Fikri menghembuskan napasnya dengan berat. Ia sudah menemui ibunya Imelda, Lusi. Bu Lusi setuju dan sangat berterima kasih jika dirinya mau meminang sang anak. Namun, Imelda agaknya sagat susah untuk didekati. Ia bukannya tidak mampu untuk mencari wanita lain melebihi Imelda, hanya saja ia merasa kalau Imelda adalah wanita yang ditakdirkan untuknya setelah kejadian 7 tahun yang lalu itu. Ia sudah mencari sosok wanita untuk menemani hidupnya ini. Tapi, tidak bertemu yang cocok, adanya wanita yang mau berdekataan dengan dirinya karena uang, status ataupun wajahnya yang lumayan tampan.
"Hahhh.. Imel.. Imel.. Apa lagi sih kekuranganku ini.. Aku tahu aku tidak bisa mengembalikan lagi ayah kamu yang sudah meninggal. Setidaknya aku bisa menebus semua kesalahanku itu. Aku tidak sengaja kala itu.." ucap Fikri di kamar hotel dimana tempat dirinya menginap selama hampir 2 minggu ini. Ia ke Bogor sebenarnya untuk urusan kerja. Ia mempunyai usaha yang bergerak dibidang percetakan, baik buku, undangan dan sejenisnya. Usahanya terbilang sukses dan maju karena ia berhasil mendirikan bangunan yang bisa disebut sebagai perusahaan menengah dan membuat lapangan kerja bagi masyarakat. Kenapa ia ingin menikah dengan Imelda? Ia menggelengkan kepalanya untuk menjernihkan pikirannya. Ia mengambil handphonenya, membuka file video dimana ada video Imelda disana. Namun, wanita itu tidak sendirian. Imelda bersama seorang lelaki, lelaki yang terlihat hampir seusia dirinya. Mereka terlihat sangat dekat.
"Hahh.. Dari manaTemi mendapatkan video ini.. Aku tidak tahu kalau dia begitu membenci Imelda.. Hmm.. Aku harus segera menjauhkan Imelda dari lelaki ini biar Temi tidak merongrong terus padaku..." Fikri beranjak ke arah kamar mandi. Ia perlu mendinginkan otaknya dengan cara mandi sore supaya semua rencananya lancar.
****
"Ayah... ?" Intan merenggek sedih pada sang ayah. Balita ini terjatuh dari tangga karena ingin mencari ayahnya tanpa sepengetahuan babysitter yang sedang membuat susu didapur.
"Iya nak.. Apa ada yang sakit.. Kasih tahu ayah..?" Tio menggengam tangan anaknya yang mungil.
Mereka dalam perjalanan pulang dari klinik anak-anak. Sebenarnya Intan jatuh ditangga kedua dari bawah. Bersyukurlah tidak terlalu tinggi, tapi Tio sangat khawatir tadinya. Ia bahkan menelpon Imelda karena panik. Bayangkan hal itu! Tio meringgis karena ia melakukan hal itu.
Intan menggelengkan kepalanya, ia dipangku oleh Fina, babysitter Intan. Rumah Tio, tepatnya ruko tempat usaha dimana Tio selama ini mengais rezeki terlihat. Ia harus mencari tempat tinggal baru agar anaknya bisa bebas berkeliaran. Rumah dengan taman belakang yang mungkin luas sehingga Intan bisa berlarian disana. Tio memarkirkan mobilnya, para staff yang bekerja tetap fokus pada pekerjaan mereka, walaupun mengamati Tio yang menggendong Intan untuk masuk ke ruko.
Sosok Imelda muncul dari samping membuat Tio sedikit terkejut. Wanita itu bergegas ke arah mobil.
"Intan...?!!" seru Imelda dengan wajah khawatir.
Intan terlonjak digendongan ayahnya.
"Teacher..?!" balita ini agaknya sudah sangat fasih memanggil sang guru. Wajahnya seketika bersinar-sinar senang dan menggangkat tangannya ke arah Imelda mau minta gendong.
Imelda dalam sekejap sudah berada didepan Tio dan Intan, Tio tidak bisa bergerak. Ia menatap Imelda yang mengulurkan tangannya untuk mengambil Intan darinya.
"Ayah..?" panggil Intan pada ayahnya yang bengong saja.
Tio melepaskan anaknya dan Imelda mengambil Intan dengan mudah.
"Apa kamu tidak apa-apa nak..?" tanya Imelda dengan sayang sembari mengusap-usap rambut Intan yang lembut dan mencium dahi balita itu yang ada benjolnya. "Sakit kah..?" Imelda mengamati sepasang mata Intan yang berwarna hitam jernih, balita ini tersenyum lucu.

KAMU SEDANG MEMBACA
PELAJARAN NADA CINTA {Geng Rempong : 14}
RomanceTio Suwandi, 29 tahun, seorang duda anak satu. Selalu sibuk dengan urusan bisnis laundry dan tentu saja mengurus anaknya. Ia tidak peduli dengan urusan cinta lagi karena hatinya sudah mati bersama kepergian sang istri yang tiada. Imelda Marli, 24 ta...