36

1.7K 66 1
                                    

Tiga hari sudah lewat semenjak pernikahan Tio dan Imelda. Keduanya terlihat suka saling lempar senyuman. Intan yang menjadi pihak ketiga kadang bingung karena dicueki ketika mereka bertiga sedang bersama.

"Ayah.. Ini.. Ini..? Tea..cher.. Bunda..!" Intan menunjuk ke buku yang ada gambarnya. Tio melirik Imelda yang menahan senyuman karena Intan terlihat merajuk. Imelda menyenggol lengan sang suami. Ini semua karena Tio tidak bisa melepaskan tangan darinya sedikit saja sehingga dirinya tidak bisa memangku Intan dengan leluasa.

"Iya nak.. Ayah lihat kok.. Sini sama bunda ya..?" ajak Imelda sembari mengangkat Intan ke pangkuan Tio sehingga suaminya ada kerjaan selain membelai-belai pahanya membuat ia sulit konsentrasi. Intan memanggil dirinya dengan sebutan bunda karena ia ingin anak Tio ini menjadi lebih dekat dengannya.

Tio mendengus karena tubuh Intan menduduki pahanya. Ia melotot pada istrinya yang senang karena bisa menjahili dirinya. Awas kamu nanti ujar Tio memperingati istrinya dari matanya. Imelda jadi merinding karena ancaman tak bersuara itu.

"Oke.. Apa yang akan kita lakukan hari ini..? Ayah dan bunda sudah lengket seperti perangko, tapi Intan mau main yang lain..?" ucap Tio dengan nada lembut tapi menyindir yang  tentu saja sang anak tidak tahu kalau disindir.

"Main.. Main.. Kuda..?" Intan menepuk-nepuk dada bidang ayahnya.

Tio menghela napasnya. Anaknya ingin ia jadi kuda. Ia merasa kalau istrinya mau tertawa. Ia tahu apa yang ada dipikiran sang istri. Well, tepatnya kalau ia benar-benar dijadikan kuda oleh Imelda malam tadi. Alu bergerak gelisah karena teringat apa yang didapatkannya karena berbaring tanpa busana dengan sang istri penasaran lalu menjadikan dirinya sasaran untuk eksperimen.

"Ayah...?" suara Intan yang merajuk menyentak Tio dari lamunan.

"Iya nak.. Ayo.. Main kuda-kudaan. Nanti bunda juga mau ikut.. Iya kan sayang..?" tanya Tio sembari mengedipkan matanya sebelah pada Imelda.

Imelda merona karena ucapan suaminya itu. Sedangkan, Intan bertepuk tangan senang karena ayahnya mempersiapkan diri untuk jadi kuda.

Imelda memegangi Intan yang duduk dipunggung Tio. Suaminya ini mengeluarkan suara rikikan seperti kuda membuat dirinya dan Intan tertawa. Kebahagian yang Imelda dapatkan dari menikahi seorang duda keren ini sangat mengejutkan. Ia kira dirinya akan khawatir karena kondisi tubuhnya ini. Namun, ia yakin semuanya bisa dibicarakan nanti. Biarkan sejenak ia dan keluarga kecilnya ini menikmati kesenangan dalam urusan rumah tangga.

****

"Imelda ternyata sangat licik. Ia menikah dengan Tio bisa cepat karena ada kejadian dirumah temannya itu..." desis Fikri tidak senang. "Ia memanfaatkan keadaan itu pada Tio.."

"Iya kang.. Dia awalnya tidak menyetujui lamaran akang Tio. Tapi, entah mengapa jadi menikah. Aku kira teteh Imelda itu wanita baik-baik.. " ujar seorang wanita dengan raut wajah ikutan kesal.

"Hmm.. Imelda harus mendapatkan pelajaran. Dia telah mempermainkanku.. Aku akan membalasnya nanti..." geram Fikri dengan raut wajah penuh perhitungan.

Si wanita yang diajak ngobrol tadi adalah suruhan Fikri untuk mencari informasi seputar Imelda. Wanita itu tidak mengetahui kalau ada musuh dalam selimut dilingkup teman-teman geng Rempong.

"Apa tugasku sudah selesai kang..?" ucap wanita dengan wajah imut terkesan polos ini.

"Yah.. Kamu kembali saja ke rumah itu.. Pasang mata dan telinga kamu supaya aku mengetahui semuanya.." perintah Fikri tegas.

"Iya kang.. Aku permisi dulu.." si wanita pun pergi setelah menggengam amplop coklat berisi komisi dari Fikri. Ia sangat senang karena uang yang ia dapatkan ini bisa digunakan untuk membeli sesuatu.

"Ingat.. Hati-hati.. Aku tidak mau kamu ketahuan dan menggagalkan rencanaku..!" tukas Fikri.

"Baik kang.." setelah berkata seperti itu, wanita ini meninggalkan rumah Fikri. Ia meminta izin satu hari untuk pulang ke kampungnya. Toh, Bekasi tidak terlalu jauh dari tempat yang sekarang ia tinggali.

*****

"Nak.. Sudah ya mainnya.. Sekarang kamu tidur siang.. Ayah juga mau istirahat.." ujar Tio dengan suara terengah karena anaknya hampir satu jam minta bermain kuda-kudaan.

Intan mengangguk paham, wajah balita ini terlihat lelah. Imelda mengangkat anak tirinya ini dari punggung Tio.

"Ayo sayang.. Kita tidur siang.." Imelda mengusap rambut Intan yang kusut.

Intan meletakkan kepalanya dibahu sang bunda. Tio merasa dadanya sesak karena emosi yang keluar. Ia merasa kalau keluarga kecilnya ini komplit. Ia mempunyai istri yang mencintai anaknya.

"Kang.. Ayo.. Anak kita yang cantik ini butuh istirahat.." ajak Imelda pada sang suami.

Tio mendesah, ia berdiri dari posisi merangkak membuat tulang punggungnya berbunyi. Ia mengeram, Imelda menoleh dan menyeringai. "Agaknya ayah Intan sudah semakin tua..?" ucap Imelda santai. Tio mendelik pada Imelda, ia memang semakin tua. Tapi, ia masih sangat berstamina. Ia akan buktikan pada istrinya ini nanti.

"Ya.. Aku semakin tua.. Semakin tua dan banyak santannya.." balas Tio sembari mendekati istrinya yang bergegas membawa Intan untuk ditidurkan. Imelda tidak menoleh untuk melihat kalau suaminya mengikuti dirinya ke dalam kamar tidur Intan. Ia merinding karena tahu suaminya akan membalas ucapannya tadi perihal 'tua'. Yah.. Ia sangat gemetaran sekarang.

Tio yang mengikuti Imelda ke kamar Intan, memperhatikan kalau istrinya ini mulai menyanyikan lagu tidur seraya mengusap pelan dahi beserta rambut anaknya. Mata Intan meredup karena rasa kantuk. Jam di dinding menunjukkan pukul 2 siang.

"Ya.. Tidurlah nak.. karena sebentar lagi ayah dan bunda ada urusan penting.." gumam Tio setelah duduk dipinggir tempat tidur dimana Intan berbaring. Imelda terkesiap, ia memperhatikan kalau Intan sudah tertidur. "Nah... Akhirnya tidur juga anak kita yang aktif ini.. Ayo istriku, kita luruskan apa yang dimaksud dengan kata tua tadi..?" Tio mengulurkan tangannya ke arah Imelda.

Lengan Imelda bergetar karena janji tersirat dimata suaminya.

"Ayolah Imel.. Kamu tahu kalau aku sama sekali tidak tua.." alis Tio naik dengan maksud bercanda.

Imelda terkekeh gugup. Ia tahu kalau Tio tidak tua, tapi dewasa dan matang. Ia meletakkan tangannya ditelapak tangan besar Tio.

Tio menarik istrinya dengan mudah. Mereka dirumah hanya bertiga. Babysitter Intan diliburkan dalam jangka waktu satu Minggu. Ibu tiri Tio pun tidak menganggu mereka untuk saat ini. Tio sebenarnya ingin mengajak Imelda berbulan madu. Tapi, istrinya ini bilang nanti saja karena Imelda ingin lebih dekat dengan Intan terlebih dahulu. Tio pun menyetujui apa yang istrinya katakan. Toh, bulan madu bisa kapan saja asal istrinya mau.

"Hmm.. Akang tidak tua kok.." bisik Imelda di depan wajah suaminya yang jantan ini. Ia menggesekkan tubuhnya ke tubuh hangat Tio dan merasakan kalau Alu meresponnya. Tangannya mengalungi leher Tio.

Tio mencium dahi Imelda. "Sebaiknya kita pindah.. " mulutnya turun ke pipi, lalu menjilat rahang sang istri. "Aku tidak mau suara kita nanti malah membangunkan Intan.." Tio mengangkat Imelda dengan satu lengan melingkari pinggang wanita itu.

Imelda mengangguk, merebahkan kepalanya dibahu keras Tio. Mendesah senang karena usapan tangan lelaki itu di punggung belakangnya.

Tio bergerak cepat ke kamar tidur mereka. Ia membuka pintu, menempelkan tubuh istrinya didinding kamar tidur.

"Sekarang kita coba cara yang baru..." gumam Tio seraya melucuti baju sweater lengan panjang berwarna merah marun milik Imelda menampilkan tubuh manis untuk ia explore.

Imelda mendesah lagi, kulitnya meremang karena tahu suaminya akan membawakan kenikmatan dunia pada mereka berdua.

"Apapun yang akang inginkan..." bisik Imelda sembari mengaitkan kedua kakinya di pinggang sang suami. Ia pun menarik kaos Tio dan mulai menciumi kulit hangat dibahu sang suami

Tio mengeram seksi. "Yah.. Aku juga akan memberikan apapun yang kamu inginkan.." setelah berkata seperti itu, tidak ada lagi ucapan yang berarti karena keduanya terlibat dalam untaian nada-nada percintaan yang hanya menggetarkan.

*****

PELAJARAN NADA CINTA {Geng Rempong : 14}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang