Part 48

759 58 12
                                    

Raya menatap foto-foto pernikahannya dengan iringan air matanya beberapa waktu kemudian rasa sakit dan sesih di hatinya betubah menjadi rasa amarah yang meluap, ia kemudian merobek foto-foto tersebut menjadi puing-puing.

"laki-laki egois, laki-laki jahat, kamu kejam!!!" raung Raya dengan bercampur dengan tangisannya.

Ersya memasuki ruangan, dan melihat hal itu membuat perasaannya ikut tak nyaman. Ia mendekati Raya dan menenangkannya.

"kak Ray... Kak Ray jangan nangis.... kita semua disini kak." Ersya membujuk Raya dengan memeluknya.

"nggak.. Ini akhirnya. Udah berakhir, aku akan jadi janda sekarang, Sya."

Ny. Vonny, pak Attalarik dan Hito jufa memasuki kamar Raya setelah mendengar tangisan Raya dan mendengar hal terakhir yang ia ucapkan. Seketika ny. Vonny merasa tak suka melihat anaknya di ambang keputusasaan.

"kamu masih muda dan cantik Ray, kamu masih punya kesempatan untuk mulai dari awal, sayang.."

"mama selalu bilang, setelah kita lahir kita hanya akan menikah sekali seumur hidup. Tapi sekarang aku menjadi janda yang ditinggalkan suaminya. Dam sekarang harus dimana aku meletakan wajahku? Dimana aku harus bersembunyi?"

"kalau kamu terus menangis.. takut orang lain mengkritikmu, mereka akan melihat kamu secara menyedihkan. Tapi jika kamu kuat dan percaya diri seperti dirimu apa adanya, nggak akan ada yang berani mentertawakanmu." sela pak Attalarik menasehati.

"kamu ingin menjadi seperti apa itu tergantung pilihanmu sendiri, Ray.. buat yang lain melihat, jangan menunggu mereka memberi tahu kamu." imbuh pak Attalarik.

"kita kembali ya Ray. Tinggalkan semuanya disini, dan kita mulai lembaran baru." ujar Hito yang melihat Raya yang tetap diam dan menangis.

"nggak, ini salah. Aku telah ditinggalkan? Ini salah, ini nggak bener kan...??"

"kak Ray.."

Di tempat lain,
Di sebuah ruangan, Stefan sendirian sedang berkutat mempelajari dengan berbagai jurnal yang ia butuhkan untuk penelitiannya. Saat akan meminum kopi di depannya, ia baru sadar jika gelas itu kosong. Stefan mendongak melihat arah jam yang menunjukkan waktu pukul sembilan malam.

Stefan menghela nafas, tak menyadari waktu berlalu dan ia belum memberi kabar Nasya. Stefan mencari ponselmya yang tertimbun berbagai kertas di mejanya.

Sementara itu, Nasya sedang sibuk mengawasi para pekerja yang membersihkan rumah Wijaya. Dia tampak benar-benar antusias.

"non, semuanya sudah selesai di atur."

"baik pak makasih, sudah malam juga. Besok tinggal di bersihkan agar segera siap untuk bisa ditinggali."

"siap non."

Nasya hendak berbicara kembali tapi ponsel di dalam tasnya berdering. Nasya hanya mohon diri pada orang tersebut dan  tersenyum setelah melihat nama di ponselnya.

"hallo Nas?" ucap sebuah suara di seberang.

"Stefan.. Kamu dimana?"

"aku masih dirumah sakit. Kamu belum tidur?"

"aku sedang di luar sekarang, ini baru akan pulang."

Stefan yang sedang membolak-balikan kertas menghentikan gerakannya setelah mendengar ini. "selarut ini? Dimana kamu?"

"Aku.. Tadi Bryan memberi beberapa aset, dan terus dia ngajak aku ngelihat itu. Awalnya aku nggak mau, tapi Bryan sama tante maksa, aku nggak bisa nolak." stefan mengingat pertemuannya tadi dengan Ratu dan otomatis mengingat pembicaraan  mereka.

Cinta dan KesetiaanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang