31

26.2K 898 37
                                    

Gak tau kenapa malas banget nulis part ini..

Abaikan Typo-ku yang tingkat dewa!

_____

"Huffftt." Suara helaan nafas terdengar begitu putus asa dari Raffi.

Saat ini ia sedang berada di rumah sakit, bersama dengan Novita, Riska, Nissa, dan Rangga. Sementara mama Bunga katanya sebentar lagi akan menyusul.

"Lu udah tau dia sakit Leukemia?" Tanya Rangga di tengah lamunan dan kecemasan semua orang.

Raffi menggeleng.

Zaalima dan Khalita datang sambil berlari menuju UGD, dua wanita cantik berumur sekitaran 35 tahunan itu langsung menghampiri Raffi

"Raffi, gimana Bunga? Dia kenapa, nak?" Tanya Khalita panik.

Raffi berdiri, sambil menujukan wajah menyesalnya. "Maaf, tan. Saya gak bisa jagain Bunga."

Khalita menghampiri jendela kaca, dimana kaca itu menghubungkan koridor luar dan kamar rawat Bunga di UGD.

Setelah beberapa saat dokter yang bertugas keluar dari kamar itu, dengan wajah sedikit tegang. "Bagaimana keadaan Bunga, dok?" Tanya Zaalima.

"Hufffft." Dokter muda ber-tag name Revandra itu menghela nafas. "Saat ini pasien koma dan membutuhkan transplantasi sum-sum tulang belakang sesegera mungkin." Ujar Dokter Revan, yang langsung membuat Khalita ibunda Bunga menangis histeris.

"Bilang sama saya, dokter bohong kan? Bunga pasti gak pernah kena penyakit apapun dia baik-baik aja!"

Zaalima merangkul Khalita yang sedang menahan tangis-nya sambil menutup mulut dengan tangannya. "Sabar, Lit. Bunga pasti baik-baik aja."

"Maaf ibu, sebaiknya dengan segera ibu mencari pendonor sum-sum tulang belakang untuk Bunga."

"Saya aja yang donorin." Ucap Raffi dan Rangga bersamaan.

"Gue aja, lu pulang sana." Usir Raffi dengan halus.

"Gue aja ya. Lebih baik lu urusin aja mantan pacar lu, yang udah bikin Bunga jadi kek gini." Rangga membalas Raffi dengan senyuman, membuat Raffi mengumpat pelan.

"Sial."

"Kalian berdua akan saya tes nanti."

-_-

Rangga dan Raffi keluar dari laboratorium rumah sakit tepat pukul 9 malam, dimana Khalita dan Zaalima sudah duduk sambil memejamkan mata di kursi ruang tunggu. Setelah Rangga berpamitan pulang, Raffi memasuki kamar inap Bunga yang telah dipindahkan di ruang inap Biasa, bukan UGD.

Ia tersenyum miris melihat wajah cantik Bunga yang pucat pasi seperti mayat, dan di tangan kirinya terdapat selang infus yang menancap. Semakin dekat menuju brankar Bunga, Raffi semakin merasakan kakinya lemas.

"Lu gak kengen ama gue, Bung?"

"Aiiihh, gue beneran kangen tau gak ama lu yang cerewet."

Raffi memegang tangan kanan Bunga. "Lu bisa denger gue gak? Gue kek orang gila ini ngomong sendiri."

"Jangan tinggalin gue, Bung. Beneran gue kagak pernah ngerasain apa yang gue rasain sekarang ke lu." Raffi menggengam tangan Bunga lalu mencium punggung tangannya.

"Bung, gue tau lu bisa ngerespon gue, Bangun Bung! Di depan mama lu udah nunggu tuh."

*****

Impressive Love [TAHAP REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang