"Hai bu Imelda.. Sepertinya wajah ibu terlihat cerah sekali.. ?" suara pak Aryan terdengar jahil.
"Yahh iyalah atuh pak Aryan.. Bu guru Imel kan baru saja jadi pengantin. Wajarlah cerah. Setiap hari pasti disirami oleh air.." suara bu Jamilah, guru Biologi ini terdengar sangat senang menggoda Imelda.
Para guru yang ada diruangan guru tersebut bersorak ria mengoda Imelda membuat wanita ini merona. Pak Aryan terkekeh, ia sih sebenarnya agak sakit hati karena Imelda tidak menunjukkan kalau wanita ini langsung memilih lelaki lain untuk dinikahi. Namun, ia akan membuang rasa sakit hati ini karena Imelda mempunyai hak untuk hidupnya sendiri. Well, ia mungkin akan menerima anjuran ibunya untuk mendekati wanita yang sudah dipilihkan oleh ayahnya itu.
"Baiklah.. Aku permisi dulu mau masuk kelas. Bu Imelda selamat menikmati candaan dan serangan dari para 'emak-emak' disini.. Byee.." pak Aryan menyeringai meninggalkan Imelda yang terdiam duduk dikursinya dengan wajah merah padam.
Imelda yang berada diruang guru hanya bisa pasrah menerima semua candaan tentang dirinya.
*****
Fikri mengawasi Imelda berjalan ke arah parkir sekolah. Wanita yang sudah membohonginya itu akan pulang sendirian tanpa dijemput yang suami, entah Tio sibuk dengan urusan kerja atau Imelda yang terlalu mandiri. Ia turun dari mobilnya dan berlari ke arah parkir motor untuk mencegah Imelda pergi.
"Halooo pengantin baru...?" Fikri mengejutkan Imelda yang baru saja mau menstarter motornya.
Imelda menatap lelaki yang seharusnya sudah menjauh darinya setelah ia menikah. Ia jadi sedikit kesal karena kehadiran Fikri.
"Ada apa kang..?" jawab Imelda dengan wajah yang menyiratkan ingin cepat-cepat pulang ke rumah.
"Ow.. Kamu terdengar sangat kesal..? Apa pernikahan kamu sudah seperti yang diharapkan..?" sindir Fikri.
Imelda terkesiap. "Apa maksud akang..?"
"Hmm.. Maksudku adalah pernikahan yang sangat cepat ini, apakah kamu jujur pada Tio mengenai kita..?"
"Tidak ada kata 'kita' kang..!" suara Imelda jadi meninggi.
Fikri menggertakkan rahangnya, "Kamu mengelabuiku Imel.. Kamu pasti memasang perangkap." mata Fikri mengamati wajah Imelda yang memerah. "Ahh.. Apakah aku mengatakan hal yang benar..? Aku dengar kamu terkunci berdua dikamar kecil bersama Tio..?"
Imelda memucat. Apa yang diinginkan akang Fikri ini batinnya ngeri dengan pemikiran tentang kejadian dikamar kecil rumah Haris.
"Saya.. Saya tidak paham maksud perkataan akang..?" gumam Imelda kesal.
"Ahh Imel.. Kamu ini pura-pura bodoh.. Tentu saja kamu paham maksudku.. Aku rasa dengan kejadian dikamar kecil itu kamu sengaja menolak Tio untuk mempermainkan perasaan lelaki itu. Lalu, aku datang tanpa kamu inginkan dan aku berniat melamar kamu. Namun, kamu menolak dan aku memberikan waktu untuk kamu mencari lelaki lain yang aku harapkan kamu tidak mendapatkannya.. " Fikri menarik napas. "Kamu ternyata sangat licik Imel.. Aku sudah sangat baik pada ibu kamu.. Memberikan kebutuhan bulanan padanya... Tapi, apa balasan dari kamu..?"
Imelda naik darah, tangannya terasa gemetar. Ia menahan dirinya untuk tidak meledak. "Saya rasa.. Saya tidak berhutang budi apapun pada akang..!" desisnya. "Urusan saya dengan akang Tio dikamar kecil rumah akang Haris juga tidak ada hubungannya dengan akang.." Imelda menarik napas menenangkan dirinya. "Perihal saya menolak akang Tio kala itu karena saya menganggap kalau hal tersebut tidak perlu dibesar-besarkan. Lalu, akang datang, mendekati saya, akhirnya mengajukan lamaran. Apakah akang pikir saya tidak berhak untuk memilih mana yang terbaik..?!" wajah Imelda terasa panas. "Saya rasa pilihan saya sudah benar. Permisi.. Saya mau pulang..!" Imelda tidak peduli jika Fikri mau melanjutkan percakapan atau tidak. Yang ia inginkan hanyalah pulang dan melihat anaknya. Suaminya yang pasti tidak ada dirumah.

KAMU SEDANG MEMBACA
PELAJARAN NADA CINTA {Geng Rempong : 14}
RomanceTio Suwandi, 29 tahun, seorang duda anak satu. Selalu sibuk dengan urusan bisnis laundry dan tentu saja mengurus anaknya. Ia tidak peduli dengan urusan cinta lagi karena hatinya sudah mati bersama kepergian sang istri yang tiada. Imelda Marli, 24 ta...