Part 4

990 59 3
                                    

Di taman rumah Wijaya,  terlihat Ersya sedang membaca buku yang kemudian di hampiri oleh kedua orang tuanya.  mereka berdiskusi dengan Ersya, Papanya berbasa-basi dulu memuji-muji kelebihan Ersya yang rajin belajar dan jelas saja membuat Ersya heran. Ada apa sebenarnya?

"Ersya anak papa,  apa rencanamu setelah lulus kuliah nak?" Tanya Attalarik

Ersya antusias menjawabnya. Dia ingin melanjutkan studi ke luar negeri lalu mengajar di universitas setelah dia kembali nanti.

"Tapi wanita juga harus memikirkan pernikahan, Nak." Ujar ny. Vonny lembut

"iya Ersya tau ma,  tapi itu bukan Ersya karena Ersya masih ingin melanjutkan S2 setelah lulus nanti.  Kalaupun harus menikah ya setelah Ersya bisa meraih cita cita Ersya. Ersya tidak mengerti kenapa banyak orang berfikiran wanita tidak boleh melanjutkan pendidikan tinggi tinggi. Masa cuma pria saja yang boleh?."

Nasya kebetulan lewat dekat sana saat itu dan langsung bersembunyi di belakang semak saking penasarannya.

Mamanya pun memberitahu Ersya bahwa pria biasanya tidak suka menikah dengan wanita yang lebih pintar daripada dirinya. Dan Ersya ngotot kalau zaman sudah berubah sekarang.

"Kalau kamu harus menikah dengan pria pilihan papa?" Tanya Pak Attalarik tiba tiba.

Ersya shock mendengarnya. Pak Attalarik memberitahu  Ersya bahwa perjodohan pernikahan seperti ini adalah hal biasa dalam generasinya dulu. Ia bahkan baru bertemu mamanya saat mereka menikah.

"Sayang,  kita ini hidup demi memenuhi tugas atau kewajiban dan bukan karena emosi semata. Hidup yang penuh dengan emosi, bisa membawamu ke surga, tapi bisa pula membawamu ke neraka. Hidup akan membawamu pada dua jalan itu jika kau memenuhi hidupmu dengan emosi. Sedangkan hidup demi memenuhi tugas dan tanggung jawab, akan membawamu pada satu jalan saja, dan jalan itu adalah jalan terbaik untukmu." Tutur Papanya lagi, Ersya sontak berlinang air mata mendengarnya.

Papanya itu pun bersikeras menyuruh Ersya untuk memikirkannya dengan baik baik, walaupun ia sendiri tampak tak enak karena harus memaksa putri kecilnya seperti ini. Nasya prihatin melihat dilema keluarga ini.

Malam harinya, Nasya menemani Ersya yang masih menangis dan berusaha menghiburnya meletakan kepala gadis yang sudah ia anggap adiknya sendiri dalam pelukannya. Ersya benar-benar tidak ingin menikah, bagaimana bisa Papanya melakukan ini padanya.

Saat Raya mengetahui hal itu, dia sontak menggerutu kesal. Bagaimana bisa mereka semua tidak pernah tahu kalau Papa mereka pernah membuat janji bodoh semacam itu.

"Kak Raya, jangan bicara begitu tentang Papa." Tegur Nasya.

"Yang kumaksud bukan Papa, tapi janji bodoh itu. Pasti karena itu Mama ikut campur dalam urusan hubunganku dengan Cemal."

"Aku tidak punya kekasih, jadi Mama tidak akan bisa melakukan apapun untuk membantuku. Aku tidak mau menikah." Rengek Ersya yang masih menangis.

Nasya ikut sedih mendengar tangisan Ersya.  Dia langsung memeluk Ersya erat dan berusaha menenangkannya sambil mengelus kepala Ersya,  tanpa mereka bertiga sadari ny. Vonny yang juga ikut meneteskan air mata melihat mereka dari belakang.

Minggu ketigapun tiba. Ny. Yoelitta masih setia menunggu kabar dari keluarga wijaya tapi masih belum ada kabar. Stefan pun baru pulang dari Rumah Sakit dan langsung menemui ibunya itu. 

"udah lah ma, nggak usah ditungguin terus itu telfonnya. Nggak bakal pindah juga itu telfonnya." Stefan heran dengan kelakuan mamamya itu yang setiap hari selalu menunggui telfon rumahnya itu.

Cinta dan KesetiaanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang