Imelda tidak tahu apa yang membuat dirinya mau menuruti saran dari lelaki berwajah sangar dan sangat dingin itu. Sepasang mata hitam tajam itu saja bisa membuat dirinya membeku, tapi hatinya mengatakan kalau lelaki ini sangat sedih dan kehilangan sesuatu seperti salah satu not yang hilang menyebabkan ketidakseimbangan dalam musik.
"Saya rasa, anaknya sedang sakit atau kangen dengan ibunya..?" gumam Imelda seraya mengganti baju lagi setelah pulang dari mengajar. Ia akan dijemput sebentar lagi. Lelaki itu bilang hanya sebentar saja.
Imelda melepaskan gaun sederhana miliknya, beranjak ke kamar mandi untuk mandi sore terlebih dahulu biar segar. Bergegas dan tidak butuh waktu lama, hanya sekitar 10 menit Imelda menyelesaikan mandi sorenya. Ia memakai gaun lembut dengan rambut digerai saja karena sudah hampir seharian ia mengulung rambutnya untuk mengajar. Ia terlihat manis dan lebih dewasa dari usia sebenarnya. Well, ia memang banyak berpikir. Musik membuat dirinya banyak memikirkan nada-nada yang harus sinkron sehingga tercipta suara yang merdu.
Baru selesai menyisir rambut, terdengar ketukan dipintu lebih tepatnya seperti gedoran dari tangan lelaki kuat.
"Iya.. Sebentar...!" seru Imelda seraya memutarkan bola matanya karena suara itu. "Lelaki kasar..?" desisnya kesal. Imelda membuka pintu dengan cepat tapi bukan lelaki yang ia harapkan muncul diambang pintu. Lelaki didepannya ini terlihat kacau. Mata berwarna merah. Rambut kusut. Pakaian kumal dan mabuk.
"Apa...?!" Imelda mau menutup pintunya ketika lelaki itu meringsek masuk ke ruang tamu yang mungkin ukurannya sekitar 2 x 2 meter. "Ada apa ini...? Keluar...?!" seru Imelda dengan tangan terkepal.
Mata lelaki itu melotot pada Imelda, menyusuri wajah sampai ke bawah membuat Imelda merinding.
"Aku haus..?!" desis lelaki mabuk ini.
"Kalau begitu tunggu diluar.. Saya akan mengambi air mineral..?" Imelda berharap lelaki ini menuruti ucapannya. Namun, ia tidak yakin. Lingkungan tempat kostnya ini memang murah, tapi lumayan berbahaya jika kita tidak mawas diri. Istilah red line benar untuk wilayah disini. Orang-orang banyak tinggal disini tapi tidak terlalu saling kenal.
"Aku mau disini.. Lebih dingin dan bersih.. Juga harum...?" lelaki itu mengendus udara seperti seekor serigala. Well, serigala jahat batin Imelda ngeri. Ia berdoa semoga lelaki berwajah sangar itu cepat datang. Ia ceroboh, membuka pintu tanpa bertanya dulu atau mengintip dari jendela kacanya. Benar-benar tindakan ceroboh.
"Mana minumnya...?!!" seru sang lelaki.
Imelda ingin kabur. Ia baru mau keluar rumah ketika tangan lelaki yang kotor itu mencengkram pergelangan tangannya.
Imelda memberontak, ia mengangkat kakinya ingin menendang lelaki mabuk ini dan mulutnya membuka seolah ingin berteriak ketika sepasang tangan kuat mengangkat pinggangnya dengan mudah, memutar dirinya lalu mengeram dengan suara mengerikan. Dirinya merasa berada dikebun binatang karena eraman tersebut.
Lalu suara tinju menghantam seseorang. Seseorang mengaduh kesakitan. Imelda belum sempat bersuara karena shock mendengar tinju menghantam lelaki mabuk itu. Lalu, Imelda berteriak pada orang yang meninju.
"Stop.. Stop.. Kamu bisa membunuhnya.. Stop.. Kang.. Akang.. Astaga.. !" Imelda menarik lengan lelaki itu yang menegang. Kepalan tangan besar siap menghantam wajah si pemabuk. "Akang.. Stop.. Please..?" pinta Imelda.
Lelaki yang lengannya dipegang Imelda ini menarik napas panjang dan berulang-ulang. Sepasang matanya menggelap. Imelda terkesiap. Ia tidak yakin mengenal lelaki ini jika bukan ia sudah dua kali berjumpa.
"Apa bajingan pemabuk ini melukai kamu..?" desis Tio dengan wajah masih marah. Ia mendengar lelaki mabuk itu mengerang kesakitan.
Imelda menggelengkan kepalanya. Tio menoleh ke arah lelaki yang terduduk di lantai dengan wajah sudah terlihat lebam. Sangat pantas untuk lelaki itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
PELAJARAN NADA CINTA {Geng Rempong : 14}
RomanceTio Suwandi, 29 tahun, seorang duda anak satu. Selalu sibuk dengan urusan bisnis laundry dan tentu saja mengurus anaknya. Ia tidak peduli dengan urusan cinta lagi karena hatinya sudah mati bersama kepergian sang istri yang tiada. Imelda Marli, 24 ta...