52

2.6K 161 7
                                    

"Jadi lo pacar Raffi?" Tanya Liyan, Bunga mengangguk. Ia merasa aneh dengan nada bicara Liyan. "Paling bentar lagi kalian putus, gue hapal tingkah Raffi. Lo itu cuma pacarnya yang kesekian,"

Bunga terkejut mendengar ucapan gadis di depannya ini. Ughh kenapa aku ngerasa cewek ini gak baik? Batinnya. Ia hanya tersenyum menanggapi ucapan Liyan. Ia tahu Raffi dulunya memang playboy, tapi itu dulu. Dan sekarang Bunga percaya sepenuhnya pada Raffi. Raffi tidak akan seperti itu lagi.

"Eh kalian udah pada ngobrol aja. Udah pada kenalan?" Suara bariton tiba-tiba mengubah atmosfir. Itu suara Raffi, Bunga menatapnya lelaki itu sedang tersenyum kearahnya.

"Ya gue sama Bunga udah kenalan." Ucap Liyan, ia berjalan kearah Raffi bergelanyut manja di pundak lelaki itu. Bunga hanya mengangkat bahunya. Berusaha tidak peduli.

"Oh ya, Bung." Ucap Raffi, sambil melepaskan diri dari gelanyutan Liyan. Lelaki itu berjalan kearah Bunga dan duduk di samping gadis itu. "Liyan itu sahabat aku, yang menghilang waktu SMP. Dan pas balik dia langsung masuk rumah sakit gara-gara kecapean." Lanjutnya dengan nada menyindir.

"Gue kan udah bilang gue mau lanjutin sekolah ke Kalimantan ikut papa." Bela Liyan, Raffi hanya mendengus.

Jadi orang yang bikin Raffi ninggalin aku itu Liyan? Batin Bunga bermonolog. Ia menatap gadis bersurai pirang sebahu itu. Dia cantik, tubuhnya tinggi, dan jangan lupakan bulu mata lentik itu. Bunga seketika merasa minder.

"Eh, Raff. Lo kalo mau main-main sama cewek gausah dibawa ke rumah, pake di kenalin ke mama lagi." Bisik Liyan pada Raffi, Bunga masih dapat mendengernya dengan jelas. Bunga sedikit tersentak, main-main katanya?

"Gue gak main-main sama Bunga. Gue serius cinta sama dia, makanya gue kenalin ke mama. Dia juga anak tante Khalita sahabat mama." Balas Raffi, Liyan menatap sinis Bunga. Bunga diam, ia mengacuhkannya.

"Lo bilang lo mau nungguin gue, bertahun-tahun ini gue gak pacaran." Lirih Liyan.

Raffi menatapnya terkejut. "Gue bilang mau nungguin lo itu buat jadi sahabat, bukan jadi pacar." Ujar Raffi.

Bunga mulai merasa jengah berada ditengah-tengah pembicaraan kedua sahabat yang sudah lama tak bertemu itu. Rasanya ia ingin sekali menghilang dari sana, menyebalkan. Bunga menghela nafas panjang.

Tak beberapa lama derap langkah kaki mama Raffi terdengar menuruni tangga. Nyonya Nugraha itu datang menghampiri Bunga dengan senyum sumringah. "Bunga, mama mau kasih ini ke kamu." Ucapnya sambil memberikan sebuah cincin. Cincin itu berwarna silver keemasan, diatasnya terdapat hiasan batu berlian berwarna putih. Dan di sekelilingnya terdapat hiasan bunga mawar serta permata-permata kecil.

Bunga menatap cincin itu dengan tatapan bertanya. "Ini cincin turun temurun keluarga Nugraha, neneknya Raffi yang ngasih mama cincin ini dulu. Dan sekarang mama kasih ini ke kamu, karena kamu calon istrinya Raffi." Jelas Zaalima. Wanita paruh baya itu menarik tangan kiri Bunga dan memasangkan cincin itu.

"Ta-tapi ini-"

"Ngapain sih ngasih dia cincin, toh bentar lagi bakalan putus." Sinis Liyan sambil menyenggol Raffi. Zaalima menatap tajam gadis yang sedang duduk di samping putra tunggalnya itu, membuat sang gadis menggigit lidah.

"Kenapa kamu ngomong begitu?" Tanya Zaalima tak kalah sinis. "Ya kan kenyataan, ma." Balas Liyan.

"Saya bukan mama kamu."

Skak mat. Liyan langsung diam seribu bahasa. Ini seperti mempermlukan dirinya sendiri. Dasar wanita tua sialan! Umpatnya dalam hati.

"Lebih baik kamu ambil minum sana di dapur." Perintah Zaalima. "Tapi Liyan bukan pembantu, ma." Bela Raffi.

Zaalima menatap Liyan yang sedang menunduk. "Mama juga bukan ibu kos yang nerima orang tinggal di rumah mama gitu aja." Ucap Zaalima sambil mengangkat bahunya. Liyan segera berdiri dan berjalan menuju dapur. Dalam hati gadis itu tentu saja kesal luar biasa. Ia sedari tadi terus mengumpat meski dalam hati.

"Bunga pikir mama gak perlu deh ngasih cincin ini." Ujar Bunga seraya melepas cincin yang di pakaikan Zaalima tadi padanya. Zaalima terkejut, ia menatap anak tunggal sahabatnya itu dengan tatapan bertanya.

"Kenapa sayang? Pake aja gak pa-pa. Liyan gausah didengerin." Kata Zaalima, untuk kedua kalinya ia memasangkan cincin itu pada Bunga.

Bunga mengehela nafas, "Bukan karena Liyan. Tapi, Bunga sama Raffi juga masih SMA, gimana kalo kita putus, terus masing-masing dapat yang terbaik?" Ucap Bunga, membuat Raffi dan Zaalima tertegun. "Kamu itu udah yang terbaik buat aku," Bisik Raffi di telinga Bunga. Gadis bersurai itu langsung menghadiahkan Raffi cubitan mautnya, membuat Raffi untuk kesekian kalinya meringis.

"Pokoknya kalian gak boleh putus, mama gak mau tau." Ucap Zaalima.

Bunga ingin membuka mulutnya lagi, andai saja tidak ada suara teriakan dan pecahan kaca dari arah dapur. Ketiga orang yang sedang berbincang itu langsung berlari ke arah sumber suara.

Raffi membulatkan matanya saat melihat Liyan jatuh terduduk dengan pecahan gelas di depannya.Gadis itu nampak memegangi tangan kirinya yang terluka, darah terlihat berceceran dimana-mana. Bunga menatap Raffi yang langsung sigap mendatangi Liyan.

"Yan, lo kenapa!?" Tanya Raffi, Liyan masih merintih kesakitan. "Tadi gue kepeleset terus kena pecahan kacanya. Tolongin, Raff! Ini sakit banget."

Bunga melihat dari ambang pintu dapur bagaimana ekspresi Raffi yang sangat panik. Ia juga masih menatap Raffi ketika memampah Liyan ke ruang tamu dan berlari ke mencari kotak P3K. Bunga tersenyum getir. Bagaimana semua ini bisa membuatnya merasa seperti ini. Dadanya sesak. Tapi kenapa?

Bunga masih ada di dapur bersama Zaalima untuk membersihkan semua pecahan kaca yang berhamburan di lantai dapur. Bunga terlihat memunguti pecahan kaca itu satu-persatu sedangkan Zaalima mengepel tumpahan airnya.

Bunga mencoba mengambil pecahan kaca yang berada di dekat meja makan dapur. Gadis itu mengambilnya dan langsung memasukannya ke dalam tong sampah. Tapi ia melihat sesuatu di atas meja makan itu, ia mengambilnya dan memperhatikannya dengan seksama. Itu sebuah pisau.

'Kenapa pisaunya ada noda darahnya?' Bunga membatin. Ia menautkan alisnya. 'Apa Liyan ngelukai diri sendiri? Tapi buat apa?'

Bunga menggeleng, mengenyahkan segala pikiran-pikiran negatif dari pikirannya. Ia tidak boleh menuduh orang sembarangan. "Sayang, udah beres?" Tanya Zaalima, Bunga tersadar dari semua lamunannya. Ia meletekkan kembali pisau itu dan menghampiri Zaalima. "U-udah, ma." Balasnya. Zaalima dan Bunga kembali ke ruang tamu.

Disana Raffi masih bersama Liyan. Liyan nampak bersandar pada bahu Raffi, lagi-lagi Bunga mengalihkan pandangannya. "Ma, Bunga izin pulang ya. Udah malam." Ucap Bunga sambil tersenyum.

"Biar aku anterin." Ujar Raffi, Bunga menatapnya bangkit berdiri dari sofa tapi tangan Liyan menahannya. "Biarin aja dia pulang sendiri." Ucap Liyan sembari memainkan ponselnya.

"Kamu apaan sih, Liyan. Ini udah malam kasian Bunga pulang sendiri." Timpal Zaalima geram. "Gue anterin Bunga sebentar." Ucap Raffi tapi Liyan malah menangis.

"Tapi gue masih sakit," Rintihnya sambil memegang tangan kirinya.

Bunga tersenyum pada Raffi, "Gak pa-pa, Raff. Aku bisa pulang naik taksi." Ucap Bunga, lelaki bersurai hitam itu ingin menyela tetapi Liyan terus menahan tangannya sambil menangis.

"Bunga pulang ya, ma." Ucap Bunga sambil menyalimi tangan Zaalima. Zaalima memeluk Bunga. "Kapan-kapan kesini lagi, ya." Balasnya, Bunga mengangguk.

"Gue duluan, semoga cepat sembuh, Yan."

"Ya."

Bunga berjalan keluar dari rumah Raffi, dengan rasa kecewa yang luar biasa. Ayolah hati perempuan mana yang kuat ketika melihat kekasihnya dekat dengan perempuan lain, meski itu sahabat dekatnya. Tapi entahlah, Bunga merasa matanya mengabur, ah sialan. Dia berjalan meninggalkan mansion Nugraha dengan air mata yang siap tumpah dengan sekali berkedip. Ia harap ia tidak akan kembali ke mansion ini. Dan merasakan hal sialan seperti ini.

B e r s a m b u n g . . .

Ah udah up! Happy read guys.
Jangan lupa vote dan comment-nya ya. Hargai aku yang udah lelah menulis

Mulmed cincin yg dikasih mama Raffi.

Impressive Love [TAHAP REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang