"Gue bisa donorin sum-sum gue buat dia." Rangga tersenyum setelah itu. "Gue mungkin cuma bisa bantu itu." Lanjutnya.
Raffi terpaku mendengarnya, ada perasaan senang dan juga ada perasaan kesal. Kenapa gue harus kagak cocok? Minta di demo nih dokter! Batinnya.
"Emmm, kapan transplantasi-nya?"
"Lusa." Jawab Rangga, kek-nya mereka beneran udah agak akrab. "Oh iya, tuh kertas-kertas origami buat apaan?" Tanya Rangga, matanya menatap pada meja di ruang inap Bunga yang berhamburan kertas.
"Buat Bunga." Balas Raffi, sambil menatap Bunga, yang pucat. Masih sama, masih ada selang dan alat bantu nafas yang melekat di tubuh gadis-nya.
Gadis-nya?
"Jadi lu percaya mitos itu." Rangga terkekeh.
Raffi mengangkat kedua alisnya Bingung. "Kenapa?"
"Kata orang Jepang, kalau lu bikin seribu burung bangau pake kertas origami, orang yang lu sakit bakalan sembuh." Rangga berjalan menuju sofa yang terdapat meja didepannya.
"Mau gue bantu?" Raffi mengangguk sambil tersenyum ia duduk di sebelah Rangga dan mulai melipat-lipat kertas.
Jam menunjukan pukul 08 pagi, tapi kedua makhluk sebangsa di kamar inap Bunga sama sekali tak bergeming dari kegiatan mereka lipat-lioat kertas, sehingga meja dihadapan mereka penuh dengan kertas berbentuk burung.
Nissa berjalan di koridor rumah sakit menuju kamar inap Bunga, dengan manusia berwajah datar mengikutinya dari belakang. Dia perlahan membukan knop pintu di kamar itu dan mendapati Raffi dan Rangga yang lagi akrab kek mak-mak yang abis dapet arisan.
"Kalian ngapain?" Tanya Nissa yang keheranan, berasa abis ngeliatin anak teka belajar origami.
Wildan nonggol di balik bada Nissa sambil berdecak. "Emang jaman maen origami?" Ucapnya dengan nada-nada mengejek.
"Udah ah, gue kesini buat tau gimana keadaan Bunga, gak ada juga kerjaan di rumah." Nissa berjalan menuju brankar Bunga, "Gak bosan apa lu tidur terus, Bung?" Tanyanya.
Setelah itu Novita, Selvina, Felix dan Riska datang dengan membawa masing-masing separsel buah segar.
"Gimana oyy, gue denger transplantasi-nya lusa. " Selvina angkat Bicara. "Moga aja cepet sembuh, gak ada yang neraktir gue, sumpah." Kata Novita.
Para kaum adam yang duduk lesehan di lantai, cuma ngelirik-lirik gak paham. Sambil terus melipat-lipat kertas. Bahkan Wildan pun udah mengambil posisi untuk ikutan. Sampai sudah jadi 400-an tu burung bangau.
****
Raffi meletakan toples kaca berisi seribu burung bangau berukuran sangat kecil yang dibuatnya bersama seluruh teman-temannya, di meja nakas Bunga. Ia memandang Bunga sambil tersenyum masam.
"Betah amat lu, nyuekin gue!" Dia menyentuh pucuk kepala Bunga. "Gue kangan beneran ama lu." Lalu menghela nafas.
"Semoga operasi-nya lancar. Tangan gue aja udah kebas gini rasanya pas bikinin itu." Raffi melirik toples kaca tadi.
"Kacang emang gurih, tapi dikachaing itu perih." Ucapnya mendramatisir.
Raffi lalu keluar ruangan, disana sudah ada Zaalima mamanya dan Khalita mama Bunga yang menatapnya khawatir. Raffi mencoba mengangguk kepada kedua wanita itu seolah memberi kode untuk mengatakan semuanya baik-baik saja.
Setelah itu dokter membawa Bunga dan Rangga ke ruang oprasi, lampu tanda oprasi dimulaipun menyala.
Hampir 3 jam Raffi mondar-mandir gak jelas di depan ruang oprasi, meski sudah berulang kali Novita bilang untuk tenang. Tapi tetap saja ia sangat merasa cemas, bahkan ingin sekali ia mendobrak pintu oprasi sialan yang bikin geram sendiri.
Setelah sejam berlalu dokter keluar ruangannya, membuat Zaalima dan Khalita mendahului Raffi untuk tau kondisinya.
"Gimana keadaannya, dok?!" Tanya Khalita, cuaca ekstrim di Bali yang membuat suaminya tidak bisa pulang menjenguk Bunga kali ini-pun menjadi alasan untuknya begitu panik dan cemas.
"Alhamdulillah, oprasinya berhasil. Tapi pasien belum sadar." Ucap dokter berhijab biru tua bernama dr. Gianti Dewi, hal ini langsung membuat Khalita bernafas lega dan langsung memeluk Zaalima.
Begitupun dengan Raffi wajahnya menampilkan senyum yang sulit diartikan.
Dua hari berselang, para teman-teman deket Bunga sudah pada datang dengan membawa masing-masing satu parsel buah. Dengan memakai baju batik yang couple mereka semua mengucapkan gws buat Bunga.
"Come back to world, Bung." Nissa merentangkan tangannya memeluk Bunga. Bunga tersenyum kemudian tertawa.
Apalagi saat melihat semua sahabatnya itu memakai baju batik yang sama, kek mau datang ke kondangan. "Kok kalian semua pakek baju kek gitu sih?"
"Udah gue bilang, ini ide bodoh siapa hah?" Ucap Riri sambil menatap baju yang dikenakannya.
"Aaa.. bodoh kali lah. Gue udah kayak badut di pilem hantu itu loh, pekek di tambahin lipstik ama apaan nih yang item-item?" Nissa mengelap wajahnya yang terasa aneh karena ditambahkan maskara dan lipstik oleh Liya.
"Aelah, itu kan rencana bersama." Sungut Liya. "Eh, kapan lu pulang, Bung? Hari sabtu ini kan udah pembagian Rapot."
"Iyaa, bentar lagi libur. Abis itu puasa deh." Kata Selvina.
Bunga kembali tersenyum. "Sama mamah, gue mintanya besok. Mamah bolehin aja, asal gue rawat jalan."
Semuanya mengangguk paham, dan bener-bener antusias menyambut kepulangan Bunga.
Abisss yeeee...🤗🤗
Alhamdulilah bisa UP, mumpung gue lagi senang nihhh😄😄
Jadi gini, gue paling kagak bisa bikin yang namanya konflik BERAT! jadi kalau certahh ini gajehhh gitu don't read, okay!
😖😖
KAMU SEDANG MEMBACA
Impressive Love [TAHAP REVISI]
Fiksi Remaja[Belum Direvisi] Raffi Nugraha seorang anak baru di SMA Jaya Bhakti, terkenal sebagai playboy ganteng kelas kakap dan berandalan yang sering pindah-pindah sekolah. Cowok itu sempurna bagi semua orang, tapi tidak bagi Bunga. Bagi Bunga cowok itu hany...