34

1.7K 81 8
                                    

"Aku rasa kamu boleh tidur jika lelah.. Aku tidak akan menganggu.." ujar Tio ketika malam tiba setelah acara pernikahan sore tadi berakhir. Ia tidak akan bersikap seperti manusia tidak tahu diri. Ia memang sudah puasa lebih dari 1,5 tahun. Namun, itu tidak berarti ia langsung merobek baju tidur istrinya yang berbahan satin lembut tersebut. Alu sih jangan ditanya, tubuhnya yang sedikit brengs*k itu selalu tidak tahu diri. Makanya ia tadi berlama-lama mandi biar otaknya tidak selalu kepikiran kalau ada tubuh mulus yang akan tidur disampingnya malam ini.

Imelda yang duduk dipinggir tempat tidur menatap suaminya yang baru saja selesai mandi. Oh ya ampun!!  Sisa air mengalir dari rambut Tio yang hitam legam turun ke leher macho dan terus ke arah dada bidang yang ia perhatikan pasti sangat nikmat untuk rebah disana. Suaminya bilang ia boleh tidur jika lelah. Ia ingin sekali tidur, tapi apa kewajibannya sebagai istri tidak ditagih malam ini? Ia mencengkram gaun tidurnya dengan gelisah. Dalam hatinya bergema 'BD? Tidak? BD? Tidak?' pipi Imelda memerah seketika. Ia mendapatkan kosakata BD (Belah Duren) dari rombongan geng Rempong menambah rasa gelisah dan gugup. Ia sih paham apa itu BD, tapi tidak ketika sang ketua menyebutkan kata tersebut dengan sepasang matanya yang berwarna coklat dan senyuman jahil terukir diwajah ibu beranak 4 tersebut.  Telapak tangannya mulai berkeringat padahal suhu pendingin udara dikamar ini sudah lumayan dingin mengingat semua peralatan elektronik beserta rumah ini dalam kondisi baru.

"Kamu tidak mendengarkan apa yang aku katakan ya..?" tiba-tiba suara berat Tio sudah terdengar sangat dekat dengan Imelda.

Imelda terlonjak dari pinggir kasur empuk tersebut. Ia menatap suaminya yang ternyata sudah berdiri didepan tubuhnya hanya menggunakan handuk saja. Mata Imelda melotot menatap perut keras didepannya itu. Pipinya yang terasa panas kini merambat ke seluruh tubuh, perutnya tiba-tiba berdesir dan semua jari kakinya melengkung karena merasakan sensasi yang tidak ia pahami hanya karena menatap perut suaminya.

"Tolong aku..." gumam Imelda dengan napas terengah.

Tio mengernyit bingung, apa Imelda takut padanya? Ia sih memastikan Alu tidak berdiri dari balik handuk putih yang ia kenakan, tapi mengapa wajah istrinya ini terlihat sangat merah. Ia jadi khawatir.

"Imel..? Ada apaa..?" tanya Tio dengan suara jelas kekhawatirannya.  "Kamu demam ya..?" Tio mengulurkan tangannya ke arah pipi sang istri membuat Imelda mematung dengan mulut membuka karena tangan dingin suaminya menempel dipipinya yang terasa panas. Imelda pun menarik napas tidak beraturan. Ia berpikir tidak ada pelajaran mengenai hubungan suami istri itu sesuai dengan teori karena apa yang terjadi sungguh diluar dugaan.

"Tidak.. Saya tidak demam.. " balas Imelda dengan suara tercekik.

Tangan Tio yang menempel dipipi istrinya itu pun mengusap lembut leher Imelda. Ia tersenyum paham. Istrinya ini pasti gugup karena malam pengantin. Kasian sekali pikir Tio dengan jempol mengusap lembut kulit dileher Imelda.

Imelda mengulurkan tangan kirinya memegang pergelangan tangan Tio. Ia mendonggak menatap suaminya yang sedang mengamatinya. Ia berdehem untuk melegakan tenggorokan yang kering.

"Kang..?"

"Ya..?"

"Apa kita.. Hmm.. Itu..?"

Tio mengernyit pura-pura tidak mengerti. "Itu apa..?" sudut mulutnya dipertahankan agar tidak tersenyum.

Mata Imelda bergerak gelisah. Ia menggigit bibirnya menahan diri untuk gemetaran. "Itu kang.." suara Imelda mencicit seolah ingin menangis. Astaga! Ia seorang wanita dewasa, tapi ingin menangis karena gugup melewati malam pengantinnya sendiri. Tangannya tanpa sadar meremas pergelangan tangan Tio dengan kuat, Tio membiarkan saja hal itu terjadi. Sepasang mata Imelda mulai berkaca-kaca. Ia tidak sanggup mengatakan melakukan hubungan suami istri alias BD seperti yang rombongan geng Rempong katakan tadi sebelum mereka pulang.

PELAJARAN NADA CINTA {Geng Rempong : 14}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang