9

1.5K 97 0
                                    

"Aku tidak tahu kalau kamu ini sangat keras kepala..?" tukas Emran sedikit kesal pada sepupu dari istrinya ini.

"Saya tidak keras kepala kang.. Hanya saja, saya sudah mendapatkan rumah kost.. Teteh Nandini berbaik hati menanyakan pada dokter Puspa perihal rumah sang dokter yang hanya ditunggui seorang wanita. Tepatnya perawat. Dia wanita sama sepertiku. Kami bisa tinggal bersama dirumah itu.." jelas Imelda pada Emran.

Emran melotot pada istrinya. Tapi, Nandini hanya tersenuyum saja, ia tahu lelaki itu sedikit kesal karena dirinya mendului mencari rumah kost untuk Imelda.

"Well, setidaknya kamu bisa menginap disini malam ini..?" ujar Emran dengan nada tidak mau dibantah.

Imelda mengamati sepupunya. Nandini berujar, "Iya Imel, menginap saja malam ini. Toh, kamu sudah lelah kan sedari siang..?" bujuk Nandini.

Dengan menghela napas panjang, Imelda mengamati Emran dan Nandini. "Kalian berdua sangat baik padaku.." suaranya jadi serak.

Nandini berjalan ke arah Imelda, menarik bahu sepupunya itu lalu memeluknya erat.

"Kamu keluargaku Imel.. Sudah sepatutnya kami membantu.. " suara Nandini begitu lembut.

Emran tersenyum, ia tahu istrinya ini sangat pengertian. Ia sih sangat setuju Imelda tidak tinggal di daerah yang menurutnya rawan untuk wanita itu sendiri. Dengan adanya pengusiran, maka Imelda setidaknya terhindar dari marabahaya.

"Nah.. Ini sudah sore.. Sebaiknya kamu istirahat dulu karena saya harus mengurus Eman dulu.." Nandini melepaskan pelukan dibahu Imelda, mencium pipi sepupunya itu.

"Aku juga mau mandi sore.. " Emran bergerak ke arah istrinya yang berjalan ke kamar tidur mereka berdua. Ia tahu Eman tadi masih tidur.

Imelda yang mau bergerak ke kamar tamu terhenti ketika bunyi bel berdenting di ruang tamu.

"Siapa ya..?" gumam Imelda sedikit mengernyit. Ia berjalan ke pintu ruang tamu dan membuka pintu. Tampaklah sosok lelaki yang berdiri dengan mata tajam serta wajah masam didepan Imelda. Tio.

"Kenapa kamu ada disini..?" tukas Tio langsung tanpa basa-basi.

Imelda melotot pada Tio. "Memangnya kenapa? Tidak boleh? Ini rumah suami sepupuku. Tentu saja saya bisa ke sini kan..?" balas Imelda ketus. Toh, memang benar yang ia katakan ini.

Tio mengamati wajah Imelda yang terlihat lelah dibalik topeng ketusnya itu. Ia selalu berkata sedikit kasar atau bahkan kasar kalau bertemu dengan wanita ini. Bagaimana tidak kasar, anaknya sampai menggigau memanggil Imelda ketika tertidur. Ia tidak bisa mewujudkan keinginan anaknya yang aneh itu.

"Apa Emran ada di rumah..?" tanya Tio lebih lembut dan seolah tidak pernah ada perkataan kasar darinya tadi.

"Ada.. Akang Emran lagi di kamar tidur sama teteh Nandini.." balas Imelda juga seolah tidak ada percakapaan kasar diantara mereka. "Masuk saja.. Nanti saya panggilkan kang Emran.." Imelda mundur dari pintu ruang tamu mempersilahkan Tio untuk masuk. "Silahkan duduk dulu.." Imelda lalu bergerak ke arah ruang keluarga meninggalkan Tio yang menggamati dirinya.

Tio mengernyit menatap kepergian Imelda. Ia ke rumah Emran mau mengambil surat kontrak dari Amran, saudara kembar Emran perihal kerja sama laundry miliknya dengan salah satu agensi model kenalan Kamelia, istrinya Amran. Ia sangat senang dengan kontrak kerja ini. Semua teman-teman kakak tirinya ikutan mempromosikan laundry miliknya pada teman dan relasi kerja mereka. Ia beruntung. Tio berpikir sendirian sekitar 10 menit diruang tamu menunggu Emran.

"Hai bro..?" suara Emran mengejutkan Tio dari pikirannya.

"Hai.." Tio berdiri dari sofa, tangannya terulur ke arah Emran untuk berjabat.

