Abaikan Typo gue yang bertebaran!
_____
"Gimana kalau gue bilang," Raffi menjeda. "Gue suka ama lu?"
Bunga menahan nafas mendengar perkataan Raffi dengan jantung yang udah dag dig dug ser kagak jelas.
"Ng-ngomong apaan sih lo?" Tanyanya terbata.
Bunga lalu berjalan lagi dengan agak cepat untuk men-netralisir rasa gugup-nya.
"Enggak, gue kan cuma nanya." Balas Raffi.
Apa gue beneran suka ama lu, Bung?
Mereka berjalan di koridor sepi dengan santai.
Dalam diam, masing-masing dari mereka sedang bergelut dengan pikiran masing-masing. Sampai di parkiran.
Gue yakin gue gak beneran suka ama lu, Bung.
Karena lu itu udah jatuh cinta, Raff.
Raffi menyalakan motornya dan menjalankannya. Sore itu begitu cerah, tapi kegiatan diam-diaman mereka begitu membuat atmosfir-nya menjadi sangat dingin.
Bunga POV
Aku dan Raffi membelah jalanan dengan kecepatan normal, sore ini cerah. Tapi terasa dingin. Aku dan Raffi melewati setiap bangunan di jalan, meskipun nampak menarik, sepertinya masih lebih menarik keheningan diantara kami.
Dengan erat aku memegang tali tas Raffi. Saat melewati halte bus di depan gang masuk ke rumahku, aku melihat seekor kucing, yang terduduk sambil mengangkat sebelah kaki kirinya. Dia berdarah!
"Raff! Raff! Berhenti!" Aku berteriak, Raffi langsung nge-rem mendadak, sampai aku termaju ke depan.
Yaloh, aku merasakan punggungnya yang enak buat dipeluk. Kok aku jadi ketularan mesum kek gini sih?
"Paan sih, Bung?"
Melupakan semua-nya aku langsung mendatangi kucing di depan halte itu, dan menggangkat-nya dalam gendonganku.
"Kucingnya luka, mau gue beliin kapas sama obat merah?" Tanya Raffi sambil ngelus kepala kucing, kayak-nya ni kucing jenisnya Munchkin yang kakinya pendek itu.
Ya ampun ini emes banget, kalau mommy gak alergi ama kucing pasti kucing ini udah aku colong dari pemiliknya.
"Ya udah beliin sana,"
Dia lari menuju apotik yang ada di deket gang kedua jalan masuk rumahku. Setelah itu datang lagi dengan membawa sekantong plastik.
End Bunga POV
Raffi memberikan sekantong plastik yang berisi kapas, perban dan obat merah pada Bunga. Kucing berjenis Munchkin berwarna putih itu mengeong saat Bunga meneteskan sedikit obat merah pada lukanya. Sambil sedikit meniupkan lukanya Bunga melilitkan kain perban pada kaki kiri depan kucing itu.
Ngertikan maksud gue?
Raffi menatap Bunga sambil menarik sudut bibirnya, tersenyum. Ia sungguh tidak pernah melihat perempuan seperti Bunga yang sangat peduli pada keadaan sekitarnya, ya terkecuali ibunya. Ada sedikit perasaan kacau dalam hatinya, saat melihat wajah cemas Bunga pada kucing itu.
"Woy Raff!" Raffi tersentak kaget saat Bunga sudah berdiri di depan wajahnya sambil menatapnya heran.
"U-udah?" Tanyanya, ia lalu melihat kucing yang uculs itu ada digendongan Bunga. "Ya udah, yok gue anter." Bunga mengagguk.
7:52 PM
Di rumahnya Raffi dengan santai sedang menonton tv sambil mengangkat kakinya ke meja.
Sampai Zaalima__ibunya__ datang.
"Gak belajar?" Tanya Zaalima sembari duduk di sofa sebelah Raffi. Raffi membenarkan posisinya menjadi duduk.
"Udah." Katanya, alah padahal tadi cuma baca 1 buku tiga halaman. Mana yang dibaca cuma kata pengantar, daftar isi, sama sampul depan bab 1 lagi.
Raffi: yang penting kan udah baca, itu mah sama aja kayak belajar😋
"Raff, rumah teman kamu yang cantik itu dimana?"
"Yang mana?" Tanya Raffi, sambil menautkan kedua alisnya bingung. "Ya datang ke sini waktu itu."
"Oh Bunga ya, ada kalo mamah mau kesana entar Raffi anter." Lalu Raffi mengambil gelas jus lemonnya.
"Iya deh, nanti mamah mau ngirim Sadum sama Tumtuman buat lamaran."
Brusssssshhhh!
Raffi menyemburkan jus lemon-nya sambil melongo. "Maksud mamah?!"
"Ya ampun, bersihin kamu sofa mamah! Mahal tau gak." Kata mamah Raffi lalu pergi dari ruang keluarga. Meninggalkan Raffi yang lagi menggumamkan kata, what the fu*k disana.
***
Seminggu berlalu, ini adalah hari ujian terakhir. Dimana seminggu ini hubungan Raffi dan Bunga benar-benar sudah seperti biasa.
Walaupun berasa canggung terkadang Raffi selalu mencoba bisa dekat dengan Bunga, meskipun jantungnya benar-benar berasa ingin berlari keluar, bahkan hanya dengan melihat gadis itu tertawa.
"Sen, lu pernah kagak ngerasa jantung lu itu, dag dig dug kalau deket cewek?" Tanya Raffi pada Husein yang sedang menyesap rokok-nya.
Husein ngelirik sekilas peda sang playboy cap kapal api a.k.a Raffi.
"Itu salah satu pertanda tuh." Kata Anggito yang datang sambil bawa kantong plastik.
Rendy, Anggito, Husein dan Raffi saat ini ada di atap sekolah sembari menikmati jam istirahat.
Rendy mengambil isi dalam plastik itu yang isinya adalah soda kaleng. "Pertanda kalau lu jatuh cinta, azekkk." Ucapnya lalu kembali fokus pada game online di handphone.
"Iye tuh, gue juga gitu dulu pas suka ama.. seseorang." Husein membuang rokoknya lalu menghampiri Raffi.
"Btw dibaperin ama siapa playboy kita?"
Raffi memutar matanya bosan, lalu kambali berfikir.
Apa bener gue suka ama Bunga?
"Pertanda lain apa?"
"Emmm, pertanda lainnya lu itu gak suka ngeliat dia itu sama cowo lain." Kata Rendy. "Dan lu itu bahagia kalau ngeliat dia seneng." Timpal Anggito
"Udah insyaf aja lu jadi playboy mesum," kata Husein.
"Terus kalau gue jatuh cinta, gue harus apa?"
"Lu tembak, goblok. Bilang I love you, lu kan reinkarnasi-nya Dilan, gombalin kek, apa kek."
Ya, gue harus tembak Bunga besok, terus gue harus insyaf mainin cewek.
Bodo amatlah dia mau suka ama Rangga atau siapa pun, yang penting gue udah ungkapin.
______
VoteComen?
KAMU SEDANG MEMBACA
Impressive Love [TAHAP REVISI]
Teen Fiction[Belum Direvisi] Raffi Nugraha seorang anak baru di SMA Jaya Bhakti, terkenal sebagai playboy ganteng kelas kakap dan berandalan yang sering pindah-pindah sekolah. Cowok itu sempurna bagi semua orang, tapi tidak bagi Bunga. Bagi Bunga cowok itu hany...