Aku kembali merangkai sebuah kata. Rasa yang tak bermakna. Raga yang hampir ingin melepas dengan jiwa.
Jika aku kembali, mengulang kisah indah tentang kita? Maaf, aku tak bisa. Tak ingin banyak air mata yang tumpah menyeruah, ibarat air terjun di tengah hutan rasa.
Kini, aku melihatmu. Bercanda, lalu tertawa bersama temanmu. Laju hidupku tak seindah saat ini, melihatmu tertawa sampai memalingkan muka, jika kau tak menatapku juga.
Bukannya ingin kembali, apalagi bersatu untuk menjadi sepasang kekasih. Namun, diri ini hanya ingin sendiri melihat keindahan yang tak terarah. Melalang buana sampai ke cakrawala, sampai kau sadar, jika kita sudah terpisah.
Bukan tak ingin membuat pertemanan. Aku hanya ingin sebuah rasa tumbuh tanpa kata rentan. Karena, jiwa yang belum dewasa dan masih terliput ego tekanan.
Sudahlah, senyummu akan selalu ada di benak kepala. Menghantarkan rasa hangat sampai ke surga. Semoga kau bahagia, bersama sang pujangga.

KAMU SEDANG MEMBACA
Whelve
PoetryTulisan-tulisan klise yang datang pada saat yang tidak tepat, dan terlintas begitu saja. Ungkapan hati yang sudah hitam, gelap dan tak ingin seorang pun tahu apa yang ia rasakan, kecuali dari tulisan diam-diam. 𝐾𝑎𝑚𝑢 𝑠𝑒𝑙𝑎𝑙𝑢 𝑎𝑘𝑎𝑛 𝑎𝑑𝑎...