"Saya rasa kamu harus lebih terbuka dengan akang Tio.. Dia lelaki yang terlihat keras tapi hatinya sangat lembut.. Itu terbukti dengan melihat kasih sayang pada Intan, anaknya.." ucap Nandini ketika mereka ada di dapur sedang mengeringkan piring bekas makan malam. Tio sudah permisi pulang sekitar 15 menit yang lalu karena tidak bisa lama dirumah Emran.
"Tapi teteh.. Akang Tio itu terlalu sinis dengan wanita, dia juga keras kepala dan mau menang sendiri. Saya tidak mau terbuka dengan akang Tio karena Intan. Well, akang Tio ingin saya memberikan 'kursus' musik pada anaknya yang baru berusia 1,5 tahun. Saya tidak ingin terlalu dekat.. Saya takut teteh.." ungkap Imelda pada Nandini.
"Kenapa kamu takut Imel.. Akang Tio tidak akan menyakiti kamu.." ujar Nandini meyakinkan sepupunya. "Dan, kalau memang Intan butuh 'kursus' musik, saya rasa itu untuk membantu Intan lebih bersosialisasi. Kamu tahu kan.. Intan hanya diasuh oleh neneknya saja dan akang Tio selalu sibuk dengan urusan bisnis laundry miliknya itu.. " lanjut istrinya Emran ini.
Imelda menarik napas panjang. Tadi, sewaktu makan malam bersama, Tio menyinggung masalah Imelda yang menolak permintaan lelaki itu untuk mengajari anaknya kursus musik.
"Ini bukan masalah akang Tio yang mampu menyakiti saya.. Ini masalah ketakutan yang lain.. " Imelda tidak bisa melanjutkan kata-katanya. Ia takut kalau dirinya menyukai lelaki berwajah masam itu karena terlalu dekat. Dan, sangat ketakutan jika Intan sampai menyanyangi dirinya. Ia tidak bisa mengecewakan keluarga itu jika sampai ia memiliki hubungan lebih dalam dengan Tio. Tidak.. Tidak akan terjadi pikir Imelda mengeraskan hatinya.
Nandini melihat kemelut didalam diri sepupunya, ia ingin bertanya lebih lanjut tapi mengurungkan niatnya takut Imelda tersinggung atau malah menutup diri.
"Baiklah sayangku.. Saya tidak bisa memaksakan seseorang untuk bertindak lebih dari yang diharapkan. " ucap Nandini paham. "Tapi, saya yakin kamu akan terikat selamanya dengan lelaki berwajah masam itu.." gumam wanita ini diakhir.
Imelda tidak mendengarkan gumaman dari Nandini itu karena ia sedang mengambil gelas kotor dimeja makan.
"Oke.. Sudah beres semuanya.. Kita bisa istirahat..?" ucap Nandini lega. Ia sih punya asisten rumah tangga, tapi ia juga senang membantu untuk hal seperti ini. Ia sudah terbiasa bekerja.
"Iya.." balas Imelda dengan tersenyum senang.
Mereka berdua berjalan keluar dari dapur. Nandini permisi untuk masuk ke kamar tidurnya, Imelda juga masuk ke kamar tidur tamu.
Imelda menarik napas panjang, ia mengambil handphonenya yang dicharger. Membaca pesan dari nomor yang belum ia kenal.
"Saya tidak sabar untuk mendapatkan teman baru di rumah dokter Puspa ini. By Hilda."
Imelda tersenyum, Hilda adalah perawat yang tinggal dirumah lama dokter Puspa, tempat dimana ia juga akan tinggal. Well, dokter Puspa tidak mengharapkan bayaran dari rumah yang ia tempati itu. Hanya saja semua kebutuhan seperti air, listrik, pemeliharaan rumah sebaiknya diperhatikan karena rumah itu warisan dari ayahnya Tri, suami lama dokter Puspa. Ia sangat beruntung sekali, dokter Puspa berbaik hati mengizinkam dirinya tinggal dirumah tersebut. Ini semua berkat bantuan sepupunya, Nandini. Ia yakin sepupunya ini menelpon dokter Puspa atau Tri, anaknya sang dokter untuk memberikan tempat tinggal aman selama dirinya berada di Bogor. Dan, sekarang ia juga memilik seorang teman perempuan, perawat bernama Hilda.
"Terima kasih, saya juga tidak sabar untuk menjadi teman kamu.." balas Imelda ketika membalas pesan singkat dari Hilda. "Huhh.." Imelda menghempaskan tubuhnya ke tempat tidur empuk.
Bayangan lelaki berwajah masam langsung melintas didalam pikirannya. Lelaki yang mampu mengetarkan hati wanita mana saja pikir Imelda. Ia mengulurkan tanganya ke arah perut yang datar. Matanya berkaca-kaca seketika.
"Maafkan saya.." gumam Imelda.
"Maafkan atas penolakan saya.."
"Saya tidak bisa mempunyai hubungan dengan seorang lelaki.."
"Saya takut mengecewakan..."
Air mata jatuh dari sudut mata Imelda, wanita ini tanpa sadar sudah menangisi dirinya sendiri. Ia seorang wanita yang menginginkan kebahagiaan, juga membahagiakan orang lain. Namun, ada kondisi dimana dirinya kemungkinan tidak mampu untuk memberikan apa yang selalu diharapkan seorang lelaki pada wanita. Dengan kasar, Imelda menghapus air mata yang meleleh dipipinya. Wanita ini mendengus.
"Tidak apa-apa Imelda... Kamu wanita dewasa yang kuat.. Mandiri dan pintar. Kamu bisa mendapatkan kasih sayang dari keluarga, teman, bahkan dari anak-anak yang dididik.." Imelda mengoceh pada dirinya sendiri dan membersitkan cairan yang keluar dari hidungnya lantaran menangis.
Dengan tubuh agak berat, Imelda bangun untuk mencuci muka dan menggosok gigi. Setelah semuanya dilakukan, Imelda kembali ke kasur lalu membaringkan tubuhnya. Ia mencoba untuk tidur dengan cepat supaya besok bisa membereskan barangnya di rumah baru yang akan ia tempati
"Hmm.. Semoga semuanya lancar...?" Imelda menguap dengan tangan ditutupkan dekat mulutnya. Wanita ini tertidur dengan nyenyak tanpa tahu ada seseorang yang sudah merencanakan hal yang bisa membuat hidupnya sedikit runyam.
"Aku sudah tidak sabar untuk mencicipi kamu guru manis.. Hmm.. Sweet.." seseorang bergumam sendiri di kamar tidurnya.
****
Hai.. Hai.. Update setelah sekitar seminggu saya menghilang dari peredaran.. Maafkan saya, terkadang mau mengetik ada saja yang harus dikerjakan terlebih dahulu ditempat kerja. Btw, tetap semangat, jaga kesehatan dan semoga kalian semua selalu bahagia!!
😍😘😄😎
CNN
***

KAMU SEDANG MEMBACA
PELAJARAN NADA CINTA {Geng Rempong : 14}
RomansaTio Suwandi, 29 tahun, seorang duda anak satu. Selalu sibuk dengan urusan bisnis laundry dan tentu saja mengurus anaknya. Ia tidak peduli dengan urusan cinta lagi karena hatinya sudah mati bersama kepergian sang istri yang tiada. Imelda Marli, 24 ta...