Prolog

2.1K 155 91
                                    


Namanya Mark. Mark Lee. Lee dari namaku. Omong-omong, namaku Lee Jihoon.

matcha adalah rasa favoritnya. star wars adalah film yang tidak pernah dia lewatkan tapi ironman tetap menjadi rolemodel-nya.

Mark alergi kacang. segala jenis kacang bisa menimbulkan syok anafilaksis yang akan membuatnya sesak napas hingga berujung kematian.

jadi aku selalu menjadi orang tua menjengkelkan saat pergi ke wallmart yang memberikan empat puluh pertanyaan tanpa pilihan ganda pada penjaga toko hanya untuk sebungkus biskuit.

usia Mark baru empat bulan ketika aku mendapatkan pekerjaan sebagai komposer lagu dan menetap di rumahku sendiri.

enam tahun telah berlalu sejak saat itu. selama ini kulakukan apapun untuk membuatnya menjadi anak paling bahagia tanpa nutella, chunky bar, dan sosok seorang ayah.

disini akan ku beritahu kalian bagaimana perjalanan kami bisa dimulai.

****

enam setengah tahun yang lalu.

pesta kelulusan yang penuh remaja mabuk, bercumbu di sana-sini, muntahan dimana-mana, dentuman musik yang menjebol gendang telinga, kolam renang yang menjadi tempat pembuangan bagi segala minuman bercampur dengan keringat anak-anak yang baru beranjak dewasa.

aku sudah bilang pada Seungcheol, tempat itu gila. terlebih itu tidak cocok untuk seseorang yang mendapat daftar tunggu di Harvard dan tidak menutup kemungkinan akan menjadi dokter spesialis lima tahun ke depan.

namun tentu saja tidak ada yang bisa menghentikan Seungcheol. dia Choi Seungcheol, kepala sekeras batu, ambisi setinggi langit, dan nyali yang tanpa batas.

Nekat. itu satu kata yang menggambarkan diriku (iya aku, bukan Seungcheol.) saat memutuskan untuk memenuhi permintaan Soonyoung (anak yang kukenal dari klub menari) untuk menjemput Seungcheol.

bocah itu teler setelah bermain beer pong. tapi aku pernah melihat Seungcheol teler sebelumnya dan saat itu tingkahnya benar-benar aneh.

Soonyoung mengantar kami dengan mobilnya. aku memandu nya sampai ke apartemen Seungcheol yang dihuni pemuda itu seorang setelah orang tuanya jarang kembali karena pekerjaan mereka di luar negri.

selama perjalanan tangannya tidak pernah berhenti mencoba menggerayangi ku.

menjijikan benar digerayangi oleh sahabat sendiri yang sedang mabuk?

entah berapa kali aku memukulnya Seungcheol tetap tidak pingsan, karena itu jelas lebih baik.

"semua baik-baik saja?" Soonyoung bertanya dari kursi pengemudi. "sepertinya seseorang memasukan obat perangsang ke dalam minuman yang dia minum."

"apa?"

orang macam apa yang menaruh obat perangsang di minuman anak yang baru lulus SMA?

Soonyoung tidak menjawab, tak lama dia menghentikan mobilnya. namun dia tak beranjak dari kursi kemudi.

"kau ... tidak mau masuk?" aku menampik tangan Seungcheol yang berusaha menurunkan restleting celana yang kubkenakan.

"maaf Ji, tapi ini mobil pamanku, aku harus segera pulang."

oke, aku akan berhenti sampai disini. adegan selanjutnya kita lompati saja karena aku yakin kalian sudah tahu akhirnya.

ya ya seperti opera sabun berbudget rendah yang hanya bisa comot ide sana-sini, air mata dimana-mana, kemudian sebuah pengakuan "aku hamil", masalah keluarga lagi, kemudian sang ayah yang baru saja gagal mendapat promosi dan si ibu tiri yang tidak pernah benar-benar menyayangi putri suaminya mengusir gadis yang siap melahirkan itu dari rumah di tengah badai yang lebat, membiarkannya sengsara kemudian bunuh diri, tamat.

andai ceritaku bisa sesingkat itu.

tidak, aku tidak mengharapkannya. toh aku sudah menduga bagaimana akhirnya. Jadi malam itu juga saat ku minta ayahku menjemput ku dari apartemen Seungcheol ku beritahu apa yang baru saja terjadi dan 89% kemungkinan bahwa aku akan hamil.

aku tahu betapa terguncangnya beliau saat itu. ayahku bahkan menghentikan mobilnya secara mendadak, tapi kami berakhir di restoran 24 jam untuk menikmati secangkir kopi dini hari dan menenangkan diri.

karena lima belas persen pria di dunia ini memungkinkan untuk hamil, orang tua ku jelas tidak terguncang karena putra mereka satu-satunya bisa berbadan dua. tentu tidak, lagipula mereka telah mengetahuinya sejak aku berusia 14 tahun dan gen yang aneh itu kudapat dari kakekku. duh beruntungnya.

yang membuat mereka terkejut adalah bahwa saat itu akan datang begitu cepat. aku seharusnya masih punya waktu untuk lulus dari Universitas favoritku, menjadi produser di agency besar, dan menjalani hari-hariku sebagai orang sukses.

tapi tidak. hari-hariku justru kulalui seperti dalam kejaran. Satu hari setelah kejadian itu, jika Seungcheol benar-benar tidak bisa mengingat apapun tentang apa yang dia lakukan padaku malam itu seharusnya dia sudah terbang ke Amerika dan aku sadar aku tidak bisa mencegahnya. maka tepat di hari itu juga aku pindah ke busan. kampung halaman yang lama ditinggalkan hanya untuk memastikan tidak ada seorangpun yang dapat menemukanku, padahal aku yakin tidak ada seseorang pun yang akan mencari ku saat itu.

Sejak saat itu semuanya berubah. Kecuali pertanyaan yang selalu berputar di benakku setiap hari. Bagai lebah betina di sarang madu.

Bagaimana jika aku berhasil mencegah Seungcheol malam itu? Bagaimana jika aku menolak untuk menjemputnya? Bagaimana jika aku memberitahunya tentang malam itu? Apakah Seungcheol akan menerimaku dan membatalkan kepergiannya, rencana masa depannya yang sudah di depan mata untuk bersamaku, bersama kami? Atau apakah itu akan menjadi kesialan beruntun bagiku? Sebuah mimpi buruk yang terealisasikan?

Kemudian pertanyaan yang tak kalah penting; bagaimana jika ...

Bagaimana jika aku menolak kehadiran Mark dari awal?

***

A/N :

*Yuhu ada yang baru nih tapi bukan Oreo (maap garing). Padahal janjinya mau di pub waktu ada work yg udh selesai dan sudahkan kukatakan pada kalian bahwa prey tinggal beberapa part lagi? Jadi saya putuskan untuk pub dulu prolog ini, trs up selanjutnya setelah prey selesai.
*Btw seterusnya aku bakal pake POV 1 dari Jihoon di sini, mungkin ada yang merasa aneh dan tidak berkenan, bisa protes, mumpung belum apa-apa, bisa saya ganti jadi kyk biasanya.

What If? (JICHEOL)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang