"Aku tidak akan melepaskan Fikri..." suara Tio masih terdengar kesal.
"Tapi kang.. " suara Imelda seakan memelas untuk kebaikan suaminya ini.
"Tidak.. Jangan kamu memelas padaku untuk lelaki yang tidak tahu diri itu Imelda.. Dia sudah membahayakan kamu, anak kita, dan juga sepupunya sendiri. Apa kamu tidak paham akan hal tersebut.." sergah Tio dengan suara yang semakin kesal.
Sudah satu bulan berlalu semenjak kejadian Intan dibawa oleh Fikri. Tio yang berang kepada lelaki itu bermaksud untuk membalaskan apa yang sudah dilakukan Fikri pada keluarganya ini. Berkat Giri yang bekerja di Kepolisian dan juga bantuan dari rombongan lelaki di Geng Rempong, Intan dapat diselamatkan dengan cepat.
"Aku tahu akang Fikri hampir mencelakakan Intan, tapi sekarang kita semua sudah aman dan baik-baik saja. Biarkan, proses hukum yang seperti akang Giri katakan sebelumnya untuk menghukum Fikri. Kita fokuskan saja kang pada urusan keluarga kita..." Imelda masih membujuk suaminya yang terlihat seperti dendam pada Fikri. Imelda tahu perangai suaminya dahulu yang menurut dokter Benny sedikit 'ugal-ugalan'.
Tio menarik napasnya dalam-dalam sembari mengamati raut wajah istrinya yang terkesan membujuknya untuk tidak memperdulikan lagi Fikri. Suara tangisan dari bayi lelaki mereka, Zaki terdengar dari sebelah kamar tidur mereka membuat Fikri menoleh dan beranjak dari kursi. "Zaki menangis, aku akan melihatnya dulu..." ucap Tio sembari bergegas ke arah kamar tidur bayi.
Imelda menghela napas kemudian tersenyum sendu. Ia tahu suaminya masih kesal. Tapi, ia yakin lelaki yang menjadi pusat bahagianya tersebut akan mempertimbangkan lagi untuk balas dendam dengan Fikri. Toh, lelaki jahat itu sudah dipenjara.
*****
Rumah Tio dan Imelda sudah mulai ramai karena kunjungan rombongan geng Rempong. Satu persatu keluarga dari geng Rempong berdatangan membuat suasana menjadi bersemangat.
"Ariffffff....!!" seru Kusuma pada Syarif yang baru saja mau melarikan diri dari dekat Amel menuju rombongan lelaki yang sedang bercengkrama dibawah pohon karena menjahili dirinya. Syarif stop ditempat karena teriakan ketua geng Rempong ini. Lelaki yang wajahnya terkesan 'cantik' ini menyeringai pada Kusuma dan Rendy. Amel terlihat mau mencubit suaminya yang selalu jahil pada Kusuma.
"Enak saja kamu bilang aku sudah buntel sekarang.. Apa kamu kira aku ini ikan buntel...?" suara Kusuma yang biasanya cempreng tiba-tiba terdengar merajuk. Wanita yang langsing ini mendekati suaminya, Rendy untuk minta bela. "Mas.. Arif bilang aku buntel.. Aku kan masih langsing.. Nih.. Nih..." Kusuma melenggokkan badannya disamping sang suami yang berusaha menahan wajah sedatar mungkin agar istri tercintanya ini tidak beralih marah padanya.
"Hmm.. Kamu tidak buntel sayangku.. Hanya saja..." Mata Rendy menyusuri tubuh istrinya yang memang sekarang terlihat sedikit berisi tidak terlalu seperti kutilang darat (kurus tinggi dada rata) lagi.
"Hanya saja apa...?!" sergah Kusuma mulai mau sewot karena melihat gelagat suaminya ingin mengatainya gemuk. Wanita ini mencengkram lengan suaminya yang berotot dengan sedikit kuat mengisyaratkan ancaman.
"Hanya saja malah terlihat lebih bagus.. " balas Rendy dengan sikap yang menebarkan senyum sejuta pesona lelaki berpengalaman menghadapi sikap istrinya yang bawel ini.
"Benarkan lebih bagus...?" tanya Kusuma dengan mata berbinar karena mendapatkan pujian dari suaminya. Rendy menganggukkan kepalanya. Amel tersenyum senang karena sang ketua sudah mulai kehilangan selera untuk menjitak kepala suaminya. Sedangkan, Syarif malah mengedipkan matanya pada Amel karena tahu dirinya tidak akan dijitak oleh Kusuma.
"Iya teteh.. Maksud abdi mah.. Teteh itu terlihat lebih bagus bukan buntel. Mulutku tadi ada minyaknya jadi licin..." ucap Syarif cepat-cepat menambahi bumbu penyedap omongan agar Kusuma tambah melayang-layang karena dipuji. Sepasang mata Kusuma yang berwarna coklat terang melotot ke arah Syarif.
KAMU SEDANG MEMBACA
PELAJARAN NADA CINTA {Geng Rempong : 14}
RomanceTio Suwandi, 29 tahun, seorang duda anak satu. Selalu sibuk dengan urusan bisnis laundry dan tentu saja mengurus anaknya. Ia tidak peduli dengan urusan cinta lagi karena hatinya sudah mati bersama kepergian sang istri yang tiada. Imelda Marli, 24 ta...