***
"Lo? Lo kan cewek pirang yang udah bikin Bunga ketabrak?" Tunjuk Husein, membuat seisi ruangan itu hening.
Liyan membeku. Ah sialan. Umpatnya.
"Bukan Liyan, yang nabrak gue itu motor." Ucap Bunga ia menggigit bibirnya. Ia baru saja membela orang yang mencelakainya? Ayolah Bung! Berhenti bersikap bodoh!
Liyan meremas roknya, ia senang mendengar Bunga membelanya. Bunga gadis yang bodoh bukan?
"Gak perlu lo belain orang ini. Gue ngeliat pake mata gue, dia yang narik lo sampai ketabrak." Sinis Husein, ia menatap Liyan tajam. "Gue bakal laporin lo ke polisi." Lanjut Husein, mata Liyan membulat.
Husein akan segera pergi keluar ruangan, tapi tangan Raffi menahan bahunya. "Lo masih gak percaya?" Tanya Husein pada Raffi. Raffi menatapnya sendu. "Jangan asal nuduh kalo gak ada bukti." Ucap Raffi.
Husein menatapnya tidak percaya. Sebenarnya siapa gadis berambut pirang itu? Kenapa Raffi malah membelanya? Dan Bunga malah melindunginya.
"Brengsek lo, Raff!" Umpat Husein.
'Buagh!' Satu tinju dilayangkan Husein pada Raffi, tepat diperut lelaki itu. Raffi meringis karenanya, tapi entah kenapa ia sama sekali tidak bisa membalas
"Lo liat cewek yang ada dibrankar rumah sakit itu? Itu pacar lo! Dan lo disini malah belain cewek yang udah nyelakain dia! Sialan lo!" Murka Husein. Ia menatap nanar Raffi yang memegang perutnya.
"Kalo lo mau belain cewek sialan ini," Tunjuk Husein pada Liyan. "Gue orang pertama yang bakal ngerebut Bunga dari lo." Tandasnya, kemudian Husein melangkah pergi meninggalkan ruangan itu dengan membanting pintu.
Hening.
Kata itu sangat tepat menggambarkan seisi ruangan itu saat ini. Riska menatap Bunga, gadis itu memegang kepalanya yang diperban.
"Jadi lo yang udah bikin Bunga gini?" Tanya Liya pada gadis berambut pirang yang berdiri di samping Raffi. Gadis pirang itu menggeleng.
"Lo jangan nuduh dia kalau lo gak punya bukti." Ujar Raffi, Riska menaikkan alisnya.
Bunga merasa hatinya tersayat setelah mendengar ucapan Raffi. Dia hanya tidak ingin merusak persahabatan Raffi dan Liyan jika ia mengatakan yang sebenarnya.
"Gue cuma nanya gak nuduh." Balas Liya, gadis cantik itu menatap Raffi kemudian Liyan. "Lo selamat, babe. Nissa gak ada disini." Ucap Liya, gadis itu membuka tasnya dan mengambil ponselnya.
"Kalo Nissa ada, kita gak jamin rambut lo itu bakal baik-baik aja." Timpal Riska sambil berbisik pada gadis pirang itu, ia menatap gadis pirang itu, ia nampak berdiri dengan senyum getir.
"Bung, kita bedua cabut ya. Besok gue urus masalah absen lo." Ujar Riska pada Bunga. Bunga tersenyum.
"Cepet-cepet sembuh lo! Jangan lama-lama gak sekolahnya." Timpal Liya.
"Iya, hati-hati kalian." Balas Bunga pada dua temannya itu.
Riska dan Liya mengangguk. Mereka lalu meninggalkan Bunga, Raffi dan tentu saja gadis berambut pirang itu.
"Kalian berdua juga lebih baik pulang, ini udah malam." Ucap Bunga, sambil memejamkan matanya. Ia lalu mendengar suara pintu ruang inapnya itu dibanting keras. Ternyata itu perbuatan Liyan.
Bunga hanya menggeleng. "Kamu gak mau ngejar dia?" Tanyanya pada Raffi. Lelaki itu menggelengkan kepalanya. "Ngapain ngejar dia?"
"Raff, sebaiknya kita putus aja." Ucap Bunga, ia mengehela nafas panjang. "Liyan itu sahabat kamu, tapi aku tau dia punya perasaan yang lebih besar sama kamu daripada sekedar sahabat." Lanjutnya. ia lalu melepas cincin yang tersemat di jari manisnya. Itu adalah cincin yang diberikan mama Raffi tempo hari.
"Kenapa kamu ngomong gitu?" Tanya Raffi suaranya bergetar.
"Aku gak mau jadi orang yang ngerusak persahabatan kalian." Ucap Bunga, gadis itu meraih tangan Raffi dan meletakkan cincin pemberian ibunya di telapak tangan kanan lelaki itu.
"Kenapa sih, kamu selalu mentingin perasaan orang lain?" Tanya Raffi sambil menatap cincin yang diberikan Bunga. "Ini semua gara-gara aku, aku minta maaf. Aku nganggap Liyan itu sekedar sahabat, dia dulu pernah nyelamatin aku dan aku sekedar mau balas budi. Tapi aku malah nyakitin kamu."
Persetan!
"Liyan itu cinta sama kamu. Aku gak mau egois."
"Dan aku cinta kamu. Jangan pernah minta putus." Ucap Raffi, ia kembali memasang cincin itu pada jari manis Bunga. "Tap-"
"Jadi ini semua ini ulah Liyan?" Potong Raffi. Bunga terdiam, lagi-lagi ia menggigit bibirnya.
"Bung, jawab jujur. Ini semua gara-gara Liyan?" Tanya Raffi lagi. Gadis itu menggeleng. "Bohong." Ujar Raffi.
"Sebaiknya kamu pulang dan kejar Liyan." Ucap Bunga sambil menarik selimutnya, "Gak akan sampai kamu jawab jujur."
"Tolong, Bung?"
"Aku gak mau jadi orang yang ngerusak persahabatan kalian," Ucap Bunga, ia menatap lekat lelaki itu.
"Jadi bener kata Husein?"
"Iya, Liyan bilang aku gak pantas sama kamu. Liyan itu baik, tapi dia terobsesi sama cintanya ke kamu." Bunga berujar sambil tersenyum ke arah Raffi. "Aku udah bilang apa yang kamu pengen denger, sekarang kamu harus pulang." Ucap Bunga sambil mengelus pipi lelaki itu.
"Gak, aku bakal disini. Aku janji gak bakal biarin Liyan nyakitin kamu lagi." Balas Raffi, pemuda itu lalu mencium kening Bunga.
"Tapi besok kamu sekolah." Kilah Bunga. "Aku bisa pulang subuh nanti."
Tidak ada alasannya lagi sekarang. Dan memang tidak ada yang bisa membantah Raffi.
***
Raffi mematikan ponselnya saat Liyan menelponnya entah yang keberapa kalinya. Lelaki itu sejujurnya tidak percaya dengan apa yang dilakukan Liyan. Sahabatnya yang paling ia sayangi dan lindungi itu telah melukai kekasihnya. Raffi menggeram kesal. Bagaimana bisa Liyan seperti itu?
Ini sudah tengah malam, dan Bunga sudah nampak damai di alam mimpinya. Lagi-lagi ia mengelus pipi berisi Bunga. Bunga benar-benar menggemaskan ketika tidur.
"Gue memang bodoh udah nyakitin lo dan malah milih Liyan," Guman Raffi. "Maapin gue, ya. Bung. Gue janji ga bakal nyakitin lo lagi." Ucapnya di telinga Bunga. Lelaki itu lalu berpindah ke sofa, dan memilih tidur disana.
***
"Raff, lo darimana?" Tanya Liyan saat Raffi memasuki kediamannya. Ia tak berniat membalas gadis itu. Ia memilih terus berjalan.
"Loh, Raffi. Kamu gak sekolah?" Tanya Zaalima yang baru saja kembali dari dapur. "Semalaman ini kamu dari mana?" Tanya mamanya garang.
"Bunga kecelakaan, ma. Raffi nungguin dia." Balas Raffi.
Zaalima terkejut, "Apah calon menantu mama kecelakaan."
"Pak Sidin. Cepat siapin mobil!"
Raffi berdecak melihat tingkah mamanya itu.
"Raff-"
"Gue gak nyangka lo bisa sejahat itu. Gue selama ini nyakitin Bunga demi lo, sahabat gue. Tapi lo?"
Liyan membeku. jadi Raffi sudah tahu semuanya. Semua perbuatan bodohnya.
"Maaf gue-"
"Gue udah nganggap lo sebagai kakak gue sendiri, Yan. Tega banget lo." Ucap Raffi dengan datar.
"Gue emang salah. Tapi dari dulu gue cinta sama lo, Raff! G-gue ngelakuin ini karena gue cinta sama lo." Ucap Liyan.
"Gue cinta sama, Bunga. Lo gak bakal bisa maksa orang buat selalu jadi apa yang lo mau, apalagi maksa seseorang buat cinta sama lo." Raffi berujar sambil meninggalkan Liyan yang diam mematung.
Jadi ini akhirnya?
Hanya Tuhan yang tahu apakah gadis pirang itu akan benar-benarselesai dengan perasaannya atau malah akan terus memaksa semuanya.
So, this not your love, Liyan.
B e r s a m b u n g . . .
Next chap kita bakal siksa Si Liyan, awowkowkwok
KAMU SEDANG MEMBACA
Impressive Love [TAHAP REVISI]
Teen Fiction[Belum Direvisi] Raffi Nugraha seorang anak baru di SMA Jaya Bhakti, terkenal sebagai playboy ganteng kelas kakap dan berandalan yang sering pindah-pindah sekolah. Cowok itu sempurna bagi semua orang, tapi tidak bagi Bunga. Bagi Bunga cowok itu hany...