"Ini benar-benar tidak masuk akal.. Saya tidak akan mengulangi lagi kata tentang pernikahan.. Hanya karena ciuman.." Imelda mau berkata lagi ketika suara Tio memotongnya dengan tajam.
"Jangan katakan itu hanya ciuman saja.. Kamu wanita terhormat.." Tio berdiri dari sofa dan mulai mondar mandir.
Geng rempong yang tersisa disana hanya duduk menunggu kedua orang ini berargumentasi.
"Kalau memang akang mengatakan saya wanita terhormat, kenapa akang melakukan itu tadi.. Hanya karena ucapan wanita lain yang tidak benar, akang langsung percaya dan menyerbuku seperti seekor bina.." ucapan Imelda terhenti seketika. Agaknya sang guru mengalami shock bercampur emosi.
"Ya.. Aku seperti bin*tang..! teriak Tio pada Imelda.
Imelda menarik napas panjang berulang-ulang. Ia menoleh ke arah sepupunya dan bergilir ke arah teman-teman yang lain.
"Maafkan saya kang.. Kita tahu ini salahpaham. Dan, ucapan akang tentang pernikahan itu tidak serius. Ini hanya sebuah ciuman tidak berarti. Akang bisa melupakannya karena ada banyak wanita yang diluar sana dicium dan bahkan mau bermain 'asik' tapi mereka toh tidak sampai harus menikah..." tukas Imelda pada Tio. Ia sengaja mengatakan hal kejam ini karena ia tahu dirinya juga tidak pantas untuk dinikahi, apa jadinya jika ia menikah nanti. Ia tidak bisa memberikan kebahagian pada suaminya.
"Imel.. Ucapan kamu itu tidak sepenuhnya benar.. Kamu benar tentang wanita yang ada diluar sana mau diajak bermain 'asik'. Tapi, situasi ini agaknya membuat kamu bisa dijadikan sasaran gosip. Diantara wanita single yang datang dirumah teteh Janet ini mungkin saja kelepasan berbicara tentang kamu..?" suara Nandini berusaha memberikan masukan.
"Tidak perlu khawatir teteh.. Lagian, saya tidak terlalu sering bersosialisasi di Bogor. Ini wilayah yang cukup luas. Jika memang ada gosip tentang saya, itu tidak akan mempengaruhi kehidupanku.. Toh, kenyataannya bukan saya yang memulai semua ini.." balas Imelda dengan cepat dan menyiratkan kalau awal bencana ini atas siasat rombongan geng rempong yang tidak berhasil mereka eksekusi.
Semua wanita digeng rempong terkesiap dan saling berpandangan. Mereka tidak menyangka kalau Imelda bisa berkata seperti itu.
"Sebenarnya ucapan Imelda ini benar adanya, ia tidak memulai ini semuanya. Jadi, kita tidak bisa memaksakan dirinya untuk menerima tawaran pernikahan dari Tio. Toh, seperti sang guru isyaratkan kalau ciuman itu tidak bermasalah untuknya. Mereka sudah sama-sama dewasa, kita yakin ini pasti ada hikmahnya.." suara Haris terdengar tenang.
Semua lelaki mengangguk mendengar ucapan Haris, mereka sih menyayangkan perbuatan Tio, tapi Tio juga tidak bisa sepenuhnya disalahkan karena lelaki ini sudah ditinggal sang istri dan tiba-tiba mendengar dari seorang wanita mengenai kemampuan dirinya dalam urusan 'layak' untuk wanita lain.
Tio tidak habis pikir kenapa Imelda jadi keras kepala seperti ini. Ia bisa memberikan yang terbaik untuk wanita ini juga mungkin untuk mereka berdua berikut Intan, anaknya. Ia tersentak. Dirinya menyesal sudah melakukan hal tidak pantas pada Imelda, tapi kenapa wanita ini menganggap itu seperti hal yang wajar saja?
"Oke.. Sekarang beres, saya bisa pulang dengan tenang.." ucap Imelda sesantainya padahalnya kakinya masih gemeteran. Ia tidak mau kalah melawan lelaki kasar seperti Tio ini. Ia tidak akan terikat hubungan pernikahan dengan seorang lelaki yang tidak bisa menghargai dan menghormati wanita. Atau, selamanya ia tidak akan menikah karena tidak mau suaminya nanti kecewa atas dirinya ini.
Bahu Tio terasa lunglai mendengar ucapan Imelda yang seolah tidak menganggap ucapan seriusnya tentang pernikahan. Ia jadi merasa tersinggung. Ia sih pantas mendapatkan hal itu. Siapa wanita yang mau menikah dengan dirinya jika sikapnya sangat mengerikan seperti yang ia lakukan pada Imelda tadi.
"Tenanglah Tio.. Tidak apa-apa Imelda menolak kamu untuk saat ini. Mungkin, ucapan kamu itu dianggap tidak serius karena situasi yang tidak tepat saja. Aku paham kok, sang guru pasti sangat terkejut dan merasa terhina dengan perbuataan kamu itu. Namun, percayalah, sepupu Nandini ini sangat berbesar hati.." ucap Giri dengan pelan tapi bisa didengar oleh Tio.
"Hmm..." gumam Tio dengan lemah.
"Ayah...?" suara bocah mengejutkan semua orang diruangan keluarga tersebut.
Tio tersentak begitu juga Imelda ketika bocah manis itu berjalan pelan ke arah dirinya bukan ke arah sang ayah.
"Tea..cher..?" sang bocah tentu saja dengan aksen cedalnya menyeringai senang ke arah Imelda.
Imelda berdiri dan mengangkat Intan dengan cepat. "Ayo anak manis, ktia jalan ke arah dapur.. Disana banyak makanan, kita bisa mencamil sesuatu..?" setelah berkata begitu Imelda permisi pada semuanya kecuali pada Tio. Babysitter mengekori Imelda yang berjalan ke arah dapur.
Wajah Tio memerah karena dirinya seolah tidak dianggap oleh Imelda. Intan itu anakknya, ia bisa saja melarang wanita itu mengendong anaknya. Ia merasa dirinya sangat jahat karena berpikiran seperti ini.
"Well, tidak ada lagi yang bisa kami tunggu disini.. Ini sudah menjelang sore.. Sebaiknya kami segera permisi saja..?" suara Burhan membuyarkan pikirannya.
Semua yang hadir kecuali tuan rumah mengangguk menyetujui ucapan sang kapten. Mereka berdiri bersamaan untuk bersiap-siap pulang kerumah masing-masing.
"Sayang sekali kita belum bisa menikmati kue pengantin dalam waktu dekat.. " celetuk Syarif yang dihadiahi tepukan kuat dipunggung belakangnya oleh Giri. "Kenapa..? Benarkan ucapanku itu..?" lanjut Syarif setengah menyeringai.
"Betul sekali bro Arif.. " balas Giri sembari menggiring Syarif untuk bergerak keluar dari ruang keluarga menjauhi Tio yang masih terduduk disofa dengan wajah merenung suram.
****
KAMU SEDANG MEMBACA
PELAJARAN NADA CINTA {Geng Rempong : 14}
RomansaTio Suwandi, 29 tahun, seorang duda anak satu. Selalu sibuk dengan urusan bisnis laundry dan tentu saja mengurus anaknya. Ia tidak peduli dengan urusan cinta lagi karena hatinya sudah mati bersama kepergian sang istri yang tiada. Imelda Marli, 24 ta...