Tio mondar-mandir dikamar tidurnya. Ia berpikir dengan sangat keras kenapa tiba-tiba sang guru ingin menikah dengan dirinya. Ia menggingat kembali percakapannya dengan Imelda.
"Apa pendengaranku ini tidak salah..?" tanya Tio setelah sekitar satu menit benggong setelah ucapan tentang ingin menikah dengan dirinya ini.
Imelda menunduk dengan wajah terasa panas dan perasaan malu. Wanita ini menatap tangan mungil Intan yang masih bermain dengan kancing baju kerjanya. "Tidak kang.. Akang tidak salah mendengar.." gumam Imelda dengan suara malu.
Tio menatap Imelda seolah wanita ini mempunyai tanduk saja. "Apa yang mendasari kamu berkata seperti ini Imel.. Aku sangat yakin kalau waktu itu kamu menolakku karena 'hal' itu tidak ada artinya.. ?" Tio mengangkat alisnya mencoba menerka apa yang dialami Imelda sehingga dengan tiba-tiba meminta dirinya untuk menikahi wanita ini.
"Saya.. Saya.. Hmm.." Imelda malah gugup. Tangan Tio terulur, menaikkan dagu Imelda agar wanita ini menatapnya ketika mereka berbicara.
"Katakan yang sejujurnya Imel.. Jangan takut dan malu.. " suara Tio terdengar tenang. Imelda menarik napas panjang. Sepasang matanya menatap Tio,"Saya sangat menyayangi Intan, ingin merawat Intan dan bertemu dengannya setiap hari.." jawab Imelda tidak sepenuhnya bohong. Ia memang menyayangi balita yang duduk dipangkuannya ini.
Intan yang merasa disebut-sebut, mendonggak ke arah Imelda, merangkang ke arah sang guru dan memeluk Imelda dengan erat. "Cayang..." gumam Intan dileher Imelda membuat Tio terenyuh. Tapi, pernyatan Imelda ini masih terasa janggal. Semua wanita bisa saja menyayangi anaknya. Namun, tidak mungkin kan minta langsung dinikahi. Terlebih lagi, Imelda sudah menolak dirinya.
Imelda menguburkan wajahnya dibahu kecil Intan. Respon Tio yang diam membuat dirinya gugup. Bagaimana jika ayahnya Intan ini tidak mau menikahi dirinya? Rencananya akan gagal dan berakhir dinikahi oleh lelaki yang sudah menghancurkan hidupnya sebelum ia memulai untuk hidup bahagia bersama lelaki lain.
"Kita akan bicarakan ini lagi Imel.. Aku tidak bisa mengambil keputusan dengan cepat karena kamu awalnya tidak mau menikah denganku.." jawab Tio hati-hati.
Kepala Imelda terangkat dari bahu Intan, "Kang.. Waktu itu saya menolak karena akang mengutarakan hal ini setelah kejadian di.. Hmm.. " Imelda tidak melanjutkan ucapannya.
"Yah.. Aku mengerti. Aku emosi waktu itu. Maafkan aku sekali lagi..." wajah Tio terlihat sangat menyesal. Imelda mengangguk menerima permintaan maaf dari Tio.
"Yah.. Saya mengerti kang. Dan, sebaiknya akang memikirkan ucapan saya secepatnya. Akang tahu kan, Intan butuh kasih sayang seorang ibu. Saya mampu untuk memberikan itu semua. Akang bisa bekerja lebih tenang karena ada saya yang merawatnya.. " ucap Imelda sungguh-sungguh.
Tio tahu kalau Imelda mampu merawat anaknya. Cuma, ia tidak mendengar dari mulut sang guru kalau wanita ini menyukai dirinya? Huh.. Pesonanya ternyata kalah dari pesona yang dimiliki anaknya ini. Tio tersenyum dalam hati.
"Baiklah.. Akan aku pikirkan secepatnya menggingat anakku ini sering mengoceh kata 'Teacher.. Teacher.. ' sampai babysitternya bingung mau menanggapi apa.." jawab Tio dengan senyumam disuaranya.
Imelda jadi ikutan tersenyum karena ucapan 'teacher' sekarang diikuti oleh Intan berulang-ulang.
"Tuh kan.. Apa yang aku bilang.. " lanjut Tio dengan tertawa kali ini.
Tio tersenyum lagi karena menggingat percakapannya. Ia melepaskan baju berikut celana panjangnya. Berjalan ke arah kamar mandi, Tio menunduk ke arah celana boxer miliknya dimana Alu terasa berat karena mungkin teringat dengan guru semanis Imelda itu tadi sangat dekat duduk dengannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
PELAJARAN NADA CINTA {Geng Rempong : 14}
RomanceTio Suwandi, 29 tahun, seorang duda anak satu. Selalu sibuk dengan urusan bisnis laundry dan tentu saja mengurus anaknya. Ia tidak peduli dengan urusan cinta lagi karena hatinya sudah mati bersama kepergian sang istri yang tiada. Imelda Marli, 24 ta...