"Sehat-sehat kah kamu bro..? Intan..?" tanya Emran seraya membalas gengaman erat tangan Tio.

Tio tersenyum lebar. Wajah garangnya itu terlihat relaks.

"Aku sehat. Begitu juga keluargaku.." jawab Tio santai.

"Baiklah... Aku senang mendengarkannya.." Emran mempersilahkan Tio untuk duduk lagi. Ia tahu alasan Tio datang ke sini. Kakaknya, Amran menitipkan kontrak kerja untuk Tio. Kakaknya lagi pergi ke Yogyakarta untuk pemotretan sehingga tidak bisa menemui Tio secara langsung.

Seorang assisten rumah tangga muncul dengan membawa baki berisi gelas dan pitcher air minum beserta camilan yang langsung diletakkan diatas meja.

Tio agak kecewa karena bukan Imelda yang keluar membawa baki air minum.

"Kemana wanita cerewet itu..?" gumam Tio tanpa sadar.

"Siapa yang cerewet..?" sambar Emran dengan penasaran dengan sinar mata paham. Ia seolah tahu kalau Tio mencari Imelda. Imelda tadi langsung ke kamar tidur anak tirinya, Hafis untuk bermain.

"Ehh.. Bukan.. Bukan siapa-siapa.." balas Tio dengan suara agak malu.

"Oke.." ucap Emran santai. Ia menuangkan air dari pitcher ke dalam gelas. "Minum dulu bro..?" ajak Emran seraya mengulurkan gelas air berisi sirup dingin rasa leci pada Tio.

"Ya.. Terima kasih.." Tio meneguk air sirup itu dengan sesapan pelan. Emran ikutan minum dengan pelan. Ia tampak releks. Kegiatan mandinya tadi sudah membuat dirinya merasa tenang dan bersih.

"Apa aku bisa mengambil kontrak kerja dari Amran..?" tanya Tio pada Emran.

"Hmm.. Bisa.." jawab Amran dengan memperhatikan Tio yang terlihat membawa beban di bahunya itu.

Tio menarik napas lega. Ia tidak mau lama-lama dirumah Emran ini jika ada sang guru juga berada disini. Ia tidak mau mengingat kalau anaknya sangat terpengaruh dengan sepupu Nandini ini.

"Ehh.. Akang Tio...?" suara Nandini terdengar senang. "Nak.. Ini uncle Tio.." Nandini mengendong Eman yang melonjak-lonjak melihat ayahnya minta gendong.

Emran menyeringai lebar, ia berdiri mendekati istri dan anaknya.

"Sini anak ayah yang tampan...?" Eman tertawa ketika ayahnya menciumi pipinya.

Tio ikutan menyeringai. Ia tahu bagaimana rasa bahagia ketika memeluk anaknya sendiri.

"Nah.. Karena akang Tio sudah disini. Maka, jangan pergi sebelum makan malam. Karena sebentar lagi waktunya makan malam.." ucap Nandini dengan nada tidak mau ditolak.

Emran tersenyum dalam hati. Ia tahu rencana istrinya ini yaitu berusaha menjadi mak comblang bagi Tio dan Imelda walaupun itu tidak perlu. Ia sangat mengetahui kalau Tio seperti kena pecut ketika berdekatan dengan Imelda

"Tapi.. Aku.."

"Jangan menolak bro.. Sebentar saja kok makan malamnya.. Intan ada yang jaga kan..?" potong Emran ketika Tio mau menolak.

"Ibuku.. Beliau selalu menjaga Intan sampai aku pulang.." jawab Tio dengan penuh syukur.

"Nah.. Kalau begitu akang santai dulu diruang keluarga... Ayo nak.. Kita biarkan ayah dan uncle Tio bersantai.. Kita ke kamar kakak Afis menemui auntie Imel..?" Nandini mengambil Eman dari pangkuan suaminya.

"Kakak..? Auntie..?" tanya Eman dengan suara jelas memanggil kakaknya. Tangan Eman meraih tangan ibunya dengan semangat.

"Iya sayang.. Kakak Afis.. Dan auntie Imel.. Imelda..." jelas Nandini dengan suara dikeraskan. Wajahnya terlihat sangat senang karena hal itu pasti mempengaruhi Tio.

Tio mengernyit karena ucapan Nandini itu. Emran hanya tersenyum. Ini akan menyenangkan batin Emran sembari menepuk bahu lebar Tio untuk diajak ke ruang keluarga.

****

PELAJARAN NADA CINTA {Geng Rempong : 14}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang