Suasana yang ramai, hangat dan bahagia dirasakan semua orang diacara perkumpulan sebelum pernikahan Tio Suwandi dan Imelda Marli. Keduanya memutuskan menikah dengan cepat membuat para teman-teman digeng Rempong dikhianati karena tidak mengetahui rencana tersebut sampai satu minggu sebelum pernikahan.
Kusuma berteriak pada Nandini karena sepupunya Imelda ini tidak mengabari dirinya. Nandini pun berteriak karena tidak tahu perihal pernikahan sama seperti yang lain. Rombongan wanita di geng Renpong akhirnya saling berteriak membuat anak-anak bingung karena ibu mereka seperti hidup dihutan saja.
"Mommy.. Suara mommy sangat indah sampai telingaku ini ingin pecah..?" suara Amar terdengar santai tapi menusuk membuat para wanita terdiam dan ingin tertawa lantaran anak tampan Rendy dan Kusuma ini menyindir sang ibu.
"Apa yang Amar bilang? Suara mommy membuat telinga Amar ingin pecah..? Hah..?! Kalau begitu kenapa Amar masih disini. Sana ajak adik-adik dan yang lain main ke taman.." dengus Kusuma merasa emosi tapi tidak marah pada anaknya.
Amar menatap ibunya seolah Kusuma bertanduk saja. "Mommy.. Mommy.." Amar menggelengkan kepalanya karena ibunya lupa. "Mommy lupa ya.. Rumah ini tidak ada tamannya.. Kami ada disini karena mommy bilang jangan main keluar dulu.." jawab Amar membuat para ayah yang sebenarnya mendengar dari tempat duduk mereka yaitu diruang keluarga atau lebih tepatnya dirumah kost Imelda menahan rasa tawa. Namun, tidak dengan Syarif yang selalu jahil pada Kusuma.
"Amar sayang... Mommy itu sudah hampir berkepala empat. Wajar dong jika lupa..." suasana langsung hening karena ucapan menyinggung umur ini. Tangan Kusuma langsung melemparkan tas tangan yang ada didekatnya ke arah Syarif. Syarif menangkap tas itu dengan sigap. Kusuma meradang, ia pun berteriak.
"Ariff...!! Kamu.. Kamu.. !" Kusuma melotot, wajahnya memerah karena ucapan Syarif ini. "Apa maksudnya karena saya sudah hampir berkepala empat ini.. ?! Saya memang sudah sedikit tua, lupa dan mungkin juga ada uban yang tumbuh dirambutku ini. Tapi, saya yakin dan mampu membuat wajahmu yang tampan itu tercabik-cabik nanti.."
Rombongan lelaku menatap penasaran ke arah Kusuma. Apakah wanita mungil itu akan mengiris Syarif hidup-hidup. Syarif tiba-tiba memucat, agaknya ia kelewatan karena menyinggung umur sang ketua.
Kusuma memandangi Syarif yang memucat lalu terkikik geli karena anak-anak juga pada melotot, para babysitter yang duduk dekat anak-anak pun seolah tidak berani bernapas.
Rendy menatap istrinya yang terkikik geli itu. Ia menyeringai, lalu menoleh ke arah Syarif yang sekarang wajahnya memerah lantaran tidak enak hati. Rombongan wanita lain menunggu Kusuma berhenti tertawa.
"Saya rasa.. Usia yang berkepala empat ini melepaskan hormon mudah tersinggung. Hah.. Maafkan mommy nak.. Mommy lupa kita dirumah auntie Imel. Soalnya mommy dan para auntie disini teriak-teriak seperti kami hidup dihutan saja.." ujar Kusuma lembut, suaranya masih ada tawa. Para wanita menahan tawa dan para lelaki menarik napas lega.
"Baiklah mommy, asal mommy dan auntie-auntie berjanji tidak teriak-teriak lagi.." ujar Amar lalu mendekati ibunya dan mencium pipi Kusuma membuat semua wanita mendesah bangga.
"Iya sayang.. Mommy tidak akan teriak lagi asal uncle Syarif mengunci mulutnya untuk tidak memancing mommy berbuat hal yang tidak sopan seperti melempar tas tadi. Mommy sedikit kesal saja tadi lantaran auntie Imelda menyimpan rahasia.." tutur Kusuma sembari mengusap rambut anaknya yang berwana hitam dan wajah Amar yang begitu tampan mirip wajah suaminya. Amar pun tersenyum, mengangguk lalu berjalan ke arah Amir, Anna, Kezia dan rombongan anak-anak lainnya. Kusuma pun menarik napas, memandangi Nandini sembari menyeringai meminta maaf. Nandini pun tersenyum paham.
Anak perempuan Syarif dan Amel, Annisa yang sedari tadi duduk dekat Ridwan, saudara kembarnya itu mengamati saja. Rupanya anak-anak disini sudah terbiasa dengan candaan para orang tua mereka. Annisa lalu mengamati wajah sang guru yang duduk disebelah Janet dan ibunya. "Kak.. ?" Annisa memanggil kakaknya.

KAMU SEDANG MEMBACA
PELAJARAN NADA CINTA {Geng Rempong : 14}
RomanceTio Suwandi, 29 tahun, seorang duda anak satu. Selalu sibuk dengan urusan bisnis laundry dan tentu saja mengurus anaknya. Ia tidak peduli dengan urusan cinta lagi karena hatinya sudah mati bersama kepergian sang istri yang tiada. Imelda Marli, 24 ta...