Hari sabtu pagi Imelda sudah bersiap-siap untuk pergi ke rumah ibunya di Tasikmalaya. Ia mengambil tas bepergiannya miliknya yang sudah terisi pakaian ganti selama 2 hari. Tas Intan juga sudah disiapkan oleh Fani, babysitter Intan ini akan diliburkan supaya bisa istirahat.
"Imel.. Apa tidak bisa ditunda dulu saja.. ? Aku khawatir dengan jalan yang akan kamu tempuh ke kampung ibu kamu itu..?" ujar Tio melihat istrinya sudah siap untuk pergi.
"Akang.. Ini cuma sekitar 6 jam perjalanan. Tidak lama kok, lagian ada Intan yang bisa membuat saya melupakan jarak.." balas Imelda tenang.
"Perjalanan itu 6 jam lumayan lama Imel.. Kenapa tidak naik pesawat saja..? Dari Halim Perdanakusuma ada rute ke Tasikmalaya.." lanjut Tio pada istrinya ini, entah kenapa ia ragu ketika istrinya mulai membereskan tas pagi tadi. Ia merasa ada sesuatu yang menganjal pikirannya.
"Hmm.. Akang ini.. " desah Imelda dengan sedikit berlebihan. "Kalau dari Halim, saya harus ke Jakarta dulu.. Membutuhkan waktu sekitar satu jam jika tidak macet di jalan.. Dan, membeli tiket domestik mendadak itu bisa jadi mahal.." balas Imelda logis.
"Uang tidak ada masalah untuk keselamatan kamu Imelda.." sergah Tio jadi kesal karena istrinya mempermasalahkan uang.
"Bukan uang yang jadi masalah.. Saya agak takut naik pesawat.. Apalagi info dari teteh Kusuma, jenis pesawat yang rute Jakarta Halim Perdanakusuma ke Tasikmala itu tipenya yang ada baling-baling.. Ngeri atuh kang.." Imelda memperlihatkan wajahnya yang berkerut takut.
Tio menarik napas berat. Ia ingin berdebat dengan istrinya lagi perihal transportasi.
"Sudahlah kang.. Saya yakin semua transportasi sekarang bagus.. Hanya saja saya agak takut naik pesawat.. Akang boleh bilang saya 'ndeso' atau apalah.. Tapi, untuk saat ini saya belum berani naik pesawat.." tegas Imelda meyakinkan suaminya. Wanita ini mendekati suaminya yang duduk diujung tempat tidur tanpa mengenakan baju atasan memandanginya beres-beres. Dengan gesit Imelda berdiri diantara kukungan paha kuat sang suami, mengusap kedua bahu Tio yang terasa tegang. Kedua tangan Tio memegangi pinggangnya, menarik ke arah lelaki itu sehingga hawa panas Tio meresap ke tubuhnya. Imelda mendesah. "Akang jangan khawatir, saya bisa menjaga diri dan calon ba.." ucapan Imelda terhenti karena mulutnya sudah tidak bisa mengeluarkan kata-kata melainkan desahan terkejut karena Tio sudah membuainya dengan kecupan kuat dan tidak menyisakan untuk berkata lagi. Hanya kebutuhan untuk merasakan keluar dari pori-pori Tio.
"Hmmm...?" Tio tidak memperbolehkan Imelda protes, ia mengangkat istrinya ini ke tempat tidur dengan cepat, kaki Imelda mengantung ditepi kasur. Tio menarik kedua kaki Imelda sehingga meliliti pinggangnya. Ia mengeram. Alu tiba-tiba sudah memprotes untuk menyalurkan energinya. "Imel.. Imel... Aku..?" Tio merasa malu dengan keadaan tubuhnya ini. Ia juga tidak ingin Imelda pergi. Ia memang ada seminar selama dua hari dihotel dan tidak bertemu dengan sang istri. Namun, ia berharap istrinya ada dirumah bersama Intan.
Imelda paham betul apa yang terjadi pada tubuh suaminya ini. "Shh.. Tidak apa-apa kang.. Tidak usah malu.." Imelda membantu suaminya melepaskan gaun yang ia kenakan untuk pergi. Tangan Tio bergetar, berusaha cepat merasakan kulit lembut milik sang istri. Gaun lembut itu akhirnya sobek. Tio terkekeh. "Akang harus ganti gaun saya dengan yang baru.." gumam Imelda disela-sela melepaskan gaun yang sobek tersebut.
"Itu urusan mudah Imel.. Tapi tidak ada yang mudah untuk urusan ini...?" setelah berkata seperti itu, Tio menempelkan tubuh hangatnya ke tubuh sang istri. Keduanya mendesah berbarengan. Imelda memandangi wajah Tio yang kasar sekaligus tampan.
"Waktu akang hanya bisa satu setengah jam dimulai dari sekarang..." bisik Imelda parau.
Tio menyeringai lebar. "Aku akan membuat kamu tidak akan melupakan waktu satu setengah jam ini.. Alu pemain yang handal..."

KAMU SEDANG MEMBACA
PELAJARAN NADA CINTA {Geng Rempong : 14}
RomanceTio Suwandi, 29 tahun, seorang duda anak satu. Selalu sibuk dengan urusan bisnis laundry dan tentu saja mengurus anaknya. Ia tidak peduli dengan urusan cinta lagi karena hatinya sudah mati bersama kepergian sang istri yang tiada. Imelda Marli, 24 ta...