Tio mondar-mandir diruangan yang penuh dengan para sahabat dan juga para wanita yang belum pernah ia lihat sebelumnya dalam acara pertemuan geng rempong. Ia merasa seperti harimau didalam kandang penuh dengan makanan, tapi ia ingin muntah lantaran mual. Yah, ia mual. Entah apa yang menyebabkan dirinya merasa mual. Mual melihat para wanita cantik yang juga silih berganti lewat didepan dirinya atau situasi yang ia hadapi sekarang. Ini hari Minggu yang seharusnya ia tetap bekerja. Namun, ia ada disini menghadiri acara dirumah bro Haris yang luas karena Janet, istrinya Haris mengadakan potong tumpeng untuk syukuran atas predikat designer kreatif yang dicapai wanita ini dalam mendesign pakaian sewaktu mengikuti lomba mendesign satu bulan yang lalu. Kenapa semua anggota geng rempong ini selalu mempunyai acara yang harus ia datangi karena ia resmi masuk anggota geng ini setelah anaknya di asuh juga oleh Gita, istri dari kakak tirinya jika ibu dan dirinya sedang tidak bisa menjaga Intan.
"Aku rasa lantai rumah ini pasti jebol jika kamu terus-terusan seperti itu bro..?" suara Haris terdengar geli. Lelaki ini mengamati Tio seraya menahan senyuman.
"Iya.. Kalau lantai rumah ini jebol, aku rasa kita akan mulai mendengar istrinya bro Haris mendesign lantai dan itu malah membawa para wanita lain ke sini.. Itu lihat saja seringai para wanita disofa, seperti kucing yang mendapatkan ikan.. Ighhh..." Syarif seolah ngeri membuat para teman lelaki yang duduk didekatnya tertawa terbahak terkecuali Tio.
Para gerombolan wanita single otomatis menoleh ke arah rombongan lelaki kece yang semuanya sudah mempunyai istri. Well, termasuk Tio karena lelaki ini berada disana. Rendy melotot ke arah rombongan wanita single yang diundang istrinya itu membuat rombongan yang sekitar 10 orang ini kembali pada urusan mereka masing-masing.
Andi dan Bram mendengus melihat ulah Rendy. "Aku rasa, bro Rendy masih menyeramkan bagi para wanita..." tukas Andi sembari memukul bahu pamannya, Bram.
"Iya.. Mereka langsung menciut tidak berani menoleh ke arah sini, padahal ada lelaki single disini yang harus diterkam.." ucap Bram sembari terkekeh melihat Tio yang mengeram.
"Sudahlah Tio.. Tidak usah jutek begitu dong.. Ini acara bagus untuk pergaulan kamu juga kan..?" suara dokter Benny menenangkan adik tirinya itu.
"Bagus apanya kang.. Ini seolah menggiring aku ke dalam kandang singa. Yah, segerombolan singa betina yang kelaparan agaknya.." gerutu Tio gemas karena tidak bisa menghidari acara ini karena tidak mau dianggap teman yang tidak ikut bahagia atas keberhasilan teman yang lainnya. Lagipula, anaknya sangat senang berada disini. Intan bahkan bersorak karena ingin bertemu dengan Harun, sang sepupu, anak dari kakak tirinya dan Gita. Dan, ia merasa terjebak disini. Ketua geng, Kusuma sedari tadi sudah mengamatinya seolah ingin melemparkan dirinya ke arah para wanita yang duduk disofa ruang keluarga. Ia merasa ada yang tidak beres disini, entahlah, instingnya mengatakan kalau ia bakal menghadapi hal yang tidak diinginkan oleh dirinya. Ia harus waspada.
"Ahh.. Itu hanya perasaan kamu saja dik.. Duduklah dulu disini, lihatlah, itu lantai kasihan.. Kami saja santai. Enjoy.." ucap Benny menenangkan adiknya itu sekali lagi.
Amran yang biasanya usil tidak mengeluarkan suara karena sibuk memperlihatkan photo dihandphone miliknya kepada Emran, adik kembarnya.
Giri, Tony, Burhan yang duduk santai hanya mengangguk saja menyetujui ucapan dokter Benny. Sedangkan, Yogi sekarang membahas perihal hukum dengan Haris sehingga tidak terlalu mengkomeni Tio. Nah, kemana sang chef? Chef Mario ternyata belum bisa duduk disofa, lelaki ini harus mengawasi para anak buahnya yang sedang sibuk didapur besar milik Janet. Yah, sebenarnya sih tidak perlu diawasi karena para staff Mario sudah handal semuanya, hanya saja sang chef ingin apa yang dihidangkan terlihat sempurna sehingga para teman-teman yang belum ia kenal nanti bisa membicarakan makanan yang tercipta dari dapur Janet kepada kenalan, kolega, atau rekan bisnis lainnya sehingga namanya semakin bersinar. Bukankah, semuanya bisa dijadikan lahan untuk promosi? Itulah yang dipikirkan oleh chef seksi ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
PELAJARAN NADA CINTA {Geng Rempong : 14}
RomansaTio Suwandi, 29 tahun, seorang duda anak satu. Selalu sibuk dengan urusan bisnis laundry dan tentu saja mengurus anaknya. Ia tidak peduli dengan urusan cinta lagi karena hatinya sudah mati bersama kepergian sang istri yang tiada. Imelda Marli, 24 ta...