"Bung." Panggil Raffi pada Bunga yang sibuk membaca buku sejarahnya dan mendengarkan penjelasan, Bu Irsanne.
"Lu kok dari tadi ngacangin gue sih?" Bunga masih diam dengan pandangan lurus kedepan."Btw, lu udah baikan. Emang lu sakit apa, Bung?" Masih tidak ada jawaban.
Nih, cewe PMS ya? Perasaan gue kagak ada bikin salah. Batinnya bermonolog.
Sampai akhirnya Raffi kesel sendiri, dan ia mencoba meraih tangan Bunga. Namun segera ditepis dan dihadiahi tatapan nyalang dari Bunga, yang mebuat Raffi meneguk liur dengan susah payah.
O to the M to the G
"Saya sudahi pelajaran hari ini." Kata Bu Irsanne sembari keluar dari kelas.
Berasa gue baru bentar lho tu guru masuk, masa udah keluar aja?
Bunga segera membereskan buku-bukunya dan pergi ke kantin bersama Novita, Nissa, Selvina dan Liya. Meninggalkan Raffi dengan seribu pertanyaan 'gue salah apa?' di benaknya.
"Raff, main basket yok." Ajak Anggito. Raffi mengagguk dengan wajah kusutnya. Lalu mereka pergi me lapangan basket, dimana sudah ada Husein dan Rendy.
...Di kantin Bunga hanya berdiam diri tanpa bergabung dengan pembicaraan teman-temannya yang nyeleneh.
Hingga Nissa menangkap kejanggalan dari raut wajah Bunga.
"Bung " panggilnya.
"Bung."
"Bunga!" Panggilan dengan nada naik dua oktaf itu berhasil menyadarkan Bunga.
"Kenapa lu? Melamun aja dari tadi?" Tanya Liya yang melihat wajah terkejut Bunga.
"Nggak pa-pa. Kita balik aja ke kelas aja. Gue udah gak mood." Balasnya.
Sementara dilapangan. Semua siswi berteriak-teriak histeris saat melihat Raffi yang sedang latihan basket.
Beberapa kali Raffi melempar bola basketnya ke ring, memantulkannya dan melemparkan ke seberang arah, seolah sedang melampiaskan amarahanya.
Dengan keringatnya yang bercucuran ia terus melemparkan bola basketnya ke ring.
"Dia kenapa?" Tanya Rendy keheranan.
"I don't know, man." Balas Anggito.
"Berisik amat tu cewe-cewe. Kalo teriak-teriakknya nama gue kaga pa-pa. Lah ini babang Raffi mulu." Geram Husein.
"Harap sabar ini ujian Tuhan." Kata Rendy yabg dihadiahkan jitakkan maut Husein.
"BUNGA!!!" Teriak seseorang mengejutkan seisi lapangan yang tiba-tiba hening, kala menyaksikan Rangga yang berteriak, sementara Bunga sedang berdiri di depan koridor Lab. Ipa dengan hidung berdarah dan pandangannya mulai yang mengabur.
Tubuhnya hilang keseimbangan, seketika ia jatuh. Dan untungnya Rangga sempat menangkapnya. Wajah yang sudah sepucat mayat itu berguman. "Kak Rangga." Sambil tersenyum, Bunga menyentuh pipi mulus itu, namun ia segera kehilangan kesadarannya __lagi__ dan akhirnya ia di bawa ke UKS, sebelum ia dilarikan di rumah sakit terdekat.
...
Di rumah sakit Rangga nampak bolak-balik, kesana-kemari di depan kamar pemeriksaan Bunga. Dengan tampilan-nya jauh dari kata baik, seperti dua kancing teratas seragamnya yang sudah terbuka, rambut yang acak-acakan dan peluh yang membasahi tubuhnya.
"Gimana Bunga?" Tanya seseorang mengejutkan Rangga.
Nissa dan Novita datang ke rumah sakit, setelah setengah jam Bunga dibawa kesini.
"Kita do'ain aja, semoga dia gak pa-pa."
Sementara Novita hanya bisa melihat Bunga dari kaca jendela, dengan semua alat infus di tangannya. Sampai akhirnya dokter keluar dari ruangan tersebut.
"Gimana teman saya dok?" Tanya Novita.
"Teman kalian kondisinya masih belum pulih benar dan saya menduga dia memang udah down dari kemarin." Ucap dokter Ferdinand menjelaskan.
"Emang dia sakit apa, dok?" Kali ini Nissa yang bertanya.
"Kami masih belum bisa menyimpulkan. Dan kami baru saja mengambil darahnya untuk di tes." Jawabnya, hanya diangguki oleh ketiganya.
"Saya permisi."
...
"Ck, sialan!" Umpat Raffi pelan, saat ini ia sedang berada di dalam mobil Ferreri-nya menuju rumah sakit. Tapi sayangnya kemacetan di Jakarta menjadi kendala untuknya agar cepat sampai.
Ia lalu mengambil ponselnya untuk menghubungi seseorang.
"Sen, kesini sekarang!"
"Lu dimana?"
"Kesini sekarang!"
Dengan segera ia mematikan panggilan di ponselnya meninggalkan Husein yang sedang mencaci makinya disana. Dan setengah jam kemudian Husein datang.
"Lu bawa mobil gue, sen." Raffi membuka pintu mobil Ferreri Metalic itu. "Gue bakal jalan dari sini ampe rumah sakit."
Raffi keluar dari mobilnya tanpa melihat lagi ke arah Husein ia berlari menyalip mobil-mobil yang memadati jalan-jalan kota.
Sesampainya di rumah sakit ia segera bertanya dimana kamar Bunga pada resepsionis. "Kamar di lantai enam, nomor 3337." Ujar resepsionis tersebut dengan pipi-nya yang memerah, karena melihat penampilan Raffi yang acak-acakan, dan itu membuatnya semakin... sekseh-_
Ia pun segera berlari__lagi__ ke kamar yang dimaksudkan resepsionis tadi, dan melihat Rangga sedang duduk kursi tunggu yang terletak di depan kamar Bunga.
"Mau ngapain lu disini?" Tanya Rangga dengan nada ketusnya.
Raffi hanya menengok sekilas tanpa membalas perkataan Rangga tadi.
"Lu brengsek, bajingan, bangsat!" Umpat Rangga berdiri dari posisi duduknya. "Kalau lu emang gak bisa jagain, Bunga. BIAR GUE AJA! LU EMANG CUMA BIKIN DIA SAKIT!"
"Bukan urusan lu." Balas Raffi dingin.
Rangga mencekal kerah baju Raffi. "Gue gak akan biarin lu masuk. Dasar bajingan!"
"Lu siapa mau ngelarang-ngelarang gue?!" Raffi pun sana kesalnya, tapi ia tidak membalas, karena dia tahu, dirinya lah yang menyebabkan semua ini terjadi.
"Gue orang yang dikirim tuhan buat jagain Bunga dari manusia brengsek kaya lu!"
Gosah ngegas monyet!
"Biarin gue ketemu dia, setidaknya buat minta maaf aja." Raffi meluluh setelah sadar penyebab akan kondisi Bunga saat ini adalah karena dirinya sendiri. Ya tadi Raffi kesel karena Bunga ngacangin dia, makanya ia sengaja meluapkan amarah dengan main basket, tapi taunya malah kena kepala Bunga.
"Lu tau gue udah suka ama dia sejak pertama gue liat dia waktu itu bersin di kantin, dan itu pas hari ketiga mos." Rangga menghembuskan nafasnya kasar. "Dan betapa bodohnya gue kaga berani bilang yang sejujurnya. Sampai dia kenal manusia brengsek kaya lu!"
"Gue cuma bisa ngikutin ego gue, dan ngeliat dia dari kejauhan."
____
KAMU SEDANG MEMBACA
Impressive Love [TAHAP REVISI]
Teen Fiction[Belum Direvisi] Raffi Nugraha seorang anak baru di SMA Jaya Bhakti, terkenal sebagai playboy ganteng kelas kakap dan berandalan yang sering pindah-pindah sekolah. Cowok itu sempurna bagi semua orang, tapi tidak bagi Bunga. Bagi Bunga cowok itu hany...