"Aku rasa ini tidak semudah yang kamu ucapkan bro.." suara Yogi agak merenung karena ia mempunyai penilaian kalau Imelda tidak akan dengan mudah menerima penawaran dari Tio.
"Aku tahu itu.. Tapi, tidak ada yang salah kan untuk diutarakan, jika permintaan maafku tidak berhasil itulah jalan satu-satunya..?" balas Tio dengan suara bimbang.
"Hmm.." Haris hanya berdehem saja.
"Kalau begitu, ayo kita keluar.. Kita akan mendengarkan dari teacher Imelda permintaan maaf dari Tio karena adikku ini dengan sangat kelewatan 'menyudutkan' wanita itu diatas wastafel.." ucap dokter Benny dengan sedikit sarkasme dinada suaranya.
Tio hanya menarik napas dengan berat. Giri menatap Burhan yang hanya mengangkat bahu bidangnya saja tidak mau mengomentari lebih lanjut karena mereka belum terlalu mendapatkan titik terang kenapa Tio sampai dikatakan sebagai' lelaki tidak layak untuk wanita'.
"Baiklah.. Kita keluar.." Haris berdiri dari posisi duduknya dan mempersilahkan semua teman-temannya untuk keluar duluan sehingga mereka bisa bersama menemui Imelda dan rombongan geng Rempong yang lainnya. "Aku rasa ini akan sedikit kacau.." bisik Haris didekat bahu Giri.
"Aku juga rasa seperti itu bro.. Ini tercium bau persekongkolan dan ditambahi dengan bumbu tipu muslihat. Aku tidak tahu siapa yang menebarkan benih ini, tapi yang pasti semoga benih ini bisa tumbuh dengan subur.." bisik Giri dengan suara agak menahan senyuman.
"Betul yang kamu katakan itu bro.. Semoga saja rombongan wanita digeng rempong ini mendapatkan apa yang mereka inginkan, jika tidak, maka kita yang akan dimintai bantuan.." balas Haris dengan suara agak muram lantaran tahu pasti ada ulah dari rombongan istrinya itu.
Giri hanya menjawab dengan kata 'hmm..' saja lalu mereka semua sudah berada diruangan keluarga dengan rombongan lelaki yang tidak ikut ke ruangan kerja menunggu santai sembari menonton TV.
"Apa ada kabar buruk? Lengan patah? Kulit sobek atau Jari putus..?" tanya Syarif sedikit menyeringai membuat Tio mengeram.
Amran menyikut pinggang kakaknya itu membuat Syarif terbatuk. Haris menyeringai dibelakang Tio karena ucapan adik iparnya tersebut. Syarif memang ceplas-ceplos.
"Sayang sekali tidak ada bro.. Kami justru ingin memanggil teacher Imelda dan rombongannya..." suara Burhan seolah menyesal karena tidak adanya baku hantam didalam ruangan kerja tadi.
Emran menahan rasa tawa karena ucapan Burhan ini, dengan tubuh tegap dan mempunyai kepalan tangan yang kuat. Ia rasa Tio akan dilarikan ke rumah sakit jika mereka terlibat baku hantam.
"Sudah-sudah.. Kalian duduk saja dulu. Aku akan panggil rombongan wanita, dimana mereka..?" tanya dokter Benny setengah bingung karena tidak melihat istrinya.
"Didalam kandang mereka bersama induk singa..?" jawab Rendy santai membuat Syarif terbahak tanpa bisa tertahan. Amran sekali lagi menyikut pinggang kakaknya itu. Andi dan Bram bertukar senyuman karena tahu maksud dari ucapan Rendy ini.
Dokter Benny mengernyit tidak paham. "Maksud bro Rendy itu, mereka ada dikamar tamu sekarang bersama ketua geng.." ucap Tony sembari menunjukkan arah kamar tamu. Benny mengangguk paham lalu bergegas ke arah kamar tidur tamu.
Tio disuruh duduk, lelaki ini duduk diatara Haris dan Giri. Terlihat seolah menjadi bocah nakal dan mau dihukum oleh pak polisi atau seorang guru batinnya sedikit resah.
"Tenang saja bro Tio.. Mereka berdua tidak akan menelan kamu tapi para wanita yang akan mengaum jika kamu salah langkah.." ucap Yogi malah tidak membantu Tio untuk tenang.
Rendy mendengus ingin tertawa karena mengaum cocok sekali dengan ungkapan para wanita digeng Rempong.
"Iya.. Jangan salah melangkah ya bro.. Kami sih belum tahu pasti apa penyebab kamu sampai membuat embun dikaca toilet tadi.." tukas Syarif dengan nada santai membaut pipi Tio terasa panas. Semua lelaki saling berpandangan dan paham maksud perkataan Syarif

KAMU SEDANG MEMBACA
PELAJARAN NADA CINTA {Geng Rempong : 14}
RomanceTio Suwandi, 29 tahun, seorang duda anak satu. Selalu sibuk dengan urusan bisnis laundry dan tentu saja mengurus anaknya. Ia tidak peduli dengan urusan cinta lagi karena hatinya sudah mati bersama kepergian sang istri yang tiada. Imelda Marli, 24 ta...