaf kang.. Itu ada bu guru datang.." seru Via dari balik pintu.

Tio langsung berdiri dari kursinya. Ia tidak butuh kejelasan lagi kalau bu guru itu siapa. Dengan cepat meninggalkan kursinya, Tio berderap ke arah pintu.

"Kenapa dia ke sini.. Dan dimana..?" tanya Tio dengan suara terdengar bersemangat membuat Via menahan senyuman.

"Hmm.. Ada diruangan tamu kang.." Via langsung menyeringai ketika Tio berlalu dari kantor secepat kilat menuju ruang tamu. "Semoga saja teteh Imelda membawa keceriaan terus pada akang Tio.." Via berjalan ke arah ruang operasional.

Imelda sedang menguncir rambut halus Intan. Sang balita terlihat sangat senang, Intan memilih pita untuk dipasangkan dirambutnya.

"Oyen...?" ucap Intan dengan suara cedal namun bisa dipahami oleh Imelda. Pita berwarna orange yang diikatkan dirambut balita itu membuat Imelda tersenyum lebar.

"Kamu sangat manis nak.. Ughhh.. Gemes..." Imelda menciumi leher Intan membuat balita tersebut terkikik senang. Disaat itulah Tio muncul di ambang pintu. Melihat keduanya dengan hati membuncah senang.

"Ayah..?!" seru Intan ketika melihat ayahnya diambang pintu.

Tio berjalan ke arah anaknya yang berada dipangkuan Imelda. Ia menunduk untuk mengambil sang balita. "Sini nak.. ?" Tio mencium pipi Intan yang berbau bedak. Intan membalas ciuman dipipi ayahnya bercambang. "Eli... Hihi.." balas Intan ketika merasakan geli karena cambang ayahnya tersebut. Tio menyeringai karena ucapan anaknya ini.

Imelda terpaku melihat betapa sayangnya Tio pada sang anak, hatinya teremas-teremas karena mengingat kalau dirinya tidak akan bisa mempunyai anak. Dan, sekarang ia harus berjuang untuk bisa meyakinkan Tio agar bisa menikahi dirinya sebelum Fikri melaksanakan rencananya itu.

"Hmm.. Maafkan saya kang datang tiba-tiba.." suara Imelda terdengar sedikit gugup. Tio sekarang menatap Imelda, ia penasaran kenapa sang guru datang kesini.

"Yah.. Itu sih tidak masalah, hanya saja aku penasaran karena selama ini aku yang berpikiran kalau kamu tidak menyukaiku tapi masih mau menemui kami disini..?" Tio mengangkat alisnya terkesan penasaran sekaligus waspada. Ia tidak ingin dirinya merasa malu dan sakit hati lantaran ditolak.

Imelda memundurkan tubuhnya ke sandaran sofa dengan gugup. Tio semakin penasaran, ia mendekati sofa lalu duduk disamping Imelda membuat sofa itu meledut karena beban tubuh mereka. Intan malah tertawa karena tubuhnya terjebak diantara dua orang dewasa itu. Tio menyeringai karena suara tawa anaknya yang riang itu. Imelda ikutan tersenyum.

"Nah.. Apa yang membawa kamu ke sini teacher Imel..?" tanya Tio setelah anaknya tidak lagi tertawa geli. Sekarang, Intan bergumam 'teacher..' terus menerus seolah ingin dihapalkan. "Nak.. Ayah dan teacher Imelda akan bicara.. ?" Tio mengangkat tangannya ke dagu Intan untuk mendiamkan anaknya yang bergumam. Sang balita langsung terdiam.

Hawa panas dari tubuh Tio yang sangat dekat dengan Imelda membuat wanita ini sedikit gelisah.

"Saya.. Hmm.. " Imelda jadi bingung mau berkata apa.

Tio juga tidak membantu, lelaki ini malah mengamati Imelda dengan tatapan tajam yang mampu melelehkan es. Sedangkan, Intan jadi penasaran, bocah ini sibuk memainkan kancing baju di setelah kerja Imelda.

"Katakan saja Imel.. Kita tidak perlu basa-basi lagi kan..?" ujar Tio dengan nada datar terkesan kejam.

Imelda menggigit bibirnya. Jantungnya mulai berdetak lebih cepat. Ia pun menarik napas panjang dengan perlahan.

"Well, saya ingin menikah dengan akang.." ucap Imelda dengan suara jelas membuat Tio bengong.

*****

Awww... Teacher Imel sudah mengatakannya dengan jelas ingin menikah dengan akang Tio.. Hmm.. Itu tindakan yang sangat berani..

Bagaimana respon akang Tio dengan hal ini. Kita baca di chapter berikutnya.. Jangan bosan untuk menunggu update dariku ya..

Thanks

CNN

*****

PELAJARAN NADA CINTA {Geng Rempong : 14}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang