44

1.3K 72 13
                                    

Temi berjalan dikoridor sekolahan. Melihat pak Aryan yang membawa bola basket. Ia bergegas mendekati lelaki ini. "Pak Aryan..?!" panggilnya.

Pak Aryan yang dipanggil pun stop. Lelaki ini menoleh dan melihat Temi berjalan mendekatinya. Ia mendesah lelah seolah tidak ingin menjumpai Temi.

"Aduh.. Pak Aryan jalannya cepat sekali..?" ucap Temi dengan nada terengah padahal Aryan tidak berjalan kemana-mana.

"Ada apa ya bu Temi..?" tanya Aryan sedikit ketus.

Temi menatap tubuh tinggi dan berotot milik Aryan. Wanita ini bergetar senang. "Hmm.. Itu.. Tiga hari lagi kan kita harus mendampingi anak-anak study tour.. Apa pak Aryan sudah menyiapkan semuanya..?" tanya Temi dengan mata dikerjapkan.

Aryan menatap Temi seolah wanita ini makhluk aneh. Apa hubungannya ia dengan persiapan. Ia bukan bagian panitia. Ia hanya duduk manis ketika mereka nanti pergi. "Aku rasa itu jangan bu Temi risaukan.. Guru-guru lain sudah mempersiapkan acara ini dengan matang. Yang aku dengar urusan tiket masuk ke daerah wisata, transportasi dan penginapan sudah beres semuanya." jawab Aryan.

"Ohhh... Hehe.. Aku hanya ingin acara ini lancar dan kompak.. " ungkap Temi dengan nada manis.

Pak Aryan memutar bola ditangannya, "Baiklah.. Aku permisi dulu.. Murid-murid sudah menunggu.."

"Yah.. Silahkan.." Temi melihat Aryan dengan cepat berlalu dari hadapannya seolah tidak tahan berdekatan dengan dirinya. Ia mendengus kesal karena Aryan masih saja kebal dengan pesonanya. Ia jadi gemas sendiri. Sebersit ide masuk ke otaknya untuk memberikan pelajaran bagi pak Aryan karena tidak pernah memperhatikan dirinya.

"Yah.. Aku rasa itu ide bagus.. " gumam Temi sendirian. Lalu, wanita ini berjalan dikoridor dengan langkah ringan karena pikirannya bermain untuk memberi sedikit 'sentilan' pada Aryan. "Lihat saja nanti.." gumamnya sekali lagi.

****

"Kang.. Saya ingin bicara sebentar..?" ujar Imelda pada suaminya.

Tio yang mengendong Intan karena anaknya ingin main pesawat-pesawatan jadi stop. "Bicara apa Imel.. Katakan saja..?" balas Tio tidak terlalu berminat.

"Hmm.. Saya mau izin ke rumah ibu di desa.. Apakah boleh..? Sabtu dan Minggu saja. Minggu sore sudah pulang.." ujar Imelda dengan nada sedikit tidak yakin. Ia ingin mengajak suaminya ke rumah dimana ia dilahirkan. Namun, ia tidak tahu apakah suaminya mau.

Tio terdiam. Lelaki ini mengangkat Intan, menurunkan anaknya itu ke sofa disebelah Imelda. Intan langsung mendekati bundanya ini. "Au duduk dicini..?" ujar sang balita. Imelda memegangi Intan yang duduk dipangkuannya.

"Kenapa kamu mau ke rumah ibumu..? Apa beliau sakit..?" tanya Tio dengan khawatir.

"Tidak sih kang.. Saya rindu dan mau mengecek berkas.." jawab Imelda dengan nada bersemangat karena ingin cepat mengambil surat keterangan hasil ia dulu pernah dioperasi. Ia akan membawa surat itu nanti ke dokter Puspa.

Tio mengamati wajah istrinya yang bersemangat. Ia dan Imelda hampir 3 Minggu tidak bercakap seperti seharusnya. Ada pembatas yang ia ciptakan untuk istrinya ini. Ia lebih banyak menghabiskan waktunya di ruko laundry. Pulang sudah malam, langsung makan malam dan istirahat. Ia jarang bercakap-cakap santai bahkan memperhatikan kebutuhan calon bayi Imelda. Hati dan pikirannya masih belum menerima kalau istrinya ini berkata tidak jujur. Ia sih peduli dengan kesehatan Imelda. Tidak akan ia biarkan Imelda sakit karena bayi didalam kandungannya itu.

"Baiklah.. Dua hari itu kamu sepertinya sendirian saja pergi ke rumah ibu.. Aku tidak bisa menemani karena ada seminar tentang pengusaha muda di Aston Bogor Hotel & Resort..." ujar Tio dengan santai.

PELAJARAN NADA CINTA {Geng Rempong : 14}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